Translate

Jumat, 30 Oktober 2015

Kisah Raja Yang Terluka Jarinya

Dahulu kala, hiduplah seorang raja yang gemar berburu. Suatu ketika saat berburu, jari tangannya terluka. Sang raja lalu memanggil tabib istana. Tabib itu memberikan obat pada luka raja. Raja lalu bertanya, “Apakah lukaku akan memburuk?” Tabib itu menjawab, “Baik? Buruk? Siapa tahu?” Dua hari kemudian, luka itu bertambah parah dan membengkak. Raja lalu kembali memanggil tabib dan memarahinya. Kali ini tabib itu memberikan obat yang katanya lebih mujarab. Raja bertanya. “Apakah lukaku akan membaik?” Tabib itu menjawab, “Baik? Buruk? Siapa tahu?” Dua hari kemudian sang raja kembali memanggil si tabib. Luka tersebut sudah sangat parah, bengkak, dan bernanah. Jari raja pun harus diamputasi. Sang raja sangat kecewa.
“Wah! Dasar tabib bodoh! Buruk sekali kerjamu ini! Akan kupenjarakan kau!” Akhirnya, sang tabib mendekam di penjara. Suatu ketika sang raja mengunjungi penghuni penjara. Ia pun menemui tabib istana dan bertanya, “Apa kamu baik-baik saja di penjara yang buruk ini?” Tabib menjawab, “Baik? Buruk? Siapa tahu?”
Sepulang dari penjara, raja kembali berburu ke hutan. Saat berburu, raja ditangkap oleh suku primitive dan akan dikorbankan untuk persembahan bagi dewa-dewa mereka. Namun, saat suku primitive itu sedang menyalakan api, salah satu prajuritnya berteriak, dalam bahasa mereka tentunya, “Hooiii! Orang ini Cuma punya Sembilan jari. Dia tidak sempurna untuk dijadikan persembahan bagi dewa kita!” Setelah itu, raja pun dibebaskan.
Sesampainya di istana, raja langsung pergi ke penjara dan membebaskan tabib istana. “Terima kasih! Kalau kamu dahulu tidak memotong jariku, aku pasti sudah mati menjadi korban suku-suku primitive itu.” Tabib istana menjawab, “Kalau saja aku tidak memotong tangan raja, raja pasti akan mengajakku berburu. Kalau aku ikut berburu, maka akulah yang akan dijadikan korban karena jariku ada sepuluh! Baik? Buruk? Siapa tahu?”
Sumber : Ehipassiko SMA 3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar