Translate

Minggu, 24 Januari 2016

  • Tanya jawab dengan Bhikku Uttamo ...
    Kalo pada saat Kathina kenapa kita harus bersujud kepada bhikkhu Sangha?

    Padahal Sangha itu manusia. Kan gak boleh?
    Karena di agama mana pun tidak diperkenankan sujud-menyembah sesama manusia.

    Seharusnya kita bersujud dan beribadah kepada Buddha.
    Mohon petunjuk Bhante.

    Jawaban :
    Sujud atau dalam istilah Buddhis lebih dikenal sebagai namaskara atau namaskara dilakukan dengan menyentuhkan dahi di lantai di antara kedua telapak tangan. 
    Sujud adalah salah satu tradisi India tempat Agama Buddha berasal. Sujud dalam Agama Buddha dapat disetarakan dengan bersalaman dalam tradisi Eropa. Bahkan, lebih luhur daripada sekedar bersalaman, sujud menjadi lambang sikap merendah. 
    Kepala yang biasa di atas, kini diposisikan di bawah, sejajar dengan telapak kaki dan tangan. Ketika seseorang mampu melakukan tindakan tersebut, ia sudah berusaha melatih mengurangi ego atau keakuan. 
    Ia sudah mulai meningkat kualitas batinnya. Ia mulai menyadari bahwa di luar dirinya terdapat fihak-fihak yang layak mendapatkan penghormatan. 
    Oleh karena itu, sujud dapat dilakukan selain terhadap Buddharupang atau arca Buddha, juga dapat dilakukan kepada orangtua, kakak, guru dan tentu saja, kepada para bhikkhu anggota Sangha yang juga merupakan sesama manusia.

    Selain mengurangi keakuan, sujud dapat pula menjadi sarana menambah kebajikan melalui badan, ucapan serta pikiran. 
    Pada saat bersujud, seseorang hendaknya melakukan dengan konsentrasi penuh. Dengan demikian, ia telah melakukan kebajikan melalui badan, yaitu menghormat mereka yang patut di hormat. 
    Ia juga melakukan kebajikan dengan ucapan dan pikiran, karena pada saat bersujud, ia mungkin menyebut dalam batin kalimat ‘Semoga semua mahluk berbahagia’. Jadi, semakin sering seseorang bersujud, semakin banyak pula kebajikan yang ia lakukan dengan badan, ucapan dan pikiran. 
    Oleh karena itu, dalam tradisi Buddhis, sujud justru dianjurkan dilakukan sesering mungkin, bukan hanya waktu perayaan Kathina.


  • Umat Buddha terbiasa bersujud di depan altar Buddha ketika datang ke vihara dan hendak meninggalkan vihara. 
    Umat Buddha juga boleh bersujud kepada para bhikkhu saat bertemu di vihara atau hendak berpamitan.

    Meskipun dalam Agama Buddha sujud dianjurkan untuk sering dilakukan, namun sujud bukanlah keharusan. 
    Seorang umat Buddha hendaknya menyadari terlebih dahulu manfaat sujud untuk peningkatan kualitas dirinya sendiri, bukan untuk Buddharupang maupun para bhikkhu. 
    Buddharupang maupun para bhikkhu tidak bertambah baik ketika mendapatkan sujud dari umat Buddha. 
    Namun, umat Buddha sendirilah yang mendapatkan kebajikan serta berkurang keakuannya ketika melakukan sujud kepada Buddharupang maupun para bhikkhu.

    Semoga penjelasan ini menambah pengertian bahwa umat Buddha justru memperoleh lebih banyak manfaat saat ia bersujud daripada mereka yang dijadikan obyek sujud.

    Semoga semua mahluk selalu hidup berbahagia.
    -
    Salam metta,
    B. Uttamo

Sabtu, 23 Januari 2016

"Guru, kenapa begitu sulit menyembuhkan luka hati ini? Semua upaya menghibur diri seakan tidak berguna."
°
"Anakku, bahkan luka di kulit tubuhmu tidak akan mudah sembuh jika tidak menjaga kebersihannya. °
Apalagi jika kau malah mengijinkan berbagai kotoran berkuman menempel padanya, maka dia menjadi luka yang kian sulit disembuhkan."
°
"Begitupun luka batin. Bila kau tidak menjaga kebersihan hatimu dari berbagai pikiran yang kotor oleh kegelapan ego negatif, apalagi mengijinkan berbagai virus bisikan org2 sekitar yg jahat memasuki batinmu, niscaya kian sulitlah ia tersembuhkan."
°
"Rasa sakit hati menghadirkan kemarahan, kemarahan menumbuhkan kebencian, kebencian menciptakan dendam, dan dendam akan memelihara rasa sakit itu di dalam."
°
MA'AFKAN APA YG TIDAK BISA KAU LUPAKAN, DAN...
LUPAKAN APA YG TAK BISA KAU MA'AFKAN.
°
Keikhlasan menerima dan melepas rasa sakit, memudahkan kesembuhan batin yang terluka, Anakku."
°
Tetaplah menjadi Baik sampai Akhir.

Sabbe satta bhavantu sukhitata...
Semoga bermanfaat 🙏

Selasa, 12 Januari 2016

Ini tulisan yg sangat bagus. 
Saya tidak bosan-bosannya membaca :

Anak anak yang dididik dalam keluarga yang penuh kesantunan, etika tata krama & sikap kesederhanaan akan tumbuh menjadi anak anak yang tangguh, disenangi & disegani banyak orang.
Mereka tahu aturan makan table manner di restoran mewah.
Tapi tidak canggung makan di warteg kaki lima.
Mereka sanggup beli barang-barang mewah.
Tapi tahu mana yang keinginan dan kebutuhan.
Mereka biasa pergi naik pesawat antar kota.
Tapi santai saja saat harus naik angkot kemana-mana.
Mereka berbicara formal saat bertemu orang berpendidikan.
Tapi mampu berbicara santai bertemu orang jalanan.
Mereka berbicara visioner saat bertemu rekan kerja.
Tapi mampu bercanda lepas bertemu teman sekolah.
Mereka tidak norak saat bertemu orang kaya.
Tapi juga tidak merendahkan orang yg lebih miskin darinya.

Mereka mampu membeli barang-barang bergengsi.
Tapi sadar kalau yang membuat dirinya bergengsi adalah kualitas & kapasitas
dirinya, bukan dari barang yang dikenakan.
Mereka punya..
Tapi tidak teriak kemana -mana.
Kerendahan hati yang membuat orang lain menghargai dan menghormati dirinya.

Jangan didik anak dari kecil dengan penuh kemanjaan, apalagi sampai melupakan kesantunan & etika tata krama.

Hal hal sederhana tentang kesantunan seperti : Pamit saat pergi dari rumah, permisi saat masuk ke rumah temen (karena ternyata banyak orang masuk ke rumah orang tidak punya sopan santun, tidak menyapa orang orang yang ada di rumah itu), kembalikan pinjaman uang sekecil apapun, berani minta maaf saat ada kesalahan & tahu berterima kasih jika dibantu sekecil apapun. Kelihatannya sederhana, tapi orang yang tidak punya attitude itu tidak akan mampu melakukannya.

Bersyukurlah, bukan karena kita terlahir di keluarga yang kaya atau cukup.

Bersyukurlah kalau kita terlahir di keluarga yang mengajarkan kita kesantunan, etika tata krama & kesederhanaan.

Karena ini jauh lebih mahal dari pada sekedar uang. 🏼

Senin, 11 Januari 2016


Pelajaran Dalam Hidup

Hidup memang tidak mungkin terlepas dari Kesulitan Hidup
Sang Buddha pun pernah mengatakan bahwa hidup adalah :
Rangkaian dari Perbuatan Baik dan Buruk yang sudah kita lakukan, sejak masa lampau hingga saat sekarang.
Sejak lahir di dunia sampai saat ini, kita sudah menghadapi banyak kejadian, ada yang menyenangkan dan ada yang menyusahkan hati.

Nasib orang pun berbeda-beda, bahkan nasib dua orang anak kembar pun berbeda, inilah yang dikatakan sebagai Karma.
Setiap orang memiliki Karma masing-masing yang sudah ada dalam dirinya sejak beribu-ribu bahkan berkalpa-kalpa waktu yang lalu.
Sebagai orang yang percaya dengan ajaran Sang Buddha, sudah seharusnya menyadari hal ini, bahwa setiap orang memiliki Nasib dan Karma yang berbeda-beda.

Setelah menyadari adanya perbedaan Karma pada masing-masing orang, maka tidaklah mengherankan mengapa keadaan hidup kita tidak ada yang mutlak sama.

Ada yang lahir di keluarga kaya, miskin, ada yang lahir dalam keluarga pemarah, dan ada yang lahir dalam keadaan negara yang kacau balau, dan penuh dengan kebencian di antara orang-orang sekitarnya.

Dalam hidup ini kita tidak dapat lari dari Karma kita sendiri, karena Karma itu akan terus ada dalam diri kita sampai kapan pun juga, kecuali jika kita mau merubah Karma Buruk itu menjadi Karma Baik dan jika kita mau / berani untuk merubah kecenderungan sifat kita yang buruk.

Kita bisa merubah kesulitan yang ada sebagai obat yang dapat menyembuhkan, asalkan kita mau / berani menghadapi dan menyadari kesesatan jiwa kita, untuk kemudian berjuang merubahnya.
Setiap orang memiliki kecenderungan jiwa masing-masing, ada orang yang sejak kecil tidak pernah merasa puas dan selalu serakah, ada orang yang sejak kecil selalu memikirkan kepentingan orang lain, dan ada juga orang yang memiliki kecenderungan untuk marah setiap saat.

Kecenderungan jiwa setiap orang bisa dilihat dari caranya menerima masalah, caranya menghadapi masalah dan juga caranya memandang hidup.

Kecenderungan jiwa orang yang serakah adalah hanya memikirkan dirinya sendiri, demi kepuasannya sendiri, tanpa memikirkan orang lain, baginya hidup adalah untuk kesenangan pribadi dan orang lain adalah sarana untuk memenuhi kesenangannya.

Sebagai seorang yang percaya dengan ajaran Buddha, kita selalu dianjurkan untuk welas asih dan memikirkan kesulitan orang lain.

Istilah Maitri Karuna dalam ajaran Buddha (Mencabut penderitaan orang lain dan memberikan Kebahagiaan), pada dasarnya menjadi pegangan kita untuk bersikap dalam hidup ini.
Buddha tidak pernah berhenti memikirkan orang lain, sekalipun Buddha sedang mengalami kesulitan.
Sekarang coba kita ingat kembali bagaimana sikap kita selama ini, pada umumnya kita seringkali merasa hidup kita yang paling sulit, hidup rasanya sangat berat dan kita tidak henti-hentinya memikirkan kesulitan diri sendiri.

Padahal jika kita melihat sekeliling kita, masih banyak yang lebih sulit, bukankah itu menandakan kalau hidup kita masih sangat berarti, masih banyak orang lain yang perlu kita tolong dan kita berikan kebahagiaan.

Dalam ilmu Psikologi, juga ada satu teori yang membahas cara-cara menghadapi kesulitan yang rentan dengan stress bagi jiwa, yaitu :
Jika kita ingin mengurangi beban dalam jiwa, baik itu kesulitan ekonomi, masalah sekolah, putus pacar, dan sebagainya, ada baiknya jika kita berhenti sejenak memikirkan tentang kesulitan kita.
Kemudian kita mencoba menyadari kesulitan apa saja sebenarnya yang sedang kita alami, dan mencoba melihat kesulitan orang lain, baik yang kita kenal maupun tidak.

Dengan mencoba bersikap realistis dan sadar bahwa di dunia kita tidak sendiri dan bukan kita saja yang mengalami kesulitan, beban akan sedikit berkurang dan kesulitan dapat kita hadapi dengan tenang.

Selain itu ada juga penelitian seorang psikolog Amerika yang menemukan bahwa :
Kesulitan hidup akan terasa tidak berat lagi ketika kita berusaha untuk membantu orang lain yang sedang mengalami kesulitan.

Teori memang tidak semudah praktek pada kenyataannya, tetapi apa salahnya jika kita mulai berani untuk menghadapi kenyataan hidup, kenyataan bahwa hidup itu memang tidak mungkin terlepas dari kesulitan.

Kesulitan itu muncul ketika kita tidak bisa menerima kenyataan yang terjadi dengan kenyataan yang kita inginkan.
Jadi, jangan takut untuk menjalani hidup ini meskipun kesulitan terus menerjang kita.

Namaste Sotthi Hontu...
Salam Sejahtera dan Selamat Pagi...
Semoga Bermanfaat...
Semoga Semua Makhluk Berbahagia...
Sadhu... Sadhu... Sadhu...


Bodhisattva takut akan sebab,
makhluk awam takut akan akibat.

Makhluk awam tahunya
cuma takut pada akibat perbuatan buruk,
tidak memahami bahwa akibat itu muncul dari sebab,

sehari-harinya tidak menjaga perbuatannya,
hanya mengejar kenikmatan sesaat,
padahal kenikmatan itu adalah sumber penderitaan.

Sementara Bodhisattva berbeda,
senantiasa mengendalikan diri, mawas diri tidak menanam sebab perbuatan buruk,
kalau tidak ada sebab yang buruk,
dari mana datangnya akibat yang buruk?
Kalau ada akibat buruk,
itu pasti berasal dari sebab buruk di masa lampau,
karena merupakan benih masa lalu, maka harus menuai akibatnya di masa kini,

sebab itu,
ketika akibat karma buruk itu datang,

maka diterima dengan lapang dada tanpa sedikitpun rasa takut,

inilah yang dinamakan mamahami dalil sebab akibat.


Saya SUSAH tapi ada yang LEBIH SUSAH dari saya,
Saya MENDERITA tapi ada yang LEBIH MENDERITA dari saya,

Saya SEDIH tapi ada yang LEBIH SEDIH dari saya,
Saya SAKIT tapi ada yang LEBIH SAKIT dari saya,

Rupanya saya lebih SENANG dari MEREKA.
Rupanya saya lebih BAHAGIA dari MEREKA.

Rupanya saya lebih GEMBIRA dari MEREKA.
Rupanya saya lebih SEHAT dari MEREKA.

Cukup dan kurang bagaikan dua sisi mata uang yang ada didalam kehidupan kita.

Puas dan bahagia serta kecewa dan marah adalah variasi sebuah kehidupan.

Ini semua berasal dari dalam hati yang diterjemahkan oleh emosi kita...
-
Kesuksesan atau kegagalan merupakan bagaimana cara kita hidup dan bagaimana pola kita berpikir..bukan sekedar kelebihan atau kekurangan seseorang.

Minggu, 10 Januari 2016


➤ Melihat secara seimbang ...

Sering kita bertanya pada diri kita sendiri:
Kenapa kita harus mengalami kesulitan
sementara orang lain bisa senang? -

Kenapa kita harus bekerja keras sampai harus lembur
sementara orang lain sudah pulang ke rumah? -

Kenapa kita selalu menjadi karyawan
sementara orang lain bisa jadi usahawan sukses? -

Kenapa kita harus berhujan-hujan naik angkutan umum
sementara orang lain merasa nyaman di kendaraan pribadinya? - ☞ Tapi pernahkah kita bertanya:
Adakah orang lain yang lebih susah daripada kita
malah tidak pernah tahu apa yg namanya senang ?
-

Adakah orang lain yang tidak punya pekerjaan sama sekali
sampai rela bekerja apapun ?
-

Adakah orang yang bahkan untuk naik angkutan umum saja
tidak mampu bayar ?
-

Kenapa kita selalu melihat ke atas,
dan tidak pernah melihat ke bawah?

Kenapa kita selalu komplain, tapi tidak pernah bersyukur?

Jawabannya tidak ada di buku mana pun,
tidak ada di siapa pun, tapi di hati kita sendiri…
-
Bersyukurlah selagi mampu bersyukur….
-
sebelum segalanya terlambat dan diambil darimu.

Sebelum mata terpejam, sebelum terlelap dalam tidur,
sebelum terlena dalam mimpi, ucapkanlah rasa syukur
atas berkat dan nikmat yang telah kita dapati hari ini.

Ungkapan rasa syukur dari lubuk hati terdalam adalah sumber daripada kebahagiaan.

Jumat, 08 Januari 2016


Lahir menjadi Binatang, makhluk setan dan di alam menderita
Sangatlah mudah.

Namun bisa lahir jadi manusia dan dapat memahami kebenaran.
Butuh kebajikan yang sangat besar dan peluangnya sangatlah kecil.

Semoga kita yang sudah lahir jadi manusia dapat mengisi hari hari kita dengan aneka macam kebajikan.

Karena hanya manusia berpeluang memburukkan dirinya
Dan juga mengangkat dirinya setinggi tingginya.
Semakin kita
lebih sering untuk
memeriksa pikiran kita,

semakin mudah
untuk kita mencari solusi
untuk masalah apa pun
yang mungkin kita hadapi,

dan semakin mudah
kita menyadari bahwa apapun
yang kita alami seperti keterikatan,

kebencian, stres, kecemasan,
ketakutan, atau kerinduan hanyalah
sebuah rekayasa dari pikiran kita sendiri.

Kamis, 07 Januari 2016


Berbakti bukan pasrah ...


Umat Buddha selayaknya meletakkan baktinya pada Dhamma dengan tidak pasrah pada nasib dan takdir.

Dalam Dhamma nasib dan takdir adalah kamma sebagai penentu dari diri sendiri.

Karena Buddha bukanlah pencipta yang dapat menghukum siswanya yang salah, ataupun juru selamat yang dapat menolong umatnya dari berbuat buruk.

Buddha adalah Guru yang mendidik siswanya untuk belajar bertanggung jawab atas perbuatannya dan mendidik agar mandiri, tidak manja. 
Buddha telah meninggalkan ajaran Dhamma yang dapat menuntun kita keluar dari samsara dengan semangat melaksanakan moralitas,

mengembangkan meditasi, malu berbuat jahat,
takut akan akibat dari keburukan. 
Dengan demikian, maka pengetahuan Dhamma akan muncul, keyakinan akan meningkat, serta kebijaksanaan 
pun akan muncul. 
Sehingga umat Buddha tidak lagi menjadi peminta berkah, melainkan pelaksana Dhamma.

Marilah kita berlatih dalam Dhamma sehingga pada akhirnya
kita semua dapat merealisasi pencapaian Nibbāna 
dengan dasar pengetahuan kebijaksanaan.

Sadhu sadhu sadhu _/|\_


  • Hukum Ketidakkekalan ...


  • Buddha selalu mengingatkan para pendengarnya bahwa segala sesuatu adalah tidak tetap/permanen, termasuk kehidupan. Segala sesuatu selalu berubah. Beliau selalu mengajak pengikutnya untuk mengamati dan bermeditasi sehingga mereka dapat mengenali ketidakkekalan itu sebagai pengalaman awal.

    Mari kita mencoba beberapa pengamatan. Dari manusia hingga materi dunia, tidak ada satu pun yang tidak berubah. Di dalam tubuh manusia, sel-sel membelah, tumbuh dan mati secara terus-menerus. 
    Melalui berbagai proses, sel-sel mentransformasikan sebuah sel telur dan sebuah sel sperma menjadi seorang bayi yang lucu, seorang bayi menjadi remaja; seorang remaja menjadi seorang perempuan muda yang cantik; seorang perempuan muda menjadi seorang istri yang lembut dan seorang Ibu yang menawan hati; kemudian, semua karakteristik kecantikan dari suatu kehidupan yang energik dengan cepat akan memudar dan digantikan oleh sesosok manusia yang rapuh dan tidak cantik menunggu saat-saat kematian tiba. 
    Sungguh menyedihkan dan sesaat hidup ini! Bahkan di Amerika, walaupun perkembangan obat-obatan dan teknologi dapat memperpanjang kehidupan menjadi lebih dari 100 tahun, manusia tidak dapat tetap kuat dan terbebas dari penyakit. Semua orang yang tua ingin berlalu dari tahun-tahun mereka yang sudah tidak produktif. Demikianlah Hukum Ketidakkekalan ini berlaku untuk semua makhluk. Tidak ada yang dapat lepas dari hukum ini karena hukum ini adalah kebenaran yang mutlak.

    Atau, lihatlah sebuah mobil keluaran terbaru. Tidak peduli betapa pun perawatan Anda pada mobil Anda, setelah tiga sampai lima tahun, mobil tersebut akan menunjukkan tanda-tanda kekusaman dan kerusakan. Akhirnya, mobil tersebut akan menjadi rongsokan.

    Dan lihatlah pada segala jenis hubungan. Tidak ada satu pun yang akan bertahan selamanya. Seiring berjalannya waktu, tetangga kita akan pindah, persahabatan musnah, bahkan pertalian keluarga akan meregang dan begitu juga hubungan perkawinan yang saling mencintai.


  • Kita menderita karena kita tidak mengerti ataupun mengakui keberadaan hukum itu. Kita berharap untuk awet muda, terhindar dari kesakitan dan kematian. Kita mengeluh ketika kita sakit dan takut ketika kematian datang mendekat.

    Atau, kita ingin selalu menjadi kaya, menjalani hidup dalam kenyamanan dan kepuasan, memiliki keluarga yang bahagia dengan seorang suami yang tampan atau istri yang cantik dan anak-anak yang pintar. Kita takut pada kesengsaraan dan perubahan apa pun.

    Dengan alasan itu, beberapa dari kita datang ke hadapan Buddha, bukan untuk mendapatkan kebenaran dalam ajarannya melainkan meminta agar Buddha mengabulkan apa yang kita inginkan. Tidak heran jika banyak orang menjadi lebih serakah dan sengsara, meskipun kenyataannya mereka sering mengunjungi wihara.

    Sebaiknya kita memahami dan mengenali Hukum Ketidakkekalan, kita dapat mengubah perspektif kita terhadap kehidupan. Kita akan menerima kehidupan apa adanya, tidak peduli perubahan atau kesengsaraan apa pun yang kita hadapi. Itulah ajaran Buddha. 
    Kita akan berani dan bijaksana dalam segala situasi dan lebih simpati terhadap orang lain. Kita tidak akan pernah lagi menangis ketika menghadapi suatu kecelakaan, kesakitan, atau bahkan kematian.

  • Penderitaan Ekstra ...
    Ada dua macam penderitaan. 
    Yang pertama adalah penderitaan alami, 
    yang semua orang terkena. 
    Apakah penderitaan alami itu? -
    Saya akan memberi contoh: Sembilan bulan sepuluh hari kita duduk di dalam perut ibu, itulah penderitaan; lahir, terkena udara dingin, menangis, itulah penderitaan; penyakit yang bermacam-macam, itulah penderitaan; umur lanjut, badan menjadi lemah sekali, semangat menurun, itulah penderitaan; lalu akhirnya mati. °

    Semua itu penderitaan alami.
    Siapa yang bisa menghindarinya?
    °

    Tetapi, ada penderitaan yang nomor dua. 
    Ini penderitaan ekstra. °

    Siapa yang memberikan penderitaan ekstra? °

    Yang memberikan penderitaan ekstra,
    yang membuat penderitaan ekstra itu adalah: diri kita sendiri. 
    Keinginan tidak tercapai, menderita.
    °

    Apalagi kemudian cari pasangan, yang sudah diincar, terutama yang muda-muda, meleset, menderita, amat menderita, seolah-olah habislah dunia ini, lalu ingin bunuh diri. Inilah penderitaan ekstra yang dibuat sendiri. Tetapi, akhirnya dapat istri yang cocok, cantik, setia, bahagia. Lima tahun kemudian bosan. Cari yang lain dengan diam-diam. Dapat, bahagia, lalu diketahui sang istri, penderitaan luar biasa. Apakah semua ini bukan penderitaan ekstra?
    °

    Menghadapi penderitaan alami seringkali kita merasa tidak mampu.
    Mengapa harus membuat penderitaan ekstra lagi? °

    Bila tertarik dengan keinginan yang bermacam-macam sampai bisa menimbulkan penderitaan ekstra, itu karena ulah “provokator”. °

    Siapakah yang menjadi provokator? Dimanakah provokatornya? °

    Provokator itu persis berada di dalam diri kita sendiri.
    Mata melihat yang bagus, timbul senang, itu wajar. Tidak ada masalah! Masalah timbul kalau ada provokator. °

    Apa pekerjaannya provokator? Ngipas-ngipas, merayu-rayu, “Itu bagus, kalau kamu punya kan bagus. Kamu kan bisa senang terus.” itulah provokator yang di sebut nafsu keserakahan. °

    Kalau provokatornya makin gencar, “Apa saja lakukanlah, pokoknya yang bagus itu milikmu.” Itulah pekerjaan provokator.

  • hw4ngs4n71Mata melihat sesuatu, ada keserakahan, lalu timbullah keinginan untuk “lagi-lagi-lagi…”. Telinga, hidung, lidah, tangan kita, kontak dengan yang menimbulkan kenikmatan, provokator ngipasi, “Lagi, lagi, lagi, enak kan.” -
    Keinginan untuk “lagi-lagi-lagi.” itu kalau kita ikuti terus akan menjadi ketagihan atau kemelekatan, akibatnya adalah penderitaan ekstra.
    -
    ( Bhikkhu Sri Pannyavaro Mahathera )

➤ Tujuan Berdana Bukan untuk Mendapatkan Pahala ...
-
Tujuan berdana bagi umat Buddha bukan untuk mendapatkan pahala, akan tetapi untuk membersihkan kilesa atau kekotoran dalam batin kita, keserakahan, dan kebencian.
Karena pada saat kita berdana tidak mungkin muncul kebencian, pada saat kita memberi tidak akan muncul keserakahan.

Memberi dan membenci tidak akan muncul secara bersamaan.
Oleh sebab itu, kalau kita memberi dengan benar, keakuan dan keserakahan akan berkurang.
° ➤ Kekayaan
-
Kekayaan yang pertama menurut Guru Agung kita Buddha Gotama adalah kekayaan keyakinan.

Kalau tidak dilandasi dengan keyakinan, seseorang belajar Dhamma hanya untuk mengetahui, bukan untuk mempraktikkan.
Keyakinan kepada Buddha Dhamma dan Sangha itulak kekayaan yang pertama.

Tetapi, tidak ada nilainya kalau hanya yakin. Memang benar keyakinan membuat kita bersujud, keyakinan membuat kita bernamaskara meletakkan tubuh kita di lantai, keyakinan menuntut kita berbakti, tetapi itu tidak cukup.

Anda juga harus mengerti dengan benar Buddha, Dhamma dan Sangha supaya keyakinan Anda bukan hanya sekadar formalitas, hiburan spiritual. Belajar untuk mengerti dengan benar, dengan jelas, siapa yang kita yakini inilah kekayaan yang kedua.

Belajar itulah yang membuat kita mengerti manfaat dari praktik Dhamma, dan memberi adalah praktik Dhamma yang paling awal. Kalau Anda berkecukupan materi tetapi untuk memberi sulit, sangat berhitung, kikir, maka dia belum kaya. Dia takut memberi karena menginginkan lagi dan lagi, memberi itu adalah kekayaan yang ketiga.

Dan kekayaan yang keempat adalah mempunyai pengendalian diri atau kekayaan sila. Dana memang mulia tetapi mempunyai pengendalian diri lebih terpuji.

Contoh : Ada seseorang yang suka memberi, suka menolong, tidak kikir dalam bahasa daerah dikatakan lomo. Kalau suka menolong, suka memberi tetapi juga suka membunuh, orang ini tidak miskin dan tidak kekurangan, tetapi hidupnya dalam bahaya, hidupnya sering diancam. Mungkin dia punya sakit tidak bisa disembuhkan atau umurnya tidak panjang.

Contoh lain, Anda suka memberi, suka menolong, tetapi Anda mencuri, Anda korupsi, maka hidup Anda tidak akan tenang juga. Bisa saja Anda masuk penjara. Oleh sebab itu sangat baik apabila orang suka memberi, suka menolong, tidak kikir, tapi juga menghindari pembunuhan, tidak mencuri, menjaga baik keluarga, tidak berbohong, dan juga tidak mabuk-mabukan.

Tarikan untuk melanggar sila memang sulit untuk dihindari karena kadang-kadang membawa kenikmatan. Oleh sebab itu Buddha memberikan dua tips untuk menghindari godaan itu. “Malu berbuat jahat dan takut akan akibat perbuatan jahat. Inilah kekayaan yang kelima dan enam."
-
Mempunyai kebijaksanaan adalah kekayaan ketujuh. Mempunyai kebijaksanaan artinya mengetahui sifat universal dari segala sesuatu yaitu tidak kekal (anicca), penderitaan (dukkha), dan tanpa inti yang kekal (anatta). Anicca, dukkha dan anata bukan hanya sebatas ajaran filosofi, namun juga mempunyai aspek psikologis, mempunyai aspek ke dalam diri seseorang.

Semua persoalan di dunia ini tidak kekal. Ketidakkekalan itulah yang membuat kita bertahan, itulah dampak psikologis mengerti anicca dalam diri kita. Sedangkan dukkha, jangan membuat orang lain mengalami dukkha dan jangan membuat diri Anda menderita, inilah manfaat kita mengerti dukkha.
-
“Anatta, semua tidak ada inti yang kekal. Apakah arti penting anatta kepada diri kita? Buang semua keakuan, aku sudah berjasa, aku sudah punya pengetahuan lebih, aku sudah jujur, aku sudah menolong, aku sudah berbuat tanpa pamrih, buang semua itu. Mengapa? Karena keakuan adalah kekotoran batin yang terbesar. Jangan remehkan keakuan, keakuan melahirkan keserakahan, keakuan melahirkan kebencian,” -
“Pria maupun wanita, wanita atau pria yang mempunyai tujuh kekayaan itu, aku menyatakan dia tidak miskin, hidupnya tidak akan pernah sia-sia.”

(Kutipan kata-kata Buddha) -
( Bhikkhu Sri Pannyavaro Mahathera )

Sang Buddha bersabda "Sabbe sankhara anicca": semua benda yang terbuat dari benda-benda lain yang
mendahuluinya, adalah berakhir dengan ketidakkekalan.

Beliau bersabda: "Sabbe sankhara dukkha": semua kondisi adalah bentuk dari penderitaan
dan ketidakpuasan.

Tak ada suatu apapun sebagai kebahagiaan yang abadi,
tetapi terdapat penderitaan di dalam hidup ini.

Bila kita merasa sakit pada kaki kiri, kita mengubah posisi kita,
sehingga kaki kanan yang menggantikannya.

Bila kita duduk, mula-mula kita duduk dengan tegak,
tetapi tidak berapa lama kita mulai terkulai/melengkung.

Ketika kita menyadarinya, kita menegakkan lagi badan kita,
tetapi tak lama kemudian kita terkulai lagi.

Suatu hari kita akan terkulai/merosot turun dan tak mampu lagi
menegakkan diri kita.

Kematian pun semakin mendekat.
Apakah batin kita sudah siap menerima hal itu?
Apakah kita pernah memikirkan bahwa suatu hari kita akan mati?

Suatu hari kita harus meninggalkan anak-anak tercinta kita,
istri atau suami kita, dan sahabat-sahabat kita.

Jika kita memiliki Dhamma sebagai tempat berpegang dan
menjadi pelindung kita, yakni perbuatan-perbuatan baik,
kedamaian, ketenangan, dan kebebasan dari noda-noda,
maka kita tidak akan cemas ketika kita pergi/mati.

Kita akan pergi dengan damai dan puas, karena kita selalu
melakukan perbuatan baik dengan cinta kasih, dan itu akan
memberikan kita kebijaksanaan untuk melewati penderitaan.

Kita akan bahagia sewaktu masih hidup, dan akan bahagia
serta siap ketika kita akan mati.

Jadi, perbuatan-perbuatan baik (kusala-kamma)
memberikan kita kebahagiaan yang kekal/abadi.
-
( Phra Ajahn Yantra Amaro )


Raja Rusa Banyan
(Cinta Kasih)

Dahulu kala, seekor rusa yang lain daripada yang lain dan cantik, terlahir di sebuah hutan di dekat Benares, di Utara India. Meskipun ia terlahir sebesar anak kuda, tidaklah sulit bagi induknya untuk melahirkannya. Ketika bayi rusa tersebut membuka matanya, mata itu bersinar bak permata. Mulutnya semerah buah beri hutan yang merekah. Hidungnya sehitam batu bara yang basah. Tanduk mungilnya berkilat bagaikan perak. Dan warna tubuhnya keemasan, seperti senja di musim panas. Setelah ia dewasa, sekelompok 500 rusa berkkumpul bersamanya, dan ia kemudian dikenal sebagai Raja Rusa Banyan.

Sementara itu, tidak jauh dari situ, seekor rusa cantik lainnya terlahir, dengan warna seindah emas. Pada saatnya, 500 kelompok rusa yang lain datang dan mengikutinya, dan ia kemudian dikenal dengan nama Rusa Cabang.

Raja Benares pada waktu itu, suka sekali makan daging rusa. Jadi beliau dengan teratur berburu dan membunuh rusa. Setiap hari beliau berburu, beliau pasti berburu di desa yang berbeda dan menyuruh orang-orang untuk melayaninya. Mereka harus berhenti melakukan apapun yang sedang mereka lakukan, baik sedang membajak atau menuai atau apapun, dan bekerja dalam pesat perburuan Sang Raja.

kehidupan masyarakat tersebut menjadi kacau. Mereka hanya dapat menanam sedikit padi, dan pekerjaan dagang yang lainpun turut berbengkalai. Jadi mereka berkumpul bersama dan memutuskan untuk membangun sebuah lapangan rusa bagi Sang Raja, di Benares. Di sana beliau dapat berburu sendiri, tanpa harus meminta pelayanan dari masyarakat.

Jadi orang-orang tersebut membangun taman rusa. Mereka membuat danau sehungga rusa-rusa tersebut dapat minum dari sana, dan menanam pepohonan serta rerumputan sebagai makanan mereka. Ketika taman tersebut telah siap, mereka membuka pintunya dan pergi menuju hutan terdekat. Mereka mengepung Rusa Banyan dan Rusa Cabang. Kemudian dengan tongkat dan senjata serta musik yang ribut, mereka menggiring rusa-rusa tersebut menuju ke taman yang tersedia, dan mengunci pintunya.

Setelah rusa-rusa tersebut terperangkap, orang-orang tersebut datang menemui sang Raja, dan berkata, "Padi serta perdagangan kami telah rusak kerena kebutuhan pemburuan Anda. Sekarang kami telah membuat taman rusa yang menyenangkan, dimana Anda dapat berburu sendiri semau Anda. Dengan tidak membutuhkan bantuan dari kami, Anda dapat menikmati perburuan dan memakan hasilnya."

Lalu Raja pergi ke teman rusa yang baru tersebut. Di sana beliau merasa sangan senang melihat begitu banyak rusa yang ada. Sembari memandang, mata beliau terpaku pada dua ekor rusa emas yang sangat indah dan tanduknya yang telah berkembang penuh. Karena beliau mengagumi kecantikan yang tak biasa itu, beliau memberikan perlindungan hanya kepada 2 rusa tersebut. Beliau memerintahkan agar kedua rusa tersebut benar-benar aman. Tidak ada seorang pun yang boleh melukai atau membunuh mereka.

Sekali sehari Raja akan datang, dan membunuh satu rusa untuk menu makan malam beliau. Terkadang, ketika beliau sedang sibuk juru masak istana yang akan melakukan hal ini. Tubuh rusa kemudian akan dibawa ke papan pemotonga untuk kemduain dipenggal dan dimasak.

Setiap kali rusa-rusa tersebut melihat panah dan busur, mereka menjadi panik, gemetar memikirkan keselamatan mereka. Mereka berlari dengan liar, sebagian menjadi terluka dan sebagain terjatuh, banyak yang mengalami penderitaan.

Suatu ari Raja Rusa Banyan mengumpulkan kelompoknya. Ia memangil Rusa Cabang; dan dua kelompok besar rusa tersebut berkumpul bersama mengadakan rapat. Raja Rusa Banyan berkata kepada mereka, "Meskipun pada akhirnya tidak akan ada jalan untuk menghindar dari kematian, tetapi penderitaan sia-sia yang disebabkan oleh luka dan goresan karena ketakutan ini dapat dihindarkan. Karena raja hanya menginginkan satu rusa setiap harinya, biarlah satu diantara kalian terpilih setiap harinya dan menyerahkan dirinya untuk dibunuh. Hari ini dari kelompokku, dan hari yang berikutnya dari kelompok Rusa Cabang, sehingga korban yang jatuh hanya satu tiap hari".

Rusa Cabang menyetujui hal itu. Mulai saat itu, bagi yang gilirannya tiba, dengan sedih menyiapkan dirinya untuk dibunuh. Juru masak itu dapat setiap hari, dan dengan mudah membunuh korban yang telah menunggu, dan menyiapkan sebagian hidangan.

Suatu hari, tiba giliran bagi seekor rusa betina yang sedang mengandung dari kumpulan Rusa Cabang. Dengan memperhatikan nasib teman-teman yang lain dan juga anak yang sedang dikandung, rusa itu menghadap kepada Rusa Cabang dan berkata, "Tuanku, saya sedang mengandung. Tolonglah perbolehkan saya terus hidup sampai saya melahirkan anakku. Setelah itu kami akan mengisi, dan karena itu satu nyawa akan hidup lebih lama satu hari lagi".

Rusa Cabang menjawab, "Tidak, tidak bisa, aku tidak bisa mengubah urutan yang telah disetujui. Kehamilan itu adalah urusanmu, anak itu juga menjadi tanggung jawabmu. Sekarang tinggalkan aku".

Gagal memohon pada Rusa Cabang, ibu rusa iut datang menemui Raja Rusa Banyan, dan menjelaskan permohonannya. Ia menjawab dengan lembut, "pergilah dalam damai. Aku akan mengubah peraturan dalam keadaan darurat dan menggantikan giliranmu".

Maka Raja Rusa itu datang menuju tempat pemotongan, dan menempelkan leher keemasannya itu pada papan pemotongan.

Keheningan terjadi di taman rusa tersebut. Dan bahkan beberapa orang yang menceritakan cerita ini mengatakan bahwa keheningan juga terjadi di dunia lain yang tidak terlihat.

Segera juru masak istana datang untuk membunuh rusa yang telah menyediakan diri. Tetapi ketika ia melihat bahwa rusa yang berada di situ adalah salah satu rusa yang harus dilindungi, ia takut untuk menyembelihnya. Jadi ia pergi dan menemui Raja Benares.

Raja sangat terkejut, jadi beliau pergi menuju ke taman. Ia berkata kepada rusa keemasan itu, yang masih juga menggeletak di papan pemotongan, "Oh, Raja Rusa, bukankah aku telah berjanji akan mengampuni nyawamu? Apa alasanmu datang kemari seperti rusa-rusa yang lain?"

Raja Rusa Banyan menjawab, "Oh Raja para manusia, pada saat itu seekor rusa yang sedang mengandung sedang sial karena sebenarnya saat itu adalah gilirannya untuk mati. ia memohon padaku untuk mengampuni nyawanya, demi yang lain dan juga demi janin yang sedang dikandungnya. Aku tidak dapat berbuat apapun kecuali merasakan bagaimana jikalau aku yang jadi dia, aku dapat merasakan penderitaannya. Aku tidak bisa menahan kesedihanku, ketika berpikir bahwa bayi tersebut tidak akan pernah dapat melihat fajar, tidak akan pernah merasakan embun. Akan tetapi, akit tidak dapat memaksakan kematian pada yang lain, yang telah merasa lega karena hari ini bukanlah giliran mereka. Jadi, Raja yang perkasa, aku akan menawarkan nyawaku demi ibu rusa dan bayinya yang belum lahir itu. Yakinkanlah tidak ada alasan lain".

Raja Benares itu terkagum-kagum. Meskipun begitu kuat ia tidak dapat menahan air matanya bergulir di pipinya. kemudian ia berkata "Oh, tuan yang agung, Raja Rusa keemasan, bahkan di antara manusia aku belum pernah melihat seseorang seperti Anda! Begitu besar kasih Anda, membagi penderitaan dengan yang lain! Begitu murah hati, memberikan nyawa Anda bagi orang lain! Betul-betul merupakan suatu kebaikan dan cinta yang lembut bagi semua rusa kempulanmu! Bangunlah. Aku menyatakan bahwa engkau tidak akan pernah dibunuh baik olehku maupun oleh orang lain dalam kerajaanku. Demikian juga dengan ibu rusa dan bayinya tersebut".

Tanpa memindahkan kepalanya, rusa keemasan ini berkata, "Apakah hanya kami yang akan diselamatkan? Bagaimana dengan rusa-rusa yang lain di taman, teman dan saudara-saudara kami?" Raja berkata, "Tuanku, aku tidak dapat menolakmu, aku memberikan jaminan keselamatan bagi seluruh rusa yang ada di taman". "Dan bagaimana dengan rusa-rsau yang ada di luar taman, akankah mereka dibunuh?" tanya Banyan. "Tidak tuanku, aku mengampuni semua rusa yang ada diseluruh penjuru kerajaanku".

Tetapi rusa keemasan itu belum juga menegakkan kepalanya. Ia memohon, "Jadi rusa-rusa itu akan selamat, tetapi bagaimana dengan binatang berkaku empat yang lain?" "Tuanku, mulai sekarang mereka semua aman di kerajaanku". "Bagaimana dengan burung-burung? mereka juga ingin hidup". "Ya, tuanku, burung-burung juga akan selamat dari pembunuhan yang dilakukan manusia". "Dan bagaimana dengan ikan-ikan yang hidup di air?" "Bahkan ikan-ikan itu bebas untuk hidup". Dengan berkata demikian, Raja Benares memberikan perlindungan dari perburuan dan pembunuhan semua binatang di tanahnya.

Setelah memohon bagi kehidupan semua makhluk, makhluk hebat itu pun berdiri.

Pengajaran

Karena rasa belas kasih dan terima kasihnya, Raja Rusa Banyan - Sang Bodhisattva tersebut, mengajarkan kepada Raja Benares. beliau menasehati raja untuk melaksanakan 5 langkah latihan (sila), untuk menyucikan batinnya. Beliau menggambarkan hal tersebut dengan mengatakan, "Itu akan memberikan manfaat kepadamu, jika engkau menghentikan 5 perbuatan yang tidak berguna/ tidak baik. Perbuatan perbuatan tidak baik itu adalah:

Menghancurkan kehidupan/membunuh makhluk hidup karena ini tidak berbelas-kasih;
Mengambil apa yang tidak diberikan, karena ini bukan lah tindakan yang murah-hati;
Melakukan kesalahan dalam hal seksual, karean itu bukanlah cinta-kasih;
Berkata-kata yang salah, karena ini bukanlah Kebenaran;
Melemahkan batin sendiri dengan minum alkohol, karena ini menyebabkan pelanggaran terhadap keempat langkah pertama tadi."

Lebih jauh beliau menasehati raja untuk melakukan perbuatan perbuatan yang bermanfaat, yang akan memberikan kebahagiaan dalam kehidupan ini dan yang akan datang. Kemudian Raja Rusa serta semua rusa kembali ke hutan.

Setelah waktunya cukup, rusa yang mengandung tadi, yang selanjutnya tinggal dalam kelompok Rusa Banyan, melahirkan seekor anak rusa. Ia secantik bunga teratai yang sedang mekar, yang biasannya dipersembahkan kepada para dewa.

ketika anak rusa itu tumbuh menjadi rusa jantan muda, ia mulai bermain bersama rusa-rusa kelompok Rusa Cabang. melihat hal ini, ibunya berkata padanya, "Lebih baik mati pada kehidupan yang singkat dengan memiliki rasa belas-kasihan, daripada hidup dengan kehidupan yang lama dengan tanpa belas-kasih". Setelah itu, anaknya hidup dengan bahagia dalam kumpulan rusa Raja Rusa Banyan.

Satu-satunya yang merasa tidak bahagia, adalah para petani dan penduduk desa di kerajaan tersebut. Karena dengan diberiknya perlindungan oleh raja, rusa-rusa mulai tidak takut untuk memakan tanaman-tanaman atau hasil panen penduduk. bahkan mereka memakan sayur-sayuran dikebun di dalam desa dan kota Benares itu sendiri!

Sehingga penduduk memprotes kepada raja, dan meminta izin untuk membunuh setidak-tidaknya beberapa ekor rusa sebagai peringatan. Tetapi raja berkata, "Saya sendiri telah menjanjikan perlindungan yang sepenuhnya kepada Raja Rusa Banyan. Saya akan turun tahta sebelum saya melanggar janji saya kepadanya. Tak seorang pun boleh melukai seekor rusa pun!"

Ketika Raja Rusa Banyan mendengar hal ini, ia berkata kepada seluruh rusa, "Kalian tidak boleh memakan hasil panen yang merupakan milik orang lain". Dan ia memberi pesan kepada penduduk juga. Sebagai pengganti pagar, ia meminta kepada mereka untuk mengikat tandan-tandan daun sebagai batas tanah mereka. Hal ini mengawali kebiasaan di India untuk menandai tanah/pekarangan mereka dengan tandan/daun-daun yang diikat, yang melindungi mereka dari gangguan rusa hingga sekarang.

Raja Rusa Banyan dan Raja Benares, keduannya hidup dengan perasaan damai, hingga kemudian meninggal, dan terlahir di alam yang sesuai dengan amal perbuatannya.

PESAN YANG ADA:
Di manapun ia ditemukan, belas kasih adalah tanda dari suatu kebesaran/kemuliaan.

(Dikutip dari Buku Mutiara Dhamma X)