Translate

Sabtu, 31 Oktober 2015

Setan Di Padang Pasir
(Cara Berpikir Yang Benar)

Dahulu kala ada dua orang pedagang yang berteman. Keduanya sedang sibuk mempersiapkan diri untuk melakukan perjalanan dagang, jadi mereka harus memutuskan apakah mereka akan mengadakan perjalanan bersama atau tidak. Mereka berdua kemudian akan mengadakan perjalanan bersama atau tidak. Mereka berdua kemudian menyetujui bahwa jalan yang akan mereka tempuh akan terlalu padat apabila dilalui bersama-sama, karena tiap rombongan akan membawa 500 kereta.

Pedagang yang pertama berpikir untuk berjalan terlebih dahulu, kerana ia berpikir, "Kalau aku duluan, jalan tersebut masih mulus belum rusak karena kereta-kereta yang lain, dan juga sapi-sapiku akan bisa memilih memakan rumput yang terbaik, kami akan mendapatkan semua buah-buahan dan sayuran untuk dimakan, rombonganku akan menghargai kepemimpinanku, dan pada akhirnya aku akan mampu menawarkan harga yang tertinggi".

Pedagang yang kedua berpikir dengan hati-hati dan menyadari bahwa akan ada banyak keuntungan baginya apabila ia berangkat setelah rombongan yang pertama. Ia berpikir, "Rombongan kereta temanku akan meratakan dan memudahkan jalan yang akan kulalui sehingga kami tidak akan menemukan kesulitan, sapi-sapinya akan memakan rumput-rumput yang telah tua, dan tunas-tunas lembut yang baru akn tumbuh untuk dimakan oleh sapi-sapiku. Demikian juga, mereka akan memetik buah-buahan dan sayur-sayuran yang telah tua, dan yang segar akan tumbuh untuk membiarkan teman yang pertama untuk melakukan perjalanan terlebih dahulu. Teman tersebut akan ia telah berhasil menipu pedagang yang kedua - Jadi ia berangkat terlebih dahulu.

Pedagang yang berangkat terlebih dahulu mengalami saat yang sulit. Mereka sampai pada apa yang disebut 'Gurun Tidak Berair', yang kata orang setempat, didiami oleh setan-setan. Ketika rombongan tersebut sampai ditengah-tengah gurun tersebut, mereka bertemu dengan rombongan lain yang datang dari arah yang berlawanan. Kereta dari rombongan tersebut penuh dengan lumpur dan berair. Ada bunga lili putih dan teratai pada tangan mereka dan kereta mereka. Pemimpin rombongan tersebut, yang mempunyai tingkah sik tahu, berkata kepada pedangan tersebut, "Mengapa anda membawa beban air yang begitu berat? Dalam waktu singkat anda akan mencapai oase dengan banyak air untuk diminum dan tumbuhan untuk dimakan. Sapi anda kelelahan membawa begitu banyak beban dengan tambahan air. Jadi buang sajalah air tersebut dan dengan begitu anda berbuat baik kepada sapi-sapi tersebut!"

Meskipun telah diperingati oleh penduduk daerah itu, pedagang tersebut tidak menyadari bahwa rombongan yagn ditemuinya itu bukanlah orang biasa, tetapi setan yang sedang menyamar. Mereka bahkan berada dalam bahaya karena mungkin akan dimangsa oleh setan-setan tersebut. Merasa yakin akan saran yang diberikan, pedagang tersebut menurut dan membuang semua persediaan airnya.

Setelah mereka melanjutkan perjalanan, mereka tidak menemukan oase atau air sama sekali. Sebagian menyadari bahwa mereka telah ditipu oleh makhluk yang kemungkinan adalah setan tersebut, dan mereka mulai menggerutu dan menyalahkan pedagang tersebut. Pada akhirnya mereka kelelahan. Sapi-sapi tersebut terlalu lelah untuk menarik beban karean kehausan. Semua orang dalam rombongan serta sapi-sapi menggeletak kelelahan dan jatuh tertidur. Begitulah terjadi, malam tiba dan setan-setan itu muncul dalam bentuk aslinya dan memangsa semua makhluk lemah tersebut. Ketika mereka telah selesai, yang tertinggal berserakan hanyalah tulang-belulang - tidak ada manusia ataupun hewan yang masih hidup.

Setelah beberapa bulan, pedagang yang kedua memulai perjalanan yang melalui rute yang sama. Ketika ia telah tiba di padang belantara, ia mengumpulkan semua pengikutnya, dan menasehati mereka - "Tempat ini disebut 'Gurun Tidak Berair' dan saya telah mendengar bahwa tempat ini didiami oleh setan dan jejadian. Karena itu kita harus berhati-hati. Karena mungkin akan ada tumbuhan beracun dan air yang telah tercemar. Jangan minum air yang ada tanpa bertanya terlebih dahulu padaku". Dengan nasehat ini mereka memulai perjalanan memasuki gurun.

Setelah kira-kira setengah perjalanan, dengan cara yagn sama seperti rombongan yang pertama, mereka bertemu dengan rombongan setan yang sedang menyamar. Mereka mengatakan kepada rombongan pedagang tersebut bahwa oase telah dekat dan meminta mereka untuk membuang semua persediaan air mereka. Tetapi pedagang yang bijaksana ini dapat mengetahui mereka dengan lansung, dan tahu bahwa hal itu tidak masuk akal. Mana mungkin ada oase di gurun yang bernama 'Gurun Tanpa Air". Apabila orang-orang tersebut mempunyai mata yang melotot dan merah, serta tingkah laku yang agresif dan memaksa, jadi ia curiga bahwa mereka mungkin adalah setan. Ia menyuruh mereka untuk minggir dan berkata, "Kami adalah pedagang yang tidak akan membuang air yang baik sebelum kami tahu ada penggantinya".

Kemudian, melihat bahwa banyak pengikutnya yang menjadi ragu, pedagang itu berkata kepada anak buahnya, "Jangan percaya pada orang-orang ini, yang mungkin saja adalah setan, sampai kita benar-benar menemukan air. Oase yang mereka sebutkan mungkin hanyalah khayalan. Sudah pernahkah kita mendenga rada air di "Gurun Tan Air" ini? Apakah kalian merasa angin hujan atau melihat mendung?". Mereka semua mengatakan "Tidak". Kemudian ia meneruskan. "Jika kita mempercayai orang-orang ini dan membuang persediaan air kita, maka mungkin nantinya kita tidak akan mempunyai air untuk minum dan memasak - kemudian kita akan menjadi lemah dan haus - dan mudah bagi mereka, setan-setan itu untuk datang dan merampok kita, atau bahkan memangsa kita! Karena itu, sampai kita benar-benar menemukan air, jangan membuangnya bahkan setetespun!"

Rombongan itu meneruskan perjalanan, dan sore itu mereka sampai pada tempat di mana rombongan yang pertama dibunuh dan dimangsa oleh setan-setan tersebut. Mereka mengenali bahwa kereta-kereta yang sarat dengan muatan serta tulang-tulang yang berserakan itu adalah sisa dari rombongan yang pertama. Pedangan yang bijaksana itu memberitahu kepada beberapa orang untuk berjaga-jaga di sekitar kemah pada malam hari.

Keesokan harinya setelah sarapan, dan memberi makan sapi-sapi mereka yang baik, rombongan tersebut meneruskan perjalanan. Mereka menambahkan barang-barang berharga dari kereta rombongan yang pertama ke dalam kereta mereka. Mereka menyelesaikan perjalanan tersebut dengan aman dan sukses, dan kembali ke rumah dengan selamat pula sehingga untuk semua anggota keluarga mereka dapat menikmati keuntungan yang mereka peroleh.

Pesan Moral:
Seseorang harus selalu menjadi cukup bijaksana untuk tidak tertipu oleh perkataan yang licik dan penampilan yang palsu.
Monyet dan Buaya

Suatu ketika, seekor monyet berdiam di pinggir sungai. Dia sangat kuat dan peloncat yang hebat. Ditengah sungai ada sebuah pulau yang indah yang dipenuhi buah mangga, nangka dan banyak pohon buah-buahan yang lain. Di tengah tengah antara pulau dan pinggir sungai terdapat batu karang. Meskipun kelihatannya tak mungkin, si monyet biasanya melompat dari pinggir sungai ke batu karang kemudian dari batu karang ke pulau itu.

Dia bisa memakan buah sepanjang hari dan kemudian kembali ke rumah dengan rute yang sama setiap sore. Di dekat situ ada pasangan Pak Buaya dan Bu Buaya. Mereka sedang mengerami telur bayi buaya pertama mereka. Karena hamilnya, Bu Buaya kadang kadang menginginkan makanan yang aneh. Sehingga ia meminta hal hal yang aneh kepada suaminya yang setia. Bu Buaya sering terkagum-kagum, seperti hewan hewan lain, dengan cara si monyet melompat bolak-balik ke pulau itu. Suatu hari ia mengidam ingin makan jantung Monyet! Dia mengatakan keinginannya kepada Pak Buaya. Untuk memenuhi keinginannya, dia berjanji akan membawakan jantung monyet saat makan malam. Pak Buaya pergi dan bersandar di bawah batu karang diantara pinggir sungai dan pulau. Dia menunggu si monyet kembali sore itu untuk menangkapnya. Seperti biasanya, si Monyet menghabiskan waktunya di pulau itu. Saat akan kembali ke rumah dari pinggir sungai, dia menyadari bahwa batu karang itu kelihatan bertambah besar, kelihatan lebih tinggi dari air daripada yang pernah diingatnya. Sehingga ia curiga atas kelicikan Pak Buaya. Untuk meyakinkan hal ini, dia berteriak menghadap batu karang itu, “Halo yang disana, Tuan Karang! Apa kabar?” Dia meneriakkan kata-kata ini tiga kali. Kemudian lanjutnya, “Kamu biasanya menjawabku saat aku menanyaimu. Tetapi hari ini kau tidak mengatakan apapun. Ada apa dengan kamu, Tuan Karang?” Pak Buaya berpikir, “Tak salah lagi, pasti batu karang ini biasanya berbicara dengan monyet itu. Aku tak bisa menunggu karang bodoh ini untuk menjawab! Aku akan menjawabnya dan mengibuli monyet itu. Sehingga dia berteriak, “Aku baik-baik saja, Tuan Monyet. Apa yang kau inginkan?” si Monyet bertanya, “Siapa kamu?” Tanpa berpikir, buaya menjawab, “Aku Pak Buaya.” “Kenapa kamu bersandar disana?” tanya Tuan Monyet. Pak Buaya menjawab, “Aku akan mengambil jantungmu! Kamu tak akan bisa lari Tuan Monyet.” Monyet pintar ini berpikir,”Aha! Dia benar – tak ada jalan lain menuju pinggir sungai. Maka aku harus menipunya.” Kemudian dia berteriak dengan lantang, “Pak Buaya, sahabatku, kelihatannya kamu bisa mendapatkan aku. Aku akan memberikan jantungku. Bukalah mulutmu dan ambillah saat aku datang.”

Saat Pak Buaya membuka mulutnya, dia membukanya sebesar mungkin, sehingga matanya tertutup. Saat Tuan Monyet melihat ini, dia langsung melompat ke kepala buaya dan langsung ke pinggir sungai. Saat Pak Buaya menyadari bahwa dia telah tertipu, dia mengakui kemenangan Tuan Monyet. Seperti dalam pertandingan olahraga, dia mengakui kekalahannya. Dia berkata, “Tuan Monyet, tujuanku kepada kamu sebenarnya tidak sungguh-sungguh – aku ingin membunuh dan mengambil jantungmu hanya untuk menyenangkan hati istriku. Tetapi kamu hanya menyelamatkan diri dan tidak menyakiti siapapun. Selamat! Kemudian Pak Buaya kembali ke Bu Buaya. Awalnya Bu Buaya tak senang dengan hal ini, tetapi ketika telur bayi mereka menetas, mereka telah melupakan masalah itu.

Pesan moral :
Pecundang yang baik adalah lelaki sejati.
Kisagotami Theri
(Sang Buddha menghidupkan orang mati)



Kisagotami adalah putri seorang  kaya dari Savatthi, ia dikenal sebagai Kisagotami karena ia memiliki tubuh yang langsing. Kisagotami menikah dengan seorang pemuda kaya dan memiliki seorang anak laki-laki. Suatu hari anak laki tersebut baru saja belajar berjalan dihalaman rumahnya, tiba-tiba terdengar suara jeritan anak kecil, Kisagotami berlari mendekati anaknya dan disekitar tubuh anaknya itu terdapat seekor ular hitam kecil yang telah mengigit urat nadi anaknya tersebut, dan anak laki-laki itu meninggal dunia seketika itu juga. Kisagotami merasa sangat sedih, dengan membawa mayat anaknya ia pergi untuk mencari obat yang dapat menghidupkan anaknya kembali dari setiap orang yang ditemuinya. Orang-orang mulai berpikir bahwa dia telah menjadi gila. Tetapi seorang bijaksana, yang melihat kondisinya, berpikir bahwa ia harus memberikan pertolongan dan berkata kepadanya, “Sang Buddha adalah seorang yang harus kamu datangi. Ia memiliki obat yang kamu butuhkan, pergilah kepadanya!” Kemudian Kisagotami pergi menemui Sang Buddha dan bertanya, obat apakah yang dapat menghidupkan kembali anaknya.
Sang Buddha berkata kepadanya untuk mencari segengam biji lada dari rumah keluarga yang belum pernah terdapat kematian. Lalu berangkatlah Kisagotami dengan hati yang gembira dengan membawa anaknya yang telah meninggal itu didadanya. Kisagotami pergi dari rumah ke rumah, untuk meminta segenggam biji lada. Setiap orang yang ditemuinya dengan suka rela memberikan kepadanya segengam biji lada tetapi ketika Kisagotami menanyakan apakah mereka pernah mengalami kematian pada sanak keluarganya, mereka semua mengatakan pernah ada kematian pada sanak keluarga mereka. Ada yang mengatakan bahwa anaknya baru seminggu meninggal dunia, ayahnya atau suaminya baru meninggal sebulan yang lalu.
Jawaban itu sungguh sangat mengecewakan hati Kisagotami, kemudian dia pulang kembali menuju vihara dimana Sang Buddha berada. Lalu tiba-tiba Kisagotami menyadari bahwa tidak hanya keluarganya saja yang telah menghadapi kematian, terdapat lebih banyak orang yang meninggal dunia dari pada yang hidup. Tak lama setelah menyadari hal ini, sikap terhadap anaknya yang telah meninggal dunia itu berubah. Ia tidak lagi melekat kepada anak yang sangat dicintainya itu.
Kisagotami lalu meninggalkan mayat anaknya di hutan dan kembali kepada Sang Buddha serta memberitahukan bahwa ita tidak dapat menemukan rumah keluarga di mana kematian belum pernah terjadi. Kemudian Sang Buddha berkata, “Gotami, kamu berpikir bahwa hanya kamu yang kehilangan seorang anak, sekarang kamu menyadari bahwa kematian terjadi pada semua mahluk. Sebelum keinginan mereka terpuaskan, kematian telah menjemputnya” mendengar hal ini, Kisagotami benar-benar menyadari ketidak kekalan, ketidak puasan dan tanpa inti dari kelompok kehidupan (khanda) dan saat itu juga dia mencapai tingkat kesucian sotapatti.
Tak lama kemudian Kisagotami menjadi seorang bhikkhuni. pada suatu hari, ketika ia
sedang menyalakan lampu, ia melihat api menyala kemudian mati. Tiba-tiba ia mengerti
dengan jelas timbul tenggelamnya kehidupan mahluk. Sang Buddha melalui kemampuan batin luar biasanya, melihat dari vihara Jetavana, dan mengirimkan seberkas sinar serta
memperlihatkan diri sebagai seorang manusia. Sang Buddha berkata kepada Kisagotami untuk meneruskan meditasi dengan objek ketidakkekalan dari kehidupan mahluk dan berjuang keras untuk merealisasikan nibbana. Lalu Kisagotami mencapai tingkat kesucian arahat setelah kotbah Dhamma dari Sang Buddha itu berakhir.

Walaupun seorang hidup seratus tahun tetapi tidak dapat melihat keadaan tanpa kematian (nibbana),sesungguhnya lebih baik kehidupan sehari pada orang dapat
melihat kehidupan tanpa kematian”
(Dhammapada 114)
Culekasataka
(Jangan menunda perbuatan baik)



    Di Savatthi berdiam sepasang suami istri brahmana. Mereka hanya mempunyai sebuah
    pakaian luar yang digunakan oleh mereka berdua. Karena itu mereka dikenal dengan nama Ekasataka. Karena mereka hanya mempunyai sebuah pakaian luar, mereka tidak dapat keluar berdua pada saat bersamaan. Jadi bila si istri pergi mendengarkan kotbah Sang Buddha pada siang hari maka si suami pergi pada malam hari.Pada suatu malam, ketika brahmana mendengarkan kotbah Sang Buddha, seluruh badannya diliputi kegirangan yang sangat menyenangkan dan timbul keinginan yang kuat untuk memberikan pakaian luar yang dikenakannya kepada Sang Buddha. Tetapi dia menyadari jika dia memberikan pakaian luar yang satu-satunya dia miliki berarti tidak ada lagi pakaian luar yang tertinggal buat dia dan istrinya. Dia ragu-ragu dan bimbang.
    Malam jaga pertama dan malam jaga kedua pun berlalu, pada malam jaga ketiga brahmana berkapa kepada dirinya sendiri, “Jika saya bimbang dan ragu-ragu, saya tidak akan dapat menghidari terlahir ke empat alam rendah (apaya), saya akan memberikan pakaian luar saya kepada Sang Buddha.”
    Setelah berkata begitu, dia meletakan pakaian luarnya ke kaki Sang Buddha dan berteriak, “saya menang!, saya menang!, saya menang!”
    Waktu itu Raja Pasenadi dari Kosala juga berada di antara para pendengar kotbah.
    Mendengar teriakan tersebut ia menyuruh pengawalnya untuk menyelidiki. Mengetahui
    perihal pemberian brahmana kepada Sang Buddha, raja berkomentar bahwa brahmana tesebut telah berbuat sesuatu yang tidak mudah untuk dilakukan oleh orang lain sehingga harus diberi penghargaan.
    Raja memerintahkan pengawalnya untuk memberikan sepotong pakaian kepada brahmana sebagai hadiah atas keyakinan dan kedermawanannya. Brahmana menerimanya lalu memberikan lagi pakaian tersebut kepada Sang Buddha.
    Dia mendapat hadiah lagi dari raja berupa dua potong pakaian. Brahmana memberikan lagi kedua potong pakaian kepada Sang Buddha, dan dia memperoleh hadiah keempat potong lagi.
    Jadi dia memberikan kepada Sang Buddha apa saja yang diberikan raja kepadanya, dan tiap kali raja melipatgandakan hariahnya. Akhirnya hadiah meninggkat menjadi tiga puluh dua potong pakaian, brahmana mengambil satu potong untuknya dan satu potong untuk istrinya dan selebihnya diberikan kepada Sang Buddha.
    Kemudian raja berkomentar lagi bahwa brahmana benar-benar melakukan suatu perbuatan yang pantas. Raja mengirim seorang utusan untuk membawa dua potong pakaian beludru yang mahal. Dan memberikannya kepada brahmana.
    Brahmana membuat kedua pakaian tersebut menjadi dua penutup tempat tidur dan
    meletakkan satu di kamar harum tempat Sang Buddha tidur dan satunya lagi diletakkan di tempat para bhikkhu menerima dana makanan di dumah brahmana.
    Ketika raja pergi berkunjung ke vihara jetavana untuk memberikan penghormatan kepada Sang Buddha, raja melihat tutup tempat tidur beludru dan mengenalinya bahwa barang itu adalah pemberiannya kepada brahmana, dia merasa sangat senang. Kali ini raja memberikan hadiah tujuh macam yang masing-masing berjumlah empat buah
    (sabbacatukka) yaitu empat ekor gajah, empat ekor kuda, empat orang pelayan wanita, empat orang pelayan laik-laki, empat orang pesuruh lakuk-laki, empat desa dan empat ribu uang tunai.
    Ketika para bhikkhu mendengar hal tersebut, mereka bertanya kepada Sang Buddha,
    “Bagaimana hal ini bisa terjadi, dalam kasus brahmana ini, perbuatan baik yang dilakukan saat ini menghasilkan pahala yang sangat cepat?”
    Sang Buddha menjawab, “Jika brahmana memberikan baju luarnya pada malam jaga
    pertama dia akan diberi hadian enam belas buah untuk tiap macam barang, jika dia memberi pada malam jaga kedua dia akan diberi delapan buah untuk tiap macam barang. Ketika dia memberikan pada malam jaga terakhir dia diberi hadiah empat buah untuk tiap macam barang.
    Jadi, jika seseorang ingin berdana, lakukanlah secepatnya, jika seseorang menunda-nunda pahalanya datang perlahan dan hanya sebagian. Juga jika seseorang terlalu lambat dalam melakukan perbuatan baik mungkin dia tidak akan sanggup untuk melakukannya secara keseluruhan, karena pikiran orang cenderung senang dengan melakukan perbuatan yang tidak baik”.
    Bergegaslah berbuat kebajikan dan kendalikan pikiranmu dari kejahatan; barang siapa lamban berbuat bajik, maka pikirannya akan senang dalam kejahatan.
    (Dhammapada 116)
Culapanthaka



Bendahara kerajaan di Rajagaha mempunyai dua orang cucu laki-laki bernama
Mahapanthaka dan Culapanthaka. Mahapanthaka, yang tertua, selalu menemui kakeknya mendengarkan kotbah Dhamma. Kemudian Mahapanthaka bergabung menjadi murid Sang Buddha.
Culapanthaka mengikuti jejak kakaknya menjadi bhikkhu pula. Tetapi karena pada
penghidupan yang lampau pada masa keberadaan Buddha Kassapa, Culapanthaka telah menggoda seorang bhikkhu yang sangat bodoh, maka ia dilakhirkan sebagai orang dungu pada kehidupannya saat ini. Dia tidak mampu mengingat meskipun hanya satu syair dalam empat bulan. Mahapanthaka sangant kecewa dengan adiknya dan mengatakan bahwa adiknya tidak berguna.
Suatu waktu, Jivika datang ke vihara mengundang Sang Buddha dan para bhikkhu yang ada, untuk berkunjung makan siang di rumahnya. Mahapanthaka, yang diberi tugas untuk memberitahu pada bhikkhu tentang undangan makan siang tersebut, mencoret Culapanthaka dari daftar undangan. Ketika Culapanthaka mengetahui hal itu dia merasa sangat kecewa dan memutuskan untuk kembali hidup sebagai orang perumah tangga.
Mengetahui keinginan tersebut, Sang Buddha membawanya dan menyuruhnya duduk di depan gandhakuti, kemudian Beliau memberikan selembar kain bersih kepada Culapanthaka dan menyuruhnya untuk duduk menghadap ke timur dan menggosok-gosok kain itu. Pada waktu bersamaan dua harus mengulang kata “Rojaharanam” yang artinya “kotor”. Sang Buddha kemudian pergi ke tempat kediaman Jivika, menemui para bhikkhu.
Culapanthaka mulai menggosok-gosok selembar kain tersebut, sambil mengucapkan
“Rajoharanam”. Berulang kali kain itu digosok dan berulang kali pula kata-kata
rojaharanam meluncur dari mulutnya.
Berulang dan berulang kali.
Karena terus digosok, kain tersebut menjadi kotor. Melihat perubahan yang terjadi pada kain tersebut, Culapanthaka tercenung. Ia segera menyadari ketidak kekalan segala sesuatu yang berkondisi.
Dari rumaha Jivika, Sang Buddha dengan kekuatan supranaturalnya mengetahui kemajuan Culapanthaka. Beliau dengan kekuatan supranatualnya menemui Culapanthaka, sehingga seolah-olah Beliau tampak duduk di depan Culapanthaka, dan berkata:
“Tidak hanya selembar kain yang dikotori oleh debu; dalam diri seseorang ada debu hawa nafsu (raga, debu keinginan jahat (dosa), dan debu ketidaktahuan (moha), seperti ketidaktahuan akan empat kesunyataan mulia. Hanya dengan menghapuskan hal-hal
tersebut seseorang dapat mencapai tujuannya dengan mencapai arahat”
Culapanthaka mendengarkan pesan terseubut dan meneruskan bermeditasi. Dalam waktu yang singkat mata bathinnya terbuka dan ia mencapai tingkat kesucian arahat, bersamaan dengan memiliki ‘pandangan terang analitis’. Maka Culapanthaka tidak lagi menjadi orang dungu.
Di rumah Jivika, para umat akan menuang air sebagai telah melakukan perbuatan dana; tetapi Sang Buddha menutup mangkoknya dengan tangan dan berkata bahwa masih ada bhikkhu yang ada di vihara. Semuanya mengatakan bahwa tidak ada bhikkhu yang
tertinggal. Sang Buddha menjawab bahwa masih ada satu orang bhikkhu yang ertinggal dan memerintahkan untuk menjemput Culapanthaka di vihara.
Ketika pembawa pesan dari rumah jivika tiba di vihara, dia menemukan tidak hanya satu orang, tetapu ada seribu orang bhikkhu yang serupa. Mereka semua diciptakan oleh Culapanthaka, yang sekarang telah memiliki kemampuan bathin. Utusan tersebut kagun dan dia pulang kembali dan melaporkan hal ini kepada jivika.
Utusan itu kembali ke vihara untuk kedua kalinya dan dipertintahkan untuk mengatakan bahwa Sang Buddha mengundang bhikkhu yang bernama Culapanthaka. Tetapi ketika dia menyampaikan pesan tersebut, seribu suara menjawab, “saya adalah culapanthaka” dengan binggung, dia kembali ke rumah jivika untuk kedua kalinya.
Untuk ketigakalinya dia disuruh kembali ke vihara. Kali ini, dia diperintahkan untuk menarik bhikkhu yang dilihatnya pertama kali mengatakan bahwa dia adalah Culapanthaka. Dengan cepat dia memegangnya dan semua bhikkhu yang lain menghilang, dan Culapanthaka menemani utusan tersebut ke rumah Jivika.
Setelah makan siang, seperti yang diperintahkan oleh Sang Buddha, Culapanthaka
menyampaikan kotbah dhamma, kotbah tentang keyakinan dan keberanian, mengaum
bagaikan rauangan seekor singa muda. Ketika masalah Culapanthaka dibicarakan di antara para bhikkhu, Sang Buddha berkata bahwa seseorang yang rajin dan tetap pada
perjuangannya akan mencapai tingkat kesucian arahat.
“Dengan usaha yang tekun, semangat, disiplin dan pengendalian diri, hendaklah
orang bijaksana membuat pulau dari dirinya sendiri yang tidak dapat ditenggelamkan oleh banjir “.
(Dhammapada 25)

Jumat, 30 Oktober 2015

Anathapindika
(Seorang hartawan yang menjadi miskin)



    Anathapindika adalah pendana Vihara Jetavana yang didirikan dengan biaya lima puluh empat crores. Ia tidak hanya dermawan tetapi juga benar-benar berbakti kepada Sang Buddha. Dia pergi ke vihara Jetavana dan memberikan penghormatan kepada Sang Buddha tiga kali sehari. Pada pagi hari dia membawa bubur nasi, siang hari dia amembawa beberapa macam makanan yang pantas atau obat-obatan dan pada malam hari dia membawa bunga dan dupa.
    Setelah beberapa lama Anathapindika menjadi menjadi miskin, tetapi sebagai orang yang telah mencapai tingkat kesucian Sotapana, bathinnya tidak tergucang dengan kemiskinannya, dan dia terus melakukan perbuatan rutinnya setiap hari yaitu berdana.Suatu malam, satu makhluk halus penjaga pintu rumah Anathapindika menampakkan diri dalam ujud manusia menemui Anathapindika, dan berkata: “Saya adalah penjaga pintu rumahmu, kamu telah memberikan kekayaanmu kepada Samana Gotama tanpa memikirkan masa depanmu. Hal itulah yang menyebabkan kamu miskin sekarang. Oleh karena itu kamu seharusnya tidak memberikan dana lagi kepada Samana Gotama dan kamu seharusnya memperhatikan urusanmu sendiri sehingga menjadi kaya kembali.”
    Anathapindika menghalau penjaga pintu tersebut keluar dari rumahnya. Karena Anathapindika sudah mencapai tingkat kesucian sotapanna, mahluk halus penjaga pintu tersebut tidak dapat berbuat apa-apa lagi. Dia pun pergi meninggalkan rumah tersebut, dia tidak mempunyai tempat tujuan pergi dan ingin kembali ke rumah Anathapindika, tetapi dia takut pada Anathapindika jadi dia mendekati Raja Sakka, raja para dewa.
    Sakka memberi saran kepadanya, pertama dia harus berbuat baik kepada Anathapindika dan setelah itu meminta maaf kepadanya. Kemudian Sakka melanjutkan, “Ada kira-kira delapan belas crores yang dipinjam oleh beberapa pedangan yang belum dikembalikan kepada Anathapindika; delapan belas crores lainnya disembunyikannya oleh lelulur (nenek moyang) Anathapindika, dan lainnya yang buka milik siapa-siapa yang dikuburkan di tempat tertentu. Pergi dan kumpulkanlah semua kekayaan ini dengan kemampuan bathin luar biasamu, penuhilah ruangan-ruangan Anathapindika. Setelah melakukan itu, kamu boleh meminta maaf padanya.”
    Mahluk halus penjaga pintu tersebut melakukan petunjuk Sakka, dan Anathapindika kembali menjadi kaya. Ketika mahluk halus penjaga pintu memberi tahu Anathapindika mengenai keterangan dan petunjuk yang diberikan oleh Sakka, perihal pengumpulan kekayaannya dari dalam bumi, dari dasar samudera, dan dari peminjam-peminjamnya. Anathapindika terkesan dengan perasaan kagum kemudian Anathapindika membawa mahluk halus penjaga pintu tersebut menghadap Sang Buddha.
    Kepada mereka berdua, Sang Buddha berkata, “Seseorang tidak akan menikmati keuntungan dari perbuatan baiknya, atau menderita akubat dari perbuatan jahat untuk selamanya; tetapi akan tibalah waktunya kapan perbuatan baik atau buruknya berbuah dan menjadi matang.”
    Mahluk halus penjaga pintu rumah itu mencapai tingkat kesucian sotapatti setelah mendengar kotbah Dhamma tersebut berakhir.
    Pembuat kejahatan hanya melihat hal yang baik selama buah perbuatan jahatnya belum masak, tetapi bilamana hasil perbuatannya itu telah masak, ia akan melihat akibat-akibatnya yang buruk.Pembuat kebajikan hanya melihat hal yang buruk selama buah peerbuatan bajiknya belum masak’ tetapi bilamana hasil perbuatannya itu telah masak; ia akan melihat akibat-akibatnya yang baik
    (Dhammapada 119 & 120)
Si Cantik dan Si Abu-Abu
(Pemimpin Bijaksana)

Suatu ketika, ada seekor rusa pemimpin dari ribuan rusa lainnya. Ia memiliki dua orang anak laki-laki. Anaknya yang satu sangat kurus dan tinggi, dengan mata yang tajam dan cermelang, bulunya halus kemerah-merahan. Dia dipanggil si Cantik. Anak satunya memiliki bulu dengan warna abu-abu, tubuhnya juga kurus dan tinggi, dan dia dipanggil si Abu-abu.

Suatu hari, setelah mereka benar-benar tumbuh besar, ayah mereka memanggil untuk menghadap. Ayahnya berkata, “Sekarang aku sudah sangat tua, jadi aku tidak bisa melakukan semua yang dibutuhkan untuk menjaga kumpulan besar rusa ini. Aku ingin kalian, kedua anak-anakku yang sudah besar menjadi para pemimpin. Kita akan membagi kumpulan dan masing-masing dari kalian akan memimpin 500 ekor rusa.”

Di India, ketika musim panen datang, para rusa selalu dalam bahaya. Beras yang ada pada tempat paling tinggi, membuat rusa-rusa yang tidak dapat mencapainya menuju padi-padi dan memakannya. Untuk menghindari kerusakan panen mereka, manusia menggali lubang, memasang pancang-pancang tajam di dalam tanah, dan membangun perangkap batu-batu. Semuanya itu untuk menangkap dan membunuh rusa-rusa.

Mengetahui ini adalah saatnya musim panen, rusa tua yang bijaksana memanggil dua pemimpin barunya untuk menghadap. Ia menasihati mereka untuk membawa kumpulan rusa naik ke dalam hutan gunung, jauh dari bahaya tanah-tanah perkebunan. Ini adalah cara bagaimana ia selalu melindungi rusa-rusa dari terluka dan pembunuhan. Kemudian ia akan membawa mereka kembali ke dataran-dataran rendah setelah musim panen berakhir.

Karena rusa tua bijaksana itu terlalu tua dan lemah untuk melakukan perjalanan, ia akan tetap tinggal dalam persembunyian. Ia memperingatkan mereka agar hati-hati dalam perjalanan. Si Cantik bersiap-siap bersama kumpulannya untuk pergi ke hutan di atas gunung, begitu juga dengan si Abu-abu bersama kumpulannya.

Orang-orang desa mengetahui bahwa inilah saatnya bagi rusa-rusa berpindah dari tanah-tanah perkebunan di daratan rendah menuju daerah pedalaman dataran tinggi. Jadi mereka bersembunyi sepanjang jalan itu dan membunuh rusa-rusa ketika melintas.

Si Abu-abu tidak memperhatikan nasehat bijaksana ayahnya. Bukannya hati-hati dan melakukan perjalanan dengan aman, ia malah terburu-buru menuju hutan gunung yang lebat. Jadi ia menggerakkan kumpulannya secara terus-menerus. Selama malam hari, fajar juga petang hari dan bahkan pada waktu siang bolong. Ini mempermudah bagi orang-orang itu untuk menembak rusa-rusa di dalam kumpulan si Abu-abu dengan panah dan busur. Banyak rusa-rusa terbunuh dan terluka yang kemudian mati karena kesakitan. Si Abu-abu mencapai hutan dengan hanya beberapa rusa yang masih hidup.

Si Cantik, si rusa tinggi dengan bulu kemerah-merahan yang mengkilap, cukup bijaksana untuk mengerti bahaya bagi kumpulannya yang sedang bergerak untuk itu dia sangat hati-hati. Ia tahu bahwa di siang hari tidaklah aman, atau bahkan saat subuh ataupun senja. Jadi ia memimpin kumpulannya keliling perkampungan, dan hanya bergerak pada tengah malam. Kumpulan si Cantik sampai di dalam hutan gunung dengan aman dan sehat, tak ada satu pun rusa yang terbunuh dan terluka.

Kedua kawanan rusa bertemu, dan menetap di dalam gunung-gunung sampai musim panen benar-benar telah berakhir. Lalu mereka mulai kembali ke daerah tanah pertanian. Si Abu-abu belum belajar apa pun dari perjalanan pertamanya. Ketika cuaca di gunung semakin dingin. Ia terburu-buru untuk sampai di daerah dataran rendah yang hangat. Jadi ia sama ceroboh seperti sebelumnya. Sekali lagi para penduduk desa yang bersembunyi di sepanjang jalan menyerang dan membunuh rusa-rusa itu. Semua kumpulan rusa si Abu-abu dibunuh yang kemudian akan dimakan dan dijual oleh para penduduk desa. Si Abu-abu sendiri adalah satu-satunya rusa yang selamat dalam perjalanan.

Si Cantik memimpin kumpulannya dengan cara hati-hati sama seperti sebelumnya. Ia membawa kembali semua 500 rusa-rusanya dengan selamat. Sementara rusa-rusa masih dalam perjalanan. Si pemimpin yang lama, ayahnya berkata kepada rusa betinanya, “Lihat rusa-rusa itu sudah kembali. Si Cantik datang bersama semua pengikut-pengikutnya. Si Abu-abu datang seorang diri, tanpa semua kumpulan 500 rusanya. Mereka yang mengikuti pemimpin yang bijaksana dengan kualitas yang baik, akan selalu aman. Mereka yang mengikuti pemimpin yang bodoh, yang ceroboh dan berpikir akan dirinya sendiri, akan jatuh ke dalam masalah-masalah dan binasa.”

Setelah beberapa waktu, si rusa tua meninggal dan terlahir kembali sesuai dengan perbuatan yang dilakukannya. Si Cantik menjadi pemimpin kumpulan rusa dan hidup panjang umur, dicintai dan dikagumi oleh semua kawanannya.

Pesan moral : Pemimpin yang bijaksana mengutamakan keamanan dari pengikut-pengikutnya.
Kisah Raja Yang Terluka Jarinya

Dahulu kala, hiduplah seorang raja yang gemar berburu. Suatu ketika saat berburu, jari tangannya terluka. Sang raja lalu memanggil tabib istana. Tabib itu memberikan obat pada luka raja. Raja lalu bertanya, “Apakah lukaku akan memburuk?” Tabib itu menjawab, “Baik? Buruk? Siapa tahu?” Dua hari kemudian, luka itu bertambah parah dan membengkak. Raja lalu kembali memanggil tabib dan memarahinya. Kali ini tabib itu memberikan obat yang katanya lebih mujarab. Raja bertanya. “Apakah lukaku akan membaik?” Tabib itu menjawab, “Baik? Buruk? Siapa tahu?” Dua hari kemudian sang raja kembali memanggil si tabib. Luka tersebut sudah sangat parah, bengkak, dan bernanah. Jari raja pun harus diamputasi. Sang raja sangat kecewa.
“Wah! Dasar tabib bodoh! Buruk sekali kerjamu ini! Akan kupenjarakan kau!” Akhirnya, sang tabib mendekam di penjara. Suatu ketika sang raja mengunjungi penghuni penjara. Ia pun menemui tabib istana dan bertanya, “Apa kamu baik-baik saja di penjara yang buruk ini?” Tabib menjawab, “Baik? Buruk? Siapa tahu?”
Sepulang dari penjara, raja kembali berburu ke hutan. Saat berburu, raja ditangkap oleh suku primitive dan akan dikorbankan untuk persembahan bagi dewa-dewa mereka. Namun, saat suku primitive itu sedang menyalakan api, salah satu prajuritnya berteriak, dalam bahasa mereka tentunya, “Hooiii! Orang ini Cuma punya Sembilan jari. Dia tidak sempurna untuk dijadikan persembahan bagi dewa kita!” Setelah itu, raja pun dibebaskan.
Sesampainya di istana, raja langsung pergi ke penjara dan membebaskan tabib istana. “Terima kasih! Kalau kamu dahulu tidak memotong jariku, aku pasti sudah mati menjadi korban suku-suku primitive itu.” Tabib istana menjawab, “Kalau saja aku tidak memotong tangan raja, raja pasti akan mengajakku berburu. Kalau aku ikut berburu, maka akulah yang akan dijadikan korban karena jariku ada sepuluh! Baik? Buruk? Siapa tahu?”
Sumber : Ehipassiko SMA 3
10 KEPRIBADIAN LUAR BIASA..

1. TULUS -- Ketulusan membuat orang lain merasa aman dan dihargai karena yakin tidak akan dibodohi atau dibohongi.

2. RENDAH HATI -- Hanya orang yang kuat batinnya yang bisa bersikap rendah hati. Orang yang rendah hati bisa mengakui dan menghargai keunggulan orang lain.

3. SETIA -- Orang yang setia bisa dipercaya dan diandalkan. Dia selalu menepati janji, punya komitmen yang kuat, rela berkorban dan tidak berkhianat.

4. POSITIVE THINKING -- Orang berpikiran positif selalu berusaha melihat segala sesuatu dari kacamata positif, bahkan dalam situasi yang buruk sekalipun.

5. CERIA -- Artinya bisa menikmati hidup, tidak suka mengeluh, dan selalu berusaha meraih kegembiraan.

6. TANGGUNG JAWAB -- Ia akan melaksanakan kewajibannya dengan sungguh-sungguh. Kalau salah, berani mengakuinya dan tidak mencari kesalahan orang lain.

7. PECAYA DIRI -- Mampu menerima dirinya sebagaimana adanya,
menghargai dirinya dan orang lain. Juga mudah menyesuaikan diri
dengan lingkungannya.

8. BERJIWA BESAR -- Ia tidak membiarkan dirinya dikuasai oleh rasa benci dan permusuhan. Ketika menghadapi masa-masa sukar dia tetap tegar!

9. EASY GOING -- Maksudnya, tidak suka membesar-besarkan masalah kecil atau berusaha mengecilkan masalah besar. Dia tidak mau pusing dengan masalah yang berada di luar kontrolnya.

10. EMPATI -- Orang yang berempati bukan saja pendengar yang baik tapi juga selalu berusaha memahami dan mengerti orang lain.
SIAPAKAH AKU?


Siapakah Aku? Aku adalah makhluk yang terlahir di alam kelima dari 31 alam kehidupan, yaitu alam manusia. Manusia seperti halnya makhluk-makhluk lain terdiri dari bagian-bagian batin dan jasmani. Batin dan jasmani ini membentuk lima gugus yang menyusun setiap makhluk, kelima gugus ini sering disebut sebagai Pancakhanda. Saat ini kita adalah makhluk yang hidup di lading berkah yang subur. Ada tiga alas an utama yang membuat hidup kita penuh berkah yaitu :
1. Terlahir sebagai manusia
Kelahiran di alam manusia merupakan suatu berkah. Buddha menyatakan bahwa sungguh sulit bagi sesosok makhluk untuk dapat terlahir sebagai manusia. Buddha membandingkan jumlah manusia bagai sedikit pasir yang tercolek di ujung kuku, sedangkan yang terlahir bukan sebagai manusia sebanyak pasir di atas bumi. Dengan demikian kesempatan untuk terlahir sebagai manusia itu  sangat lah kecil, oleh karena itu syukurilah kesempatan lahir sebagai manusia dan gunakan kesempatan ini dengan baik.
2. Lahir pada saat ajaran Buddha masih ada
Kemunculan seorang Buddha juga sangat langka. Jadi, jika sekarang kita hidup pada saat ajaran Buddhamasih ada berarti kita telah beruntung. Coba bayangkan, jika kita hidup pada zaman dimana orang tidak mengenal ajaran kebenaran, kita bisa menemukan orang-orang saling membunuh, perang dimana-mana, dan perbuatan jahat merajalela. Kehidupan seperti itu tentu sangat tidak menyenangkan. Oleh karena itu, kita sungguh sangat bahagia dapat lahir pada saat ajaran kebenaran masih ada. Untuk itu jangan sia-siakan kesempatan ini.
3. Bisa belajar dan praktik Dharma
Terlahir sebagai manusia di zaman masih ada ajaran Buddha sungguh merupakan suatu berkah, namun berkah terbesar adalah bisa belajar dan praktik Dharma. Dharma hanya akan menjadi berkah jika dipraktikkan. Dharma tidak berarti apa-apa kalau hanya tercetak rapi dibuku-bukudan kitab-kitab suci. Coba bayangkan, di antara begitu banyak makhluk di alam semesta kita terlahir di alam manusia, di antara semua manusia kita mengenal Dharma. Betapa beruntungnya kita ini. Tapi sebaliknya akan menjadi sayang sekali kalau kita tidak berusaha belajar dan praktik Dharma. Oleh sebab itu, jangan sia-sia kan waktu dan hidup kita. Kehidupan ini harus kita isi dengan perbuatan-perbuatan baik yang membawa manfaat bagi diri kita, orang tua kita, dan semua makhluk.
Kita tidak boleh menganggap remeh kehidupan ini, tidak berusaha menyadari arti kehidupan ini. Ciri orang yang menghargai hidupnya adalah memanfaatkan waktu sebaik-baiknya untuk belajar dan melakukan hal yang benar dan bermanfaat. Hidu sebagai manusia sangatlah berharga, karena ini adalah titik tolak bagi keberadaan kita, untuk menjadi lebih baik atau lebih buruk. Setelah menyadari apa yang menjadi kesalahan atau kekurangan kita, kita harus berusaha mengubahnya.
Semoga Semua Makhluk Berbahagia

Merubah nasib ke arah yang baik



Guru Buddha memberikan perumpamaan bahwa terlahir sebagai manusia bagaikan mencari jarum di tumpukan jerami yang banyak, lahir sebagai manusia sungguh sulit untuk itu kita yang sudah terlahir sebagai manusia harus bersyukur karena di alam manusialah kita bisa menjadi Buddha.
Manusia lahir kedunia ini sudah membawa buah karma, membawa sifat dan kemauan, serta membawa daya kemampuan jasmani dan rohani kita dari masa lampau.
Nasib baik perbuatan baik, mudah mendapatkan kebahagiaan.
Nasib baik perbuatan buruk, masa depan belum tahu bagaimana.
Nasib buruk perbuatan baik, hari tua pasti terjamin.
Nasib buruk perbuatan buruk, sengsara seumur hidup.
Kalau kita pada kehidupan ini terlahir di keluarga yang tidak mampu, kita jangan putus asa, kita harus merubah kehidupan kita ke yang lebih baik dengan cara yaitu dengan memiliki perbuatan yang baik. Kalau kita menginginkan kehidupan yang lebih baik, kita harus menanamkan 4 kata dalam diri kita yaitu “jangan takut, jangan menyerah” empat kata ini kalau kita tanamkan dalam diri kita dan kita praktekkan maka kehidupan kita akan menjadi lebih baik, tentu saja dalam mempraktekkannya ke arah yang baik atau maju bukan ke arah yang buruk atau kemunduran. Kita jangan takut untuk menghadapi masalah yang menghadang, dan kita jangan menyerah begitu saja apabila kesulitan demi kesulitan datang menghampiri kita, dengan demikian kehidupan kita akan lebih baik lagi.
Selain 4 kata tadi yang harus kita tanamkan, untuk membuat kehidupan yang lebih baik seharusnya kita tidak menyepelekan hal-hal yang kecil, karena hal-hal yang kecil ini memberikan dampak yang besar bagi kita. Seperti cerita di bawah ini :
Ada dua orang dari desa, sebut saja A dan B yang telah lama bersahabat. Suatu ketika, dua orang sahabat ini telah lulus dari sekolah teknik dan mendapat gelar sarjana. Mereka berdua melamar pekerjaan di sebuah pabrik yang besar di kota. Keduanya diterima bekerja di pabrik tersebut dan harus menjalani masa percobaan selama 3 bulan. Pada hari pertama bekerja, mereka di beri pengarahan oleh manajer pabrik tersebut, “kalian harus dapat mengerjakan pekerjaan dengan baik dan harus teliti agar tidak gugur dalam penilaian kembali”. Mereka berdua berjanji akan bekerja sebaik-baiknya dan tidak akan menyia-nyiakan kesempatan yang telah diberikan.
Selama 3 bulan masa percobaan, mereka bekerja sangat giat, rajin dan dengan senang hati. Pada bulan ke 3 saat terima gaji, tiba-tiba si B di berhentikan dari pekerjaannya. Sepanjang perjalanan pulang kerumah, si B marah-marah kepada A dan menuduh kalau si A telah melaporkan hal yang tidak baik kepada manajer pabrik itu. A berkata kepada B “kau tahu, sepanjang hari kita sibuk bekerja, tidak ada waktu untuk santai, bagaimana mungkin aku melaporkan hal yang tidak kepada manajer, aku juga bingung dan kaget kenapa kamu di berhentikan dari pekerjaan ini”
Esok harinya, si A menemui manajer untuk menanyakan alasan B tidak diterima di perusahaan motor ini. Manajer berkata, “Pekerjaan B cukup baik, akan tetapi perusahaan tidak dapat memakainya, karena si B pulang tanpa memadamkan lampu ruangannnya. Hal itu terjadi berulang-ulang kali dan saya yang harus memadamkan lampu itu. Sedangkan kamu berbeda dengan si B, lampu ruanganmu selalu padam dan meja kerjamu selalu rapih. Aku tidak mungkin memperkerjakan orang yang tidak teliti, karena sebagai teknisi di pabrik ini harus memiliki ketelitian yang baik, oleh karena itu saya putuskan untuk memberhentikan B dari pekerjaannya”.
Hal yang kecil saja bisa membuat diri kita menjadi sengsara seperti cerita di atas, hanya karena tidak mematikan lampu ketika jam kerja telah selesai membawa akibat yang buruk. Untuk itulah, kalau kita ingin merubah nasib rubahlah kebiasaan-kebiasaan yang buruk yang ada dalam diri kita, kita harus memperhatikan hal-hal yang kecil, hal yang kecil saja tidak bisa diperhatikan bagaimana dengan yang besar.
Seperti yang di ucapkan oleh Buddha dalam Dhammapada bagian Appamada Vagga syair 21 yang berbunyi :
Kewaspadaan adalah jalan menuju kekekalan, kelengahan adalah jalan menuju kematian. Orang yang waspada tidak akan mati, tetapi orang yang lengah seperti orang yang sudah mati.
Jangan biarkan diri anda hanya menerima nasib saja, kita harus berjuang untuk merubah kehidupan kita ke arah yang lebih baik seperti yang di katakan oleh Guru Buddha dalam Anguttara Nikaya kelompok delapan tentang kesejahteraan umat awam yang berbunyi :
Ada empat hal yang akan membawa pada kesejahteraan dan kebahagiaan bagi seorang perumah tangga di dalam kehidupan yang sekarang ini, yaitu pencapaian usaha yang tak kenal henti, pencapaian perlindungan, persahabatan yang baik, dan kehidupan yang seimbang.
Usaha yang tak kenal henti bisa dijadikan semangat untuk menuju ke kehidupan yang lebih baik lagi, akhir kata semoga kita bisa berjuang untuk merubah kehidupan kita menjadi lebih baik, dan semoga semua makhluk hidup beruntung dan berbahagia.

Kamis, 29 Oktober 2015

== Renungan dari Negeri Tiongkok ==

父 母 不 孝 , 奉 神 無 益 。
Fumu buxiao ; fengshen wuyi
Bila tidak berbakti pada orang tua ; Percuma menyembah TUHAN.

兄 弟 不 和 , 交 友 無 益 。
Xiongdi buhe ; jiaoyou wuyi
Bila dengan saudara sendiri tidak rukun ; Percuma menjalin persahabatan dengan Orang Lain.

存 心 不 善 , 風 水 無 益 。
Cunxin bushan ; fengshui wuyi
Bila hati penuh pikiran jahat ; Percuma saja mengatur Fengshui

行 止 不 端 , 讀 書 無 益 。
Xingzhi buduan ; Dushu wuyi
Bila tindak tanduknya tanpa tata krama suka menyakiti Orang Lain ; Percuma sekolah tinggi-tinggi.

心 高 氣 傲 , 博 學 無 益 。
Xingao qiao ; Boxue wuyi
Bila bersifat angkuh ; Percuma saja menjadi seorang Pemimpin yang katanya Terpelajar

作 事 乖 張 , 聰 明 無 益 。
Zuoshi guaizhang ; chongming wuyi
Bila seenaknya sendiri dalam melakukan segala sesuatu ; Kepintaran pun percuma karena tak menjadikan Bijak

時 運 不 通 , 妄 求 無 益
Shiyun butong ; Wangqiu wuyi
Bila blm tiba saatnya diberi Tuhan ; Berkolusi dengan manusia penentu sekalipun juga percuma

不 惜 元 氣 , 服 藥 無 益 。
Buxi yuanqi ; fuyao wuyi
Bila tidak mau menghargai kesehatan ; Minum obat pun akan percuma.

妄 取 人 財 , 布 施 無 益
Wangqu rencai ; Bushi wuyi
Sembarangan mengambil harta orang dan hak orang lain ; Percuma saja kalo mereka berderma.

淫 惡 肆 欲 , 陰 騭 無 益
Yin e siyu ; Yinzhi wuyi
Bila suka mengumbar hawa nafsu ; Percuma saja berbuat kebajikan.

Rabu, 28 Oktober 2015

KAYA & MISKIN

Uang dan materi tidaklah kotor, tidak jelek dan tidak beracun. Ia bersifat netral, sama seperti pisau yang tidak bersifat jahat ataupun baik. Uang atau materi sama seperti pisau yang bisa digunakan untuk hal yang baik dan juga bisa digunakan untuk hal yang jahat.
Uang dan materi sebaiknya dipandang dan digunakan hanya sebagai alat dan sarana. Sarana untuk melakukan kebaikan.
Mempunyai uang yang lebih banyak akan membuka kesempatan untuk melakukan kebaikan lebih banyak lagi.
Mempunyai kendaraan akan membuat melakukan kebaikan lebih banyak daripada tidak mempunyai kendaraan.
Orang kaya yang bisa menggunakan kekayaan yang dimilikinya sebagai alat untuk melakukan kebajikan, itulah orang kaya yang sungguh kaya: kaya materi dan kaya kebajikan.
Orang kaya yang sebenarnya miskin akan memandang harta hanya sebagai milikku saja, ia selalu merasa kurang, tidak pernah merasa cukup, dan tidak mau menggunakan hartanya sebagai alat untuk berbuat kebajikan.
Orang miskin yang berusaha menjadi orang kaya dengan cara2 jahat, itulah orang miskin yang benar2 miskin.
Orang yang miskin materi tetapi tetap berusaha memberikan kebaikan bagi masyarakat sesuai dengan kemampuannya, maka dialah orang miskin yang kaya. Miskin materi tetapi kaya dengan kebajikan.
Kalau seseorang miskin materi, dia sendiri yang miskin. Berbahaya sekali bila ada orang tega mengorbankan orang lain hingga orang lain itu menjadi miskin, dan kalau tidak dicegah, ia akan membuat korban yang lebih banyak lagi
Sesungguhnya kemiskinan moral jauh lebih berbahaya dari pada kemiskinan materi.

Sumber: "Bersahabat Dengan Kehidupan" - B. Sri Pannavaro
Bergaul Dengan Orang Bijak

Dikisahkan pada suatu waktu, ada sejumlah besar pedagang yang sedang berlayar ke samudera dengan sebuah kapal. Ditengah perjalanan, kapal mereka diterjang badai dengan amat dahsyatnya sehingga mengalami kerusakan berat. Bagian dasar kapal bocor dan air sudah mulai masuk ke dalam. Diancam bahaya seperti ini mereka menjadi sangat cemas dan ketakutan.

Masing-masing mencoba mengatasi kejadian yang menegangkan itu dengan cara sendiri-sendiri. Ada yang menangis meraung-raung meratapi ‘nasib’ yang sedang menimpa diri mereka.

Ada juga yang dengan gencar menyebut mantra atau aji-aji yang dipercaya dapat menangkal badai. Ada pula yang sambil berkomat-kamit mengeluarkan segala jimat, ‘hu’ atau pusaka yang selama ini selalu dibawa-bawa kemana pun mereka pergi. Mereka percaya benda-benda itu mampu melindungi diri mereka dari segala macam bahaya. Selain itu ada pula yang sembari menjanjikan kaul bersujud memohon ampun kepada dewa badai supaya tidak murka dan berhenti meniupkan badai. Adapula yang menengadahkan kedua telapak tanggannya ke langit, mencoba memelas kepada Sang Pencipta sekaligus pencabut nyawa bagi umat manusia. Mereka mencoba memelas dengan memperlihatkan ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, kebaktian dan ketakwaan kepadanya supaya hari kematiannya diperpanjang lagi.

Di antara pedagang itu, ternyata ada seorang laki-laki yang bukannya sibuk mencari jalan keluar dalam mengatasi musibah tersebut, melainkan hanya duduk dengan tenangnya di atas geladak kapal. Tidak ada rasa takut atau cemas sedikit pun di wajahnya, seolah-olah kejadian itu sama sekali tidak tampak oleh matanya, jerit-jerit kekhawatiran itu tidak terdengar oleh telinganya, suasana yang menegangkan itu tidak mencekam batinnya, dan bahaya yang mengerikan itu tidak disadarinya.

Melihat pemandangan yang aneh tersebut, semua teman seperjalanannya merasa sangat heran. Mereka kemudian berbondong-bondong mendatanginya untuk menanyakan mengapa ia bersikap demikian.

Sebelum menjelaskan alasannya, laki-laki bijak itu mengungkapkan betapa sia-sianya semua upaya yang ditempuh oleh teman-temannya dalam mengatasi masalah tersebut. Kehidupan umat manusia, juga makhluk-makhluk lainnya, sesungguhnya tidaklah bergulir mengikuti guratan nasib atau takdir yang telah ditentukan sebelumnya.

Dunia ini bukanlah sebuah panggung sandiwara dimana umat manusia dipaksa memerankan adegan-adegan sebagaimana yang digubah sebelumnya. Setiap makhluk mempunyai hak dan kepercayaan yang kesahihannya tidak pernah terbuktikan.

Fenomena-fenomena alam terjadi dan berubah hanya oleh sebab-sebab yang alamiah atau ilmiah, sama sekali tidak terpengaruh oleh kepercayaan yang seharusnya sudah punah sejak kebangkitan peradaban manusia. Demikian pula dengan jimat, ‘hu’ pusaka dan benda-benda keramat lainnya. Yang dapat menjadi pelindung sejati bagi diri seseorang bukanlah sesuatu yang berasa di luar dirinya, apalagi hanya sekedar benda mati yang tak berjiwa semacam itu.

Pada jaman dimana segala kekuatan alam sudah dapat dijelaskan serta dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan, seseorang tidaklah semestinya takut lagi pada dewa-dewa ‘tertentu’ yang keberadaannya tidak pasti. Sungguh memprihatinkan apabila seseorang termakan oleh promosi tentang tokoh-tokoh fiktif yang digambarkan sebagai penyelamat agung yang senantiasa menolong umat manusia. Setiap orang sesungguhnya dapat menjadi juru selamat bagi diri sendiri.

Karena itu, seseorang hendaknya bersandar pada diri sendiri, bukan kepada makhluk kudus lain betapa pun luhur kedudukannya. Hukum Alam tidaklah pernah pandan gbulu atau berpihak pada siapa pun, dan tidaklah dapat disuap atau dibujuk dengan doa-doa permohonan.

Karena itu, tidaklah perlu berdoa pada suatu makhluk yang bersikap sewenang-wenang, yang eksistensinya sangat meragukan. Manusia bukanlah makhluk rendah yang harus mengemis-ngemis keselamatan apalagi hanya sekedar ‘makanan’ dan ‘rejeki’.

Selanjutnya laki-laki bijak itu menjelaskan mengapa ia sama sekali tidak kelihatan takut, cemas atau khawatir atas bahaya yang mengancam dirinya. Ia hanya duduk dengan tenang karena sudah menyadari serta mempertimbangkan bahwa tidak ada jalan keluar yang wajar dari bahaya tersebut.

Kematian sesungguhnya bukan suatu hal yang menakutkan. Kematian tidak lebih hanyalah padamnya lima kelompok kehidupan. Cepat atau lambat, hal ini pasti menimpa setiap orang. Bagaikan batu karang besar yang puncaknya menjulang ke angkasa, niscaya berubah dan hancur; demikian pula perubahan, kelapukan dan kematian menguasai semua makhluk, tak terkecuali – apakah dia seorang bangsawan, agamawan, pedagang, pekerja atau orang hina-dina. Tidak ada satu makhluk hidup pun yang dapat terhindar dari kematian. Dimana ada kelahiran disitu pula ada kematian. Ini adalah suatu Hukum Alam yang tidak dapat dielakkan.

Bila kita renungkan secara mendalam, seseorang yang dipandang secara duniawi sebagai makhluk yang hidup sebenarnya setiap saat mengalami kematian dan kelahiran kembali yang berulang-ulang. Tidak ada satu bagian pun dari lima kelompok kehidupan yang dapat bertahan terus, kekal.

Rupa atauu badan jasmaniah mulai dari yang tertampak dengan jelas sampai dengan sel-sel yang sangat kecil sekalipun senantiasa mengalami perubahan atau kerusakan. Begitu pula dengan perasaan, ingatan, corak batin dan kesadaran. Semua yang berkondisi tidak kekal.

Apabila mempunyai pengertian semacam itu, dan yakin atas perbuatan-perbuatan yang dilakukan semasa hidupnya – yang menjadi salah satu kondisi penentu bagi kehidupan selanjutnya, maka seseorang tidak akan merasa takut, cemas atau khawatir atas kematian yang bakal menimpa dirinya.

Kematian dapat diterima dalam kewajaran. Dengan mengisi kehidupan dengan perbuatan-perbuatan baik melalui pikiran, ucapan dan tindakan – seseorang dapat mengharapkan kehidupan mendatang yang baik dan menetukan kehidupan mendatang. Apabila seseorang tercekam rasa ketakutan yang tak beralasan (perwujudan dari ‘dosa’), melekat pada kehidupan, dunia, harta benda, kemasyuran, kedudukan, kehidupan mendatang bagi dirinya dapatlah dipastikan yaitu suatu kehidupan, yaitu kehidupan yang suram, penuh penderitaan.

Sebaliknya dengan menjaga keadaan batin agar tetap tenang serta mengembangkan pengertian benar; maka kehidupan mendatang yang cerah dan menyenangkan adalah suatu harapan yang nyata bagi dirinya. Salah satu dari sekian banyak cara untuk menenangkan batin ialah dengan merenungkan jasa kebajikan yang pernah diperbuat semasa hidupnya.

Diceritakan oleh laki-laki bijak itu bahwa menjelang keberangkatannya menuju samudra, ia telah mempersembahkan dana kepada Sangha, menyatakan pernaungan pada Sang Tiratana, berpantang dari pembunuhan, pencurian, perzinahan. pendusataan dan pemabukan. Jasa kebajikan inilah yang menjadi pokok perenungan bagi dirinya di saat-saat yang kritis. Dalam Agama Buddha, perenungan – perenungan ini disebut Caganussati dan Sila nussati yang merupakan dua di antara 10 macam perenungan (Annusati 10).

Mendengar penjelasan laki-laki bijak itu, hilanglah perasaan takut yang sebelum ini sangat mencekam para pedagang yang sedang mengalami musibah tersebut. Kini sadarlah mereka atas hakikat kehidupan di dunia ini. Timbullah keyakinan yang benar terhadap Sang Tiratana ; Buddha, Dhamma dan Sangha, di hadapan laki-laki bijak itu mereka semua menyatakan kebulatan tekadnya untuk menjalani Pancasila.

Ketika selesai mengucapkan pantangan terhadap pembunuhan, air samudra menggenang hingga sebatas lutut. Ketika selesai mengucapkan pantangan terhadap pencurian, air samudra menggenang sebatas pinggang. Ketika selesai mengucapkan pantangan terhadap perzinahan, air samudra menggenang sebatas dada. Ketika selesai mengucapkan pantangan terhadap pendustaan, air samudra menggenang hingga sebatas leher. Ketika selesai mengucapkan pantangan terhadap mabuk-mabukan, air semudra menggenang sebatas mulut.

Begitu kelima sila selesai diucapkan semuanya, laki-laki bijak itu memberikan nasihat singkat : “Tidak ada pelindung selain diri sendiri. Tidak ada penyelamat lain selain diri sendiri. Bagaimanapun kehidupan mendatang, semua itu tergantung dari diri Anda sendiri, bukan orang lian, dewa, malaikat maupun makhluk adikodrati.

“Anda sekalian hendaknya merenungkan sila yang telah Anda tekadkan untuk dijalankan dengan kesungguhan hati. Pelaksanaan Dhamma yang telah Anda lakukan, inilah yang menjadi pelindung Anda yang sejati.”

Para pedagang itu menuruti serta melaksanakan nasihat laki-laki bijak itu. Mereka akhirnya sanggup menyambut kematian dengan penuh ketenangan dan kemantapan diri, seolah-olah menyambut seorang tamu. Begitu kesadaran ajal (cuti-citta) mereka padam, mereka semua terlahir kembali di Alam Surga Tavatimsa. Mereka menikmati kebahagiaan surgawi di alam sana dalam waktu yang lama berkat tekadnya yang kuat dalam menjalankan Pancasila.

Dari kisah di atas, tampaklah dengan jelas betapa besar peranan seorang bijak dalam mengarahkan orang-orang lain pada jalur yang tepat. Dengan modal teladan pribadinya yang nyata dan kearifannya., orang bijak sanggup mengikis habis kesesatan batin yang bercokol pada orang-orang lain dan sebaliknya memupuk keyakinan surgawi, hanyalah sebagian kecil dari banyak manfaat yang dapat diraih dengan menjalin pergaulan dengan orang bijak. Singkat kata,”Bergaul dengan orang bijak” adalah suatu Berkah Utama.

Sementara orang mungkin berpendapat bahwa orang bijak tersebut dapatlah dianggap ‘gagal’ menolong serta menyelamatkan teman-teman seperjalanannya karena mereka semua akhirnya mati terbenam dalam samudra. Sesungguhnya, makna ‘keselamatan’ dalam pandangan Agama Buddha memang sangatlah berbeda jauh dengan konsep yang dianut oleh beberapa kepercayaan dan agama lain.  Orang bijak bukanlah seorang Buddha Abadi, bodhisattva ideal ataupun juru selamat yang menghidupkan orang mati, menyembuhkan sakit, atau menyelamatkan dari segala bencana malapetaka bagi mereka yang percaya atau melafalkan namanya.

Bagi orang bijak, semua itu sesungguhnya hanyalah suatu keselamatan yang semu ~ walaupun seandainya merupakan suatu kenyataan bukan semata-mata dongeng belaka. Apalah artinya suatu kehidupan, kesembuhan atau keselamatan, apabila seseorang tidak tahu akan kesunyataan mulia (ariya-sacca). Orang bijak tidak ingin menjadi seorang penghibur yang berusaha mengelabuinya, menutupi atau menjauhkan orang-orang lain dari hakikat hidup. Tetapi, sebaliknya dengan berbagai cara orang bijak senantiasa berusaha agar mereka dapat menyadari, menatap serta menerima hakikat hidup dengan pengertian benar. Inilah sesungguhnya keselamatan yang sejati.

Pergaulan dengan orang bijak adalah suatu faktor penunjang bagi timbulnya kebajikan, pengetahuan, pandangan benar, kearifan dan kebijaksanaan
Siapakah guru kesabaran yang sebenarnya?

- Kalau dirumah suatu saat sang suami atau sang istri menimbulkan masalah, menimbulkan persoalan,
- kalau anak anak suatu ketika tidak mau mendengar nasehat,
- kalau teman-teman atau kolega kita menyulitkan kita,
- kalau mereka-mereka yang dahulu sangat akrab kemudian ingin menghancurkan kita, Mereka itu sesungguhnya guru-guru kesabaran yang sejati.
Karena pada saat itulah kita dituntut untuk mempunyai kesabaran. Kalau kita menghadapi mereka dengan geram, dengan emosi yang meluap-luap, dengan kemarahan dan mungkin dengan kebencian.
Sikap itu tidak menyelesaikan masalah bahkan membuat masalah lebih berlarut-larut, kegeraman yang ditunjukkan oleh seseorang sesungguhnya bukan menunjukkan kekuatan dan keperkasaan, Tetapi sebaliknya kelemahan jiwa, seseorang yang jiwanya kuat, mempunyai daya tahan mental yang tangguh, tidak akan mudah terpancing, tidak akan menunjukkan kegeraman, kegarangan, Karena sadar bahwa kegeraman, kegarangan, kemarahan, kebencian sama sekali bukan cara menyelesaikan persoalan,
Sri Pannavaro Mahanayaka Thera.
108 Kata Perenungan Master Chen Yen

Berikut ini merupakan 108 kata perenungan oleh guru besar Master Cheng Yen:

1. Orang bodoh membangun tembok pemisah dalam hatinya, orang bijaksana merobohkan tembok pemisah tersebut dan hidup berdampingan secara damai dengan orang lain.

2. Kesuksesan yang paling besar dalam hidup adalah bisa bangkit kembali dari kegagalan.

3. Ada dua hal yang tidak bisa ditunda dalam kehidupan: berbakti kepada orangtua dan melakukan kebajikan.

4. Jika ingin meningkatkan kebijaksanaan, kita mesti membebaskan diri dari sifat kemelekatan dan keraguan.

5. Cita-cita boleh saja tinggi dan jauh kedepan, namun langkah yang diperlukan untuk itu, harus diterapkan sejak sekarang.

6. Jangan mengenang terus jasa yang telah diberikan, jangan melupakan kesalahan yang pernah dibuat. Lupakanlah dendam yang ada di dalam hati, namun jangan melupakan budi baik yang pernah diterima.

7. Keinginan yang belebihan, selain mendatangkan penderitaan juga sering menggiring orang melakukan perbuatan yang mendatangkan karma buruk.

8. Jangan takut terdorong oleh orang-orang yang lebih mampu dari kita. Karena dorongan tersebut akan memberi semangat untuk terus maju.

9. Orang tidak mempunyai hak milik atas nyawanya, melainkan hanya memiliki hak untuk menggunakannya.

10. Tetesan air dapat membentuk sebuah sungai, kumpulan butiran beras bisa memenuhi lumbung. Jangan meremehkan hati nurani sendiri, lakukankalh perbuatan baik meskipun kecil.

11. Lahan batin manusia bagaikan sepetak sawah, bila tidak ditanami dengan bibit yang baik, tidak akan bisa menuai hasil yang baik.

12. Orang berbudi luhur mempunyai tujuan hidup, sedang orang yang berpikiran sempit menganggap hidup sebagai tujuan.

13. Sertakan saya dalam perbuatan baik, jangan libatkan saya dalam perbuatan jahat.

14. Anggaplah segala permasalahan sebagai pelajaran, pujian sebagai peringatan untuk mawas diri.

15. Dengan memiliki keyakinan, keuletan, dan keberanian, tidak ada hal yang tidak berhasil dilakukan di dunia ini.

16. Orang harus menyayangi diri sendiri baru dapat mencintai orang di seluruh dunia.

17. Dalam mengatasi berbagai masalah hendaknya berhati-hati, cermat, namun jangan berpikiran sempit.

18. Tidak perlu merasa khawatir atas banyaknya masalah, yang perlu dikhawatirkan hanya masalah yang sengaja dicari-cari.

19. Hendaknya kita menyadari, mensyukuri, dan membalas budi orangtua.

20. Jika enggan mengerjakan hal kecil, maka kita pun akan sulit menyelesaikan tugas yang besar.

21. Ikrar harus luhur, tekad harus kokoh, kepribadian harus lemah lembut, dan hati harus peka.

22. Hanya orang yang menghargai dirinya sendiri, yang mempunyai keberanian untuk bersikap rendah hati.

23. Keserakahan, kebencian, dan kebodohan merupakan 3 racun dalam kehidupan manusia. Atasi keserakahan dengan berdana, kebencian dengan hati yang welas asih, dan atasi kebodohan dengan kebijaksanaan.

24. Penyesalan adalah pengakuan dari hati nurani, dan dapat juga dikatakan sebagai pembersihan terhadap kekotoran batin.

25. Berdana bukanlah hak khusus yang dimiliki orang kaya, melainkan merupakan perwujudan dari sebuah cinta kasih yang tulus.

26. Hidup manusia tidak kekal. Bersumbangsihlah pada saat Anda dibutuhkan, dan lakukanlah selama Anda masih bisa melakukannya.

27. Jadilah orang yang tidak mengandalkan kekuasaan, status social, dan harta kekayaan dalam menjalani hidup.

28. Malapetaka dan bencana yang melandai dunia, sebagian besar merupakan hasil perbuatan orang-orang yang sehat jasmaninya, namun cacat rohaninya.

29. Memaafkan orang lain berarti berlaku baik pada diri sendiri.

30. Ada tiga “tiada” di dunia ini, tiada orang yang tidak saya cintai, tiada orang yang tidak saya percayai, dan tiada orang yang tidak bisa saya maafkan.

31. Pikiran dan perilaku kita sendiri yang menciptakan dan menentukan surga dan neraka.

32. Sumber penderitaan manusia ada 3, yaitu: keserakahan, kebencian, dan kebodohan.

33. Penyakit pada tubuh tidaklah menakutkan, batin yang sakit justru lebih mengerikan.

34. Kebijaksanaan diperoleh dari bagaimana seseorang menghadapi masalah dalam hidupnya. Apabila ia menghindar dari masalah yang ada, maka ia pun tidak akan dapat mengembangkan kebijaksanaannya.

35. Sumber dari kerisauan hati adalah keinginan manusia untuk selalu “memiliki”.

36. Ada sebagain orang yang sering merasa risau, akibat perkataan buruk orang lain yang sebenarnya tidak perlu dihiraukan.

37. “Keserakahan”, selain membawa penderitaan, juga akan menjerumuskan manusia ke dalam penderitaan.

38. Sebelum mengkritik orang lain, pikirkan dahulu apakah kita sendiri telah sempurna dan bebas dari kesalahan.

39. Setiap hari merupakan lembaran baru dalam hidup kita, setiap orang dan setiap hal yang ada di dalamnya merupakan kisah-kisah yang menarik.

40. Bila kita selalu ragu dan tidak memiliki tekad yang kuat, walaupun jalan yang benar telah terbentang di depan mata, kita tetap tidak akan pernah sampai ke tempat tujuan.

41. Orang yang paling berbahagia adalah orang yang penuh dengan cinta kasih.

42. Dengan menjaga tutur kata dan bersikap dengan baik, maka kita akan menjadi orang yang disenangi dan dicintai orang lain.

43. Mengernyitkan dahi dan tersenyum, keduanya sama-sama merupakan sebuah ekspresi, mengapa tidak tersenyum saja?

44. Hati hendaknya bagaikan bulan purnama yang bersinar terang. Hati hendaknya juga seperti cakrawala luas dengan langit yang cerah.

45. Niat baik yang tidak dilaksanakan sama halnya seperti bertani tanpa menebarkan benih. Hal ini hanya menyia-nyiakan kesempatan baik yang ada.

46. Setiap hari kita harus bersyukur dan berterima kasih kepada orangtua dan semua makhluk. Jangan melakukan sesuatu yang mengecewakan mereka.

47. Memberi dan melayani jauh lebih berharga dan membahagiakan daripada diberi dan dilayani.

48. Tidak peduli seberapa jauh jalan yang harus ditempuh dan selalu berusaha sebaik mungkin mencapai tujuan dengan kemampuan yang dimiliki, inilah yang disebut dengan keuletan.

49. Orang yang paling berbahagia adalah orang yang mampu mencintai dan dicintai orang lain.

50. Sebaik apa pun hati seseorang, bila tabiat dan tutur katanya tidak baik, maka ia tidak dapat dianggap sebagai orang baik.

51. Kasih sayang yang mengharapkan pamrih tidak akan bertahan lama. Yang akan bertahan selamanya adalah kasih sayang yang tak berwujud, tak ternoda, dan tanpa pamrih.

52. Cinta kasih harus bagaikan seduhan the wangi dengan komposisi yang pas. Bila terlalu pekat akan terasa pahit dan kita tidak dapat meminumnya.

53. Hadiah paling berharga di dunia ini adalah hadiah berbentuk maaf.

54. Bertuturlah dengan kata yang baik, berpikirlah dengan niat yang baik dan lakukanlah perbuatan baik.

55. Jangan menganggap remeh diri sendiri, karena setiap orang memiliki potensi yang tak terhingga.

56. Kesuksesan hidup selama puluhan tahun merupakan akumulasi perilaku setiap hari, maka setiap hari kita harus menjaga perilaku dengan sebaik-baiknya.

57. Semua manusia takut mati, takut menderita, apakah makhluk hidup lain tidak merasa takut juga? Oleh karena itu, kita harus melindungi semua makhluk hidup dan menghargai kehidupan.

58. Marah adalah menghukum diri sendiri atas kesalahan yang diperbuat oleh orang lain.

59. Hendaknya kita bersaing untuk menjadi siapa yang lebih dicintai, bukan siapa yang lebih ditakuti.

60. Musuh terbesar kita bukanlah orang lain, melainkan diri kita sendiri.

61. Bekerja untuk hidup sangat menyiksa, hidup untuk bekerja sangat menyenangkan.

62. Sumber penderitaan manusia adalah nafsu keserakahan untuk memiliki. Bila tidak bisa memperoleh yang diingankannya, dia akan menderita, namun bila telah memperolehnya, dia juga akan menderita karena takut kehilangan.

63. Kesederhanaan adalah keindahan, keserasian adalah keanggunan.

64. Hakekat terpenting dari pendidikan adalah pewarisan cinta kasih dan rasa syukur, yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

65. Kita hendaknya bersyukur kepada bumi yang menyediakan sumber daya alam sehingga kita dapat melanjutkan kehidupan, dan bersyukur kepada leluhur yang telah menyediakan lahan dan mengajarkan kita bagaimana cara untuk bertahan hidup.

66. Hati yang dipenuhi rasa syukur akan membangkitkan rasa haru. Rasa haru merupakan dorongan untuk melakukan kebajikan.

67. Bila dituduh orang lain, terimalah dengan rasa syukur. Bila menemukan kesalahan orang lain, sadarkan dengan sikap menghargai.

68. Bersyukurlah kepada orang yang menerima bantuan kita, karena mereka memberikan kesempatan baik bagi tercapainya pembinaan rasa cinta kasih kita.

69. Merupakan suatu berkah apabila sesama manusia dapat saling menghargai dan saling bersyukur.

70. Dengan berjiwa besar, tidak ada masalah yang tidak dapat diselesaikan di dunia ini. Bila berjiwa sempit, walaupun kesenangan berlimpah, kita akan tetap merasa menderita.

71. Mengurangi nafsu keinginan dan memperluas cinta kasih, kehidupan akan dilalui dengan gembira, nyaman dan bebas tanpa beban.

72. Pandai menempatkan diri dan berpikir demi orang lain adalah sikap orang yang penuh pengertian.

73. Pada umumnya orang lebih dapat menanggung beban kerja yang berat daripada menanggung kebencian, namun orang yang berkepribadian mulia adalah orang yang dapat melupakan kebencian.

74. Cara berterima kasih dan membalas budi kepada bumi adalah dengan terus mempertahankan konsep pelestarian lingkungan.

75. Intropeksi dirilah bila mendapat kritikan orang lain. Jika salah harus diperbaiki; bila tidak bersalah, cobalah untuk menerimanya dengan lapang dada.

76. Berjiwa besar menerima kekurangan orang lain merupakan suatu hal yang luar biasa di tengah hal yang biasa.

77. Binalah cinta kasih yang tulus dan murni. Hati tidak akan risau bila tidak mengharapkan pamrih atau merasa rugi dalam memberikan cinta kasih.

78. Menghibur orang dengan kata-kata yang baik dan lembut, melerai perselisihan dengan kata-kata bijaksana dan membantu kesulitan orang lain dengan tindakan nyata, inilah yang dinamakan berdana.

79. Selalu mengejar kenikmatan materi adalah sumber penderitaan manusia. Menderita bila tak bisa memperolehnya, dan bila bisa memperolehnya akan merasa belum puas. Semuanya merupakan penderitaan yang tak akan pernah berakhir.

80. Mampu merasakan kebahagiaan orang lain seperti kebahagiaan sendiri adalah kehidupan yang penuh dengan kepuasan dan paling kaya akan makna.

81. Jangan menganggap enteng perbuatan baik sekecil apa pun, karena bila terhimpun menjadi satu merupakan bantuan yang berharga dan bermanfaat bagi orang lain.

82. Seulas senyuman mampu mendamaikan hati yang gelisah.

83. Kehidupan kita bermakna apabila kita dapat bermanfaat bagi orang lain.

84. Jangan mencemaskan beban yang berat, asalkan tetap berjalan di arah yang benar, pasti akan samapi ke tujuan.

85. Orang yang selalu mengasah orang lain, dirinya sendiri akan terasah, namun bagi orang yang selalu diasah, selain tidak rusak, malah akan lebih bersinar cemerlang, bagaikan berlian yang sesungguhnya.

86. Prinsip penting mencapai keselarasan dalam penyelesaian masalah adalah menyadari kapan saatnya maju dan kapan saatnya mengalah.

87. Dengan bersabar dan mengalah, hidup akan damai dan tenteram; saling bersitegang akan mendatangkan malapetaka.

88. Genggamlah kesempatan untuk berbuat kebajikan. Bila hanya menunggu, kesempatan itu akan berlalu dan semuanya sudah terlambat.

89. Mampu mematuhi tata tertib dalam berorganisasi, berpadu hati, ramah tamah, saling mengasihi, dan bergotong royong, berarti sebuah kemajuan yang telah dicapai dalam melatih diri yang dilakukan dengan penuh konsentrasi.

90. Jangan menyia-nyiakan waktu; lakukan hal yang bermanfaat dengan langkah yang mantap.

91. Tak ada yang tidak dapat diatasi dalam hidup ini; dengan adanya tekad, maka segalanya akan dapat diatasi.

92. Jangan pusingkan apakah orang akan memperbaiki perilaku atau sikap buruknya, yang terpenting adalah kita tetap melatih diri dengan sebaik mungkin.

93. Bila cermin dalam hati dapat selalu dibersihkan, maka dapat secara jelas membedakan yang baik dan buruk, yang benar dan salah.

94. Jadikan batin kita sebagai tempat pelatihan diri dan hargailah semua orang dengan sikap kesetaraan.

95. Sebuah tindakan jauh lebih bermakna dibandingkan dengan ribuan ucapan.

96. Walaupun memiliki impian dan harapan pada masa berabad-abad kedepan, namun jangan sampai mengabaikan hal yang ada pada saat sekarang.

97. Kepintaran adalah kemampuan untuk membedakan mana yang menguntungkan dan merugikan. Kebijaksanaan adalah kemampuan untuk membedakan yang benar dan salah.

98. Jangan meremehkan kemampuan sendiri, karenanya mulailah dengan mengubah kondisi hati kita barulah dapat mengubah dunia agar menjadi lebih baik.

99. Lebih baik belajar dari kelebihan orang lain daripada mencari kelemahan dan kesalahan orang lain.

100. Hadapilah kesalahan orang lain dengan lapang dada dan lemah lembut.

101. Iblis yang ada di luar diri kita tidaklah menakutkan, yang mengerikan adalah iblis yang terdapat di dalam hati.

102. Kehidupan manusia bagaikan meniti kawat baja. Bila kita tidak bersungguh-sungguh melihat ke depan, malah sebaliknya selalu menoleh ke belakang, kita pasti akan terjatuh.

103. Faktor pemersatu dalam organisasi adalah toleransi dan tenggang rasa terhadap pendapat yang berbeda.

104. Berbakti adalah sikap yang bersedia berkorban pada saat dibutuhkan oleh orangtua.

105. Kebiasaan buruk bagaikan virus yang menyerang batin manusia, harus dicegah jangan sampai berkembang.

106. Berdana ada 3 macam, memberi bantuan makanan dan pakaian, memberikan nasehat bagi orang yang hatinya sedang hampa, dan memberikan kedamaian kepada orang yang panic dan ketakutan.

107. Masalah di dunia tidak dapat diselesaikan oleh satu orang saja, dibutuhkan uluran tangan dan kekuatan banyak orang untuk dapat menyelesaikan.

108. Orang yang mau mengakui kesalahan dan memperbaikinya dengan rendah hati akan dapat meningkatkan kebijaksanaanya.

Demikianlah 108 Kata Perenungan Oleh Master Cheng Yen semoga bermanfaat

Saddhu.. Saddhu.. Saddhu
Monyet Dan Angin



Seekor monyet sedang nangkring di pucuk pohon kelapa.

Dia nggak sadar sedang diintip oleh tiga angin besar.

Angin Topan, Tornado dan Bahorok.

Tiga angin itu rupanya pada ngomongin, siapa yg bisa paling cepet jatuhin si monyet dr pohon kelapa.

Angin Topan bilang,

dia cuma perlu waktu 45 detik.

Angin Tornado nggak mau kalah, 30 detik, katanya.

Angin Bahorok senyum ngeledek dan bilang,15 detik juga jatuh tuh monyet.

Akhirnya satu persatu ketiga angin itu maju.

Angin TOPAN duluan,

… dia tiup sekenceng2nya, Wuuusss…

Merasa ada angin gede datang, si monyet langsung megang batang pohon kelapa, Dia pegang sekuat2 nya. Beberapa menit lewat, nggak jatuh2 si monyet. Angin Topan pun nyerah.

Giliran Angin TORNADO.

Wuuusss… Wuuusss…

Dia tiup sekencang2nya. Ngga jatuh juga tuh monyet.

Angin Tornado juga nyerah.

Terakhir, Angin BAHOROK. Lebih kenceng lagi dia tiup.

Wuuuss… Wuuuss… Wuuuss… Si monyet malah makin kenceng pegangannya.

Nggak jatuh-jatuh.

Ketiga angin gede itu akhirnya ngakuin,
si monyet memang jagoan. Tangguh.
Daya tahannya luar biasa.

Ngga lama, datang angin SEPOI-SEPOI..

Dia bilang mau ikutan jatuhin si monyet. Keinginan îτϋ diketawain sama tiga angin lainnya. Yang gede aja nggak bisa, apalagi yang kecil.

Nggak banyak omong, angin SEPOI-SEPOI langsung niup ubun-ubun si monyet. Psssss…

Enak banget. Adem… Seger… Riyep-riyep matanya si monyet. Nggak lama ketiduran dia trus lepas lah pegangannya

Alhasil, jatuh deh tuh si monyet.

PESAN MORAL :

Boleh jadi ketika kita Diuji dengan KESUSAHAN…

Dicoba dengan PENDERITAAN…

Didera MALAPETAKA… Kita kuat bahkan lebih kuat dari sebelumnya…

Tapi jika kita diuji dengan KENIKMATAN… KESENANGAN… KELIMPAHAN…

Disinilah ” kejatuhan ” itu terjadi.

Jangan sampai kita terlena…

Tetap ”Rendah hati”, “Mawas diri”, “Sederhana”, krn bukan kritikan yg membuat anda jatuh tapi sanjungan & pujian

Selasa, 27 Oktober 2015

Buah Karma

Bila Karma Buruk Telah Berbuah, Memohon Ke Langit, Langit Tak Mendengar

Bila Karma Buruk Telah Berbuah, Mengeluh Ke Bumi, Bumi Tidak Peduli

Kepada Siapa Aku Harus Berpaling?

Hanya Buddha Dharma Satu-Satunya Jalan

Mengubah Samsara Menjadi Nirvana

Menciptakan Hidup Yang Baru Dalam Dharma

Dalam Syair di atas, kita bisa mengerti bahwa ketika buah karma kita telah tiba, kita tidak akan bisa menghindarinya. Baik atau buruk karma yang telah kita lakukan pasti kita akan mendapatkan hasil yang sesuai dengan perbuatan kita.

Ada sebuah cerita di dalam Dhammapada Atthakatta tentang seorang upasaka yang bernama Mahakala, dia telah melakukan kebajikan tetapi ketika karma buruk nya datang dia tetap tidak bisa menghindarnya. Ceritanya seperti ini :

Pada suatu hari uposatha, Mahakala pergi ke Vihara Jetavana. Hari itu ia melaksanakan delapan peraturan moral (athasila) dan mendengarkan khotbah Dhamma sepanjang malam. Pada malam hari itu juga beberapa pencuri masuk menyusup ke dalam sebuah rumah. Pemilik rumah terbangun dan mengejar para pencuri. Pencuri-pencuri itu berlarian ke segala arah. Beberapa pencuri berlarian ke arah vihara. Mereka berlari mendekat vihara. Pada saat itu Mahakala sedang mencuci muka di tepi kolam dekat vihara. Pencuri-pencuri itu meninggalkan barang curiannya di depan Mahakala dan kemudian mereka berlari pergi. Ketika pemilik barang tiba di tempat itu, mereka melihat Mahakala dengan barang curian. Mengira bahwa Mahakala adalah salah seorang pencuri, mereka berteriak ke arahnya, mengancamnya dan memukulnya dengan keras. Mahakala meninggal dunia di tempat itu. Pada pagi harinya, ketika beberapa bhikkhu muda dan samanera-samanera dari vihara pergi ke kolam untuk mengambil air, mereka melihat mayatnya dan mengenalinya.

Sekembali mereka ke vihara, mereka melaporkan hal yang dilihatnya kepada Hyang Buddha. “Bhante, seorang upasaka di vihara yang telah mendengarkan khotbah Dhamma sepanjang malam ditemukan telah meninggal dunia secara tidak pantas”.

Kepada mereka Hyang Buddha menjawab, “Para bhikkhu, jika kalian hanya mengetahui perbuatan baik yang telah ia lakukan pada kehidupan saat ini, tentunya ia tidak akan ditemukan meninggal dunia secara tidak layak. Tetapi kenyataanya, ia harus menerima akibat perbuatan jahat yang telah ia lakukan pada kehidupan lampaunya. Pada salah satu kehidupan lampaunya, ketika ia sebagai salah seorang anggota istana kerajaan, ia jatuh cinta pada istri orang lain dan memukul suami wanita tersebut sehingga suami itu meninggal dunia. Oleh karena perbuatan jahatnya, pasti akan membuat seseorang menderita, bahkan dapat mengakibatkan kelahiran kembali dalam salah satu dari empat alam penderitaan (apaya)“.

Apa yang kita bisa ambil dari cerita di atas? Salah satu hal yang bisa kita ambil makna dari cerita di atas adalah kita harus sering-sering melakukan suatu kebaikan, kita harus mengurangi setiap perilaku kita yang bisa menimbulkan hal yang tidak baik. Karena sudah jelas sekali bahwa setiap perbuatan walau sekecil apapun juga pasti akan mendapatkan hasil yang sesuai dengan perbuatannya. Seseorang yang sering mencuri pasti akan mendapatkan hasil yang setimpal, seseorang yang sering sembahyang pasti akan mendapatkan hasil yang setimpal, begitu pula dengan seseorang yang sering berdana pasti akan mendapatkan hasil yang setimpal. Jangan pernah berpikir kalau perbuatan kita tidak akan berbuah, walaupun sekecil apapun perbuatan itu pasti akan mendapatkan hasil yang setimpal. Misalnya apabila kita selalu tersenyum ketika bertemu dengan orang lain, maka kita akan di sukai oleh orang-orang yang ada disekitar. Hanya karena tersenyum kita bisa mendapatkan hasil yang baik apalagi kita melakukan hal yang lebih dari sekedar senyuman.

Tentu untuk melakukan perbuatan bajik penuh dengan kesulitan, tetapi apabila kita sudah yakin dengan perbuatan kita maka kita tidak akan mundur dalam melakukan perbuatan yang baik dan tentu saja kita kurangi setiap perbuatan kita yang tidak baik.

Guru Buddha bersabda di dalam Anguttara Nikaya Bagian 13 mengenai Tinggalkanlah kejahatan. Beliau mengatakan  Tinggalkanlah kejahatan, O para bhikkhu! Para bhikkhu, manusia dapat meninggalkan kejahatan. Seandainya saja manusia tidak mungkin meninggalkan kejahatan, aku tidak akan menyuruh kalian melakukannya. Tetapi karena hal itu dapat dilakukan maka kukatakan, “Tinggalkanlah kejahatan!” Demikianlah Saudara, Buddha telah memberikan penjelasan kepada kita bahwa kita bisa meninggalkan semua hal yang buruk di dalam diri kita, kita bisa mengurangi perbuatan buruk dalam diri kita, kita bisa meminimalkan perbuatan buruk yang ada dalam diri kita. Apakah itu saja cukup? Tentu tidak, selain itu kita harus sering melaksanakan perbuatan yang baik.

Pada kesimpulannya kita harus mengurangi setiap perbuatan buruk yang akan kita lakukan dan menambah perbuatan-perbuatan bajik yang bisa membuat kita bahagia karena di dalam Dhammapada bagian Atta Vagga syair 161 mengatakan bahwa :

Kejahatan yang dilakukan oleh diri sendiri, timbul dari diri sendiri disebabkan oleh diri sendiri, akan menghancurkan orang bodoh, bagaikan intan memecah permata yang keras.

Kita tentu tidak ingin menjadi orang yang bodoh, orang yang selalu berbuat kesalahan karena hal itu hanya akan menambahkan penderitaan kita yang baru. Kita harus selalu menjadi orang yang penuh kesadaran dalam setiap hal.

Sadhu…..Sadhu….Sadhu……i