Translate

Kamis, 15 Desember 2016



Sejarah Aliran Mahayana


Sejarah Aliran Mahayana
Sejarah Mahayana
Aliran Mahayana terdiri dari 9 aliran yaitu:
  1. Yogacara/Vijnanavada
  2. Tri-sastra
  3. Avatamsaka
  4. Tien Tai
  5. Tantra
  6. Dhyana
  7. Sukhavati
  8. Nichiren
  9. Vinaya.
(Sumber ini dikutip dari karya Prof. Junjiro Takakusu “The Essentials of Buddhist Philosophy”)
Berikut ini pembahasan secara garis besar mengenai ke sembilan aliran tersebut.
  1. Aliran Yogacara/Vijnanavada (Wei She Cung/Hosso)
Aliran ini dipelopori oleh Arya Asanga (abad V Masehi) yang menyusun karya Yogacarabhumi Sastra (Yu Cia She Ti Luen) dan Mahayana Samparigraha Sastra (She Ta Chen Luen). Terjemahan ke bahasa Mandarin dilakukan oleh Buddhasanta, Paramartha dan Suan Chang. Isi dari sastra-sastra tersebut menerangkan: vijnana-citta, sad-paramita, sila, samadhi, prajna, dasabhumi dan tri-kaya.
Aliran Yogacara juga berpedoman pada Sandhi Nirmocana Sutra, Dasabhumi ka sastra, Vijnapti Matrada Sidhi karya Dharmapala terjemahan Suan Chang. Pada masa sekarng aliran ini hanya dipelajari di perguruan tinggi Buddhis dan hanya terbatas pada kaum intelektual saja.
  1. Aliran Tri-sastra (San Luen Cung/San Ron Syu)
Aliran ini di India disebut Madhyamika atau Sunyatavada. Di India, aliran ini dipelopori oleh Nagarjuna dan Arya Deva (antara abad I dan II Masehi) kemudian disusul oleh Buddhapalita, Bhavaviveka dan Chandrakirti. Di Tiongkok aliran ini dipelopori oleh Kumarajiva (abad V).
Aliran ini berpedoman pada tiga buah sastra yaitu:
  1. Madyamika Karika (Cung Luen) karya Nagarjuna
  2. Dvadasa-dvara (Se Er Men Luen) karya Nagarjuna
  3. Sata Sastra (Pai Luen) karya Arya Deva
Aliran ini menekankan Sunyata. Pengertian terhadap Sunyata adalah sebagai suatu kebenaran yang absolut. Di samping itu sunya adalah pengertian mengenai tidak adanya inti yang kekal karena semuanya berkontradiksi. Aliran ini begitu menitikberatkan pada metode analisa dan perenungan sehingga amat sukar untuk dicerna oleh pengertian awam. Pada masa sekarang aliran ini hanya dipelajari di perguruan tinggi Buddhis dan terbatas pada kaum intelektual saja.
  1. Aliran Avatamsaka (Hua Yen Cung/Kegon Syu)
Secara harafiah nama aliran ini berarti “lingkaran bunga”. Aliran ini bersumber pada Avatamsaka Sutra (Hua Yen Cing), sebuah sutra besar Mahayana. Sutra ini sulit dimengerti sehingga secara legendaris dikisahkan setelah Pertapa Gautama mencapai Samyaksambodhi, beliau menerangkan isi sutra tersebut, namun sayangnya tidak ada manusia yang dapat memahami isi sutra tersebut.
Dikisahkan pula bahwa sutra tersebut dititipkan kepada istana Dewa Naga. Setelah lebih dari 500 tahun Sang Buddha parinirvana, Nagarjuna berhasil mendapatkan kembali sutra tersebut. Sebagian besar naskah asli dalam bahasa Sansekertanya telah hilang. Penterjemahan sutra tersebut ke dalam bahasa Mandarin dilakukan oleh Buddhabadra, Siksananda dan Prajna. Di Tiongkok aliran ini dipelopori oleh Bhiksu Sien Sou (Tu Sun) yang hidup antara tahun 577-640 Masehi.
Aliran ini sampai sekarang mungkin hanya di Jepang yang masih aktif, sedangkan di negara-negara Timur lainnya umumnya hanya dipelajari di perguruan tinggi Buddhis saja. Di Jepang aliran ini berpusat di Vihara Todaiji di Nara.
  1. Aliran Tien Tai (Tien Tai Cung/Tendai Syu)
Aliran ini terbentuk di Tiongkok dengan mengambil nama sebuah gunung di provinsi Ce Ciang yaitu Gunung Tien Tai (yang berarti “panggung surgawi”). Di Gunung Tien Tai ini secara resmi Bhiksu Ce Khai (531-597) yang disebut juga Ce Yi atau Che ce mendirikan aliran ini. Sebelum beliau telah ada dua orang bhiksu intelektual lainnya yang meratakan jalan dan merintis berdirinya aliran ini yaitu Bhiksu Hui Wen (510-557) dan Bhiksu Hui She (514-577).
Aliran ini berpedoman pada Saddharma Pundarika Sutra (Miao Fa Lien Hua Cing), Amitartha Sutra (Wu Liang I Cing) dan Nirvana Sutra (Nie Phan Cing). Di samping itu ada tiga tafsiran sutra dan karya sastra yang disusun oleh Hui Wen, Hui She dan Ce Khai yaitu:
  1. Fa Hua Wen Ci (Words and phrases of the lotus)
  2. Fa Hua Suen I (Profound meaning of the lotus)
  3. Mo Ho Ce Kuan Fa Men (Mahayana method of cessation and comtemplation)
Aliran Tien Tai memiliki suatu pandangan filosofis yang disebut konsep 3.000 alam (Tri-sahasra Dharmadhatu). Konsep ini menitikberatkan hubungan erat antar makhluk-makhluk hidup serta hubungan dengan alam semesta sehingga timbul perkataan “yi nien san chien” (ichinen sanzen) yaitu pikiran sekejab meliputi segala hal ikhwal seluruh alam semesta.
Aliran Tien Tai dianut oleh berjuta-juta umat di Asia Timur. Di Tiongkok, Korea, Jepang dan Vietnam, aliran ini terus berkembang dan dapat dikatakan suatu aliran Mahayana yang cukup aktif.
  1. Aliran Tantra (Mi Cung/Cen Yen Cung/ Shingon Syu)
Ada dua macam Tantra Buddhis yaitu Tantra Timur dan Tantra Tibet. Tantra Timur terbagi dua yaitu Tantra yang ada pada aliran Tien Tai dan Tantra pada aliran Cen Yen yang kemudian dibawa ke Jepang dengan nama Shingon Syu. Yang dimaksud dengan Tantra Tibet adalah tantra yang diterapkan di Tibet, Mongolia, Bhutan, Nepal,dll.
Tantra Timur berkembang di Tiongkok pada abad VII ketika tiga orang Guru Besar Tantra datang dari India. Mereka adalah:
  1. Subhakarasinha (San Wu Wei 637-735 M). Pada tahun 716 M beliau tiba di Chang An setelah belajar di Nalanda. Pada tahun 725 M beliau bersama I Cing menterjemahkan sutra tantra yang terkenal yaitu Maha-Vairocana Sutra (Ta Re Ru Lai Cing).
  2. Vajrabodhi (Cin Kang Che 663-723 M). Beliau juga pernah belajar di Nalanda dan pada tahun 720 M menterjemahkan Vajrasekhara (Cin Kang Ting Cing) ke bahasa Mandarin.
  3. Amoghavajra (Pu Khung 705-774 M). Beliau adalah siswa Vajrabodhi dan pada tahun 746 M tiba di Chang An.
Pada tahun 747 M Guru Padma Sambhava (Lien Hua Seng Ta She) tiba di Tibet. Dikisahkan bahwa beliau berhasil menundukkan roh-roh halus dari agama pribumi Tibet yang disebut Bon-pa sehingga terbentuklah perpaduan yang harmonis dengan Buddhisme.
Adapun aliran yang terdapat pada Tantra Tibet adalah:
  1. Aliran Nyingma-pa, biasanya disebut pengikut jubah dan topi merah. aliran ini didirikan oleh Guru Padma Sambhava dan Santarakshita pada tahun 749 M.
  2. Aliran Kahdam-pa, dipelopori oleh Atisa pada tahun 1035 M
  3. Aliran Gelug-pa, biasanya disebut juga Lama yang bertopi dan berjubah kuning. Aliran ini adalah aliran pembaharuan yang dipelopori oleh Tsong-ka-pa pada abad XV.
  4. Aliran Kargyu-pa, didirikan pada abad XI oleh Lama Marpa. Tokoh lain dari aliran ini yang terkenal adalah Milarepa.
  5. Aliran Sakya-pa, didirikan oleh Lama Kon-dkon-meho’oggyal-po pada tahun 1072 M.
  1. Aliran Dhyana (Chan Cung/Zen)
Aliran ini lebih dikenal dengan sebutan Buddhisme Zen. Secara harafiah Zen adalah perubahan bunyi dari kata Chan yang berasal dari bahasa Sansekerta Dhyana yang dapat diartikan “meditasi”.
Dapat dikatakan aliran Zen lahir dan tumbuh besar di Tiongkok ketika seorang bhiksu India yang bernama Bodhidharma (Tat Mo Co Su) datang ke Tiongkok pada tahun 520 M. Silsilah Bodhidharma dapat kita lihat sebagai berikut:
Sakyamuni Budha-Maha Kasyapa-Ananda-Sanavasa-Upagupta-Dhritaka-Micchaka-Buddhanandi-Buddhamitra-Bhiksu Parsva-Punyayasas-Asvaghosha-Bhiksu Kapimala-Nagarjuna-Kanadeva-Arya Rahulata-Samghanandi-Samghayasas-Kumarata-Jayata-Vasubandhu-Manura-Hakkenayasas-Bhiksu Simha-Vasasita-Punyamitra-Prajnatara-Bodhidharma.
Setelah kedatangan Bodhidharma ke Tiongkok juga dikenal sebutan enam Patriarch sebagai berikut:
  1. Patriarch I : Bodhidharma
  2. Patriarch II : Hui Khe
  3. Patriarch III : Shen Chie
  4. Patriarch IV : Tao Sin
  5. Patriarch V : Hung Jen
  6. Patriarch VI : Hui Neng
Sub-aliran dari Buddhisme Zen yang masih aktif hingga saat ini adalah:
  1. Sub-aliran Lin Chi (Rinzai), diperkenalkan oleh Master Lin Chi kira-kira pada tahun 850 M.
  2. Sub-aliran Chau Tung (Soto), diperkenalkan oleh Master Tung San Liang Cie (807-869 M0 dan Chau San (840-901 M).
  3. Sub-aliran Huang Po (Obaku), dikembangkan oleh Master Huang Po kira-kira tahun 850 M.
Beberapa sutra yang dapat dikatakan sumber bagi Zen Buddhisme adalah:
  1. Lankavatara Sutra (diterjemahkan ke bahasa Mandarin oleh Buddhabadra)
  2. Vajrachedika Prajnaparamita Sutra (diterjemahkan ke bahasa Mandarin oleh Kumarajiva)
  3. Sutra Altar Patriarch VI
  4. Vimalakirti Nirdesa Sutra (diterjemahkan ke bahasa Mandarin oleh Kumarajiva)
  5. Surangama Sutra (diterjemahkan ke bahasa Mandarin oleh Siksananda)
  1. Aliran Sukhavati (Cing Thu Cung/Jodo Syu)
Aliran Sukhavati adalah sebuah aliran yang menitikberatkan pada puja bakti terhadap Amitabha Buddha. Beliau berdiam di sebuah alam yang bernama Sukhavati (bumi yang penuh dengan kebahagiaan) dan ‘berada’ di sebelah barat dari loka dunia ini.
Aliran ini tidak menitikberatkan pada pelajaran atau penyelidikan sutra-sutra dan meditasi. Tetapi yang terpenting adalah mematuhi Pancasila Buddhis dan menyerahkan diri pada kekuatan Maitri-Karuna Amitabha Buddha dan Bodhisatva Mahasatva lainnya. Yang penting adalah penyerahan diri serta bertobat seraya mengulangi sebutan mulia “Namo Amitabha Buddha” (Namo Amotofo). Di samping itu pemujaan dan bakti terhadap Avalokitesvara Bodhisatva (Kuan She Yin Pu Sa) dan Mahastamaprapta Bodhisatva (Ta She Che Pu Sa) juga dilakukan.
Sering dikatakan: Dia yang menyebut “Namo Amitabha Buddha” dialah orang yang penuh dengan kasih sayang dan welas asih terhadap semua makhluk hidup. Semasa hidup dengan tekun menyebut “Namo Amitabha Buddha” serta menerapkan Pancasila Buddhis dan melaksanakan Maitri-Karuna agar nanti setelah meninggal dunia akan terlahir di alam Sukhavati. Ini jangan semata-mata diartikan setelah mati baru lahir di Sukhavati; akan tetapi pada saat masih hidup akan dapat memastikan terlahir di alam Sukhavati.
Ada tiga sutra yang dijadikan pedoman yaitu:
  1. Amitabha Sutra/Sukhavati Vyuha Sutra (O Mi To Cing)
  2. Maha Sukhavati Vyuha Sutra (Wu Liang Sou Cing)
  3. Amitayus Dhyana Sutra (Kuan Wu Liang Sou Cing)
  1. Aliran Nichiren
Aliran ini berasal dari aliran Tien Tai (Tendai) yang dipelopori oleh seorang bhiksu Jepang yang militan yaitu Nichiren Daishonin (1222-1282 M). Pokok utama dari ajaran Nichiren adalah bersumber pada Saddharma Pundarika Sutra (Hokkekyo). Dengan menyebut dan mengulang “Namu Myoho Rengekyo” sebagai sebutan mulia utama agar dapat menimbulkan keyakinan (sradha) yang kuat terhadap Hokkekyo dan menghapus karma-karma buruk sekaligus menambah karma-karma baik.
Nichiren banyak menulis karya sastra. Di antaranya untuk memperingati guru beliau yang amat sangat beliau cintai dan hormati yaitu Dozenbo, beliau menulis Ho-On-Syo (sastra tentang balas budi) di mana beliau menekankan arti bals budi terhadap orang tua, guru dan negara. Selain itu karya-karya sastra beliau yang cukup terkenal adalah Kaimokusyo (sastra tentang membuka mata) di mana beliau menekankan sifat berkorban beliau terhadap rakyat dan negara serta dunia dan Shohojisyo yang mengisahkan garis besar filsafat beliau.
  1. Aliran Vinaya (Li Cung/Ritsusyu)
Sesuai dengan namanya, aliran ini menitikberatkan pada Vinaya. Di Tiongkok aliran ini dipelopori oleh Bhiksu Tao Hsu An pada periode Dinasti Tang (abad VI M). Pada aliran Vinaya terdapat apa yang disebut Catuh-Vinaya (She Fen Li) yaitu Empat Sumber Vinaya yang terdiri dari:
  1. Sarvastivada Vinaya (Se Thung Li), diterjemahkan ke dalam 61 Chuan pada tahun 404-406 M oleh Punyatara
  2. Dharmagupta Vinaya (She Fen Li), diterjemahkan ke dalam 60 Chuan pada tahun 405 M oleh Budhayasas
  3. Mahasanghika Vinaya (Ta Seng Che Li), diterjemahkan ke dalam 40 Chuan pada tahun 405 M oleh Buddhabadra
  4. Mahisasaka Vinaya (Wu Pu Li), diterjemahkan ke dalam 30 Chuan pada tahun 423 M oleh Buddhajiva

Tidak ada komentar:

Posting Komentar