Translate

Sabtu, 28 November 2015

Ucapan Suami yang Setia Saat Mabuk
Seorang suami menelepon istrinya karena ia harus pulang terlambat.
Bos di tempat kerjanya mengajak keluar bersama klien.
Sebenarnya ia tidak ingin ikut, namun bagaimana lagi.
Di acara tersebut, pria ini sebenarnya menolak untuk minum alkohol.
Namun satu gelas basa-basi itu terasa nikmat, sehingga ia minum lagi dan lagi.
Maka ia pun pulang dalam keadaan mabuk berat.
Sesampainya di rumah, istrinya sudah menunggu.
Layaknya orang mabuk, pria ini berjalan linglung, menabrak beberapa perabot sampai pecah.
Dan yang paling buruk adalah ia mabuk hingga muntah.
Lantai pun jadi kotor dan sang istrilah yang membersihkan semua itu serta pakaiannya.
Keesokan harinya, saat ia bangun, pria ini teringat bahwa ia pulang mabuk dan mengotori rumah.
Ia sudah berpikir bahwa istrinya pasti akan jengkel dan marah. Dalam hatinya, pria ini berharap agar tidak terjadi pertengkaran di pagi hari ini.
Namun, alangkah kagetnya pria ini karena ia mendapati meja penuh dengan makanan enak, dan lengkap dengan sebuah notes kecil.
"Sayang, sarapan kesukaanmu sudah siap di meja. Aku pergi ke pasar dulu. Aku akan pulang secepatnya sambil berlari, Sayang. Aku mencintaimu," begitu isi suratnya.
Ia terkejut dan bertanya pada anak lelakinya,
"Tadi malam apa yang terjadi?"
Anaknya menjawab,
"Waktu ibu mau membawamu ke ranjang dan mencoba melepas sepatu serta pakaian ayah, ayah mabuk berat sambil berkata, 'Hey perempuan! Tinggalkan aku sendiri! Aku sudah menikah!""
Mendengar cerita ini, pria itu tersenyum namun juga tersipu malu.
Pantas saja istrinya jadi begitu penyayang dan romantis.
Namun ia jadi malu sendiri karena istri dan anaknya pasti tertawa mendengar apa yang ia katakan.
Walau memang benar, ia sangat mencintai istri dan keluarganya.
Gajah mati meninggalkan gading
Harimau mati meninggalkan belang
Manusia mati meninggalkan nama
sering mendengarkan istilah ini kan ?

Pada saat kematian terjadi pada seseorang dan pada saat upacara kematian itu berlangsung pada setiap agama ada sesi yang mana pemimpin upacara mengungkapkan " Kebajikan kebajikan " almarhum di hadapan keluarga , sahabat, kawan , dan orang
di sekitarnya yang di sebut Eulogi.
" Almarhum si A pada masa hidupnya adalah kawan yang baik , sahabat yang menolong , setia kawan , Tempat bertukar pikiran , seorang dermawan karena sering membantu , seorang papa/ibu yang penuh cinta, melayani, dll yang penuh dengan kata kata baik " .

Inilah yang disebut Garis Nadir Kehidupan. Kiasan dari ilmu ekonomi , garis nadir / garis terbawah tempat mengetahui saldo.

Apa yang dikatakan mengenai orang yang meninggal ? Bukan harta nya , bukan jabatan nya , bukan kekayaan nya , yang kita kejar sepanjang hidup kita (lebih banyak menghabiskan waktu). Mereka akan mengenang kita lewat kebajikan Anda, hal hal yang tidak ternilai dengan Uang, hal hal yang kadang kita lalaikan.
Inilah yang membuat manusia yang benar-benar penting yang sesungguhnya kita rayakan pada saat kematian.

Jadi mulai sekarang pupuk lah Kebajikan sebanyak banyak nya agar catatan kita ada dan selalu ada di hati orang.

Kutipan dari "ajarn bramn"

Melihat Karakter seseorang dari potongan Poni

1. Poni panjang dan tebal

Wanita berponi panjang dan tebal dikenal sebagai seseorang yang percaya diri dan merasa puas dengan dirinya. Dia tidak hanya suka mengambil inisiatif dalam hubungan cinta, tetapi juga dalam kegiatan lainnya, seperti hobi.
Wanita tipe ini juga memiliki keinginan yang kuat pada cinta, sehingga dia paling cocok berpasangan dengan pria yang sehobi atau punya passion yang sama.

2. Poni tebal, berpotongan lurus menutupi dahi

Wanita berponi tebal dengan potongan lurus menutupi dahi memiliki sifat yang tertutup dan pasif terhadap hubungan cinta. Dia juga diam-diam ingin dilihat sebagai seorang wanita yang menarik oleh orang-orang di sekitarnya.
Hal itu mungkin dikarenakan dia pernah mengalami semacam trauma di masa lalu. Oleh karena itu, cewek tipe ini membutuhkan seorang pria sabar yang mau meluangkan waktu untuk perlahan-lahan membuka hatinya.

3. Poni menyamping kiri

Wanita dengan poni menyamping kiri memiliki sisi feminin yang lebih dominan. Maka, jangan heran jika wanita tipe ini lebih mementingkan perasaan karena dia suka berbicara dari hati ke hati. Alih-alih menempatkan dirinya sebagai pemeran utama dalam segala kesempatan, dia lebih memilih untuk mengambil peran pendukung. ?

Wanita tipe ini juga sangat berhati-hati dalam menjaga perasaannya, sehingga dia cenderung terlihat sebagai seorang pemalu ketika menghadapi cinta. Itulah mengapa dia kerap mengalami kesulitan dalam menemukan pasangan. Namun jauh di dalam hatinya, dia ingin sekali melabuhkan cintanya pada seorang pria yang menarik perhatiannya.

4.  Poni menyamping kanan

Wanita dengan poni menyamping kanan memiliki sisi maskulin yang lebih dominan. Oleh karenanya, wanita tipe ini memiliki cara berpikir yang maskulin, yang membuatnya lebih cenderung memikirkan sesuatu dengan cara yang simpel.
Dalam pergaulan, wanita tipe ini mampu menempatkan dirinya dan mengambil inisiatif untuk setiap masalah yang dihadapinya. Namun, karena sikapnya yang terlalu ambisius, kebanyakan pria berpikir bahwa dia adalah wanita yang egois dan mau menang sendiri. Wanita semacam ini umumnya akan meninggalkan kesan baik pada pria yang lembut atau pria yang lebih muda darinya.

5.Poni di atas alis

Wanita dengan potongan poni di atas alis dikatakan memiliki rasa percaya diri yang besar. Sekali dia jatuh hati pada seorang pria, dia akan berusaha untuk mengejarnya sampai dapat. Dalam urusan cinta, wanita tipe ini umumnya mampu bersikap toleran terhadap pasangannya, namun dia juga memiliki keinginan kuat untuk bisa dipahami oleh pasangannya.

Dan mungkin hal itulah yang akhirnya memicu perdebatan di antara dia dan pasangannya. Oleh karenanya, wanita tipe ini cenderung lebih tertarik pada pria yang sudah dewasa dan mampu membimbingnya, termasuk pria yang berpikiran luas dan mau menerimanya apa adanya.

6. Belah tengah atau memperlihatkan dahi

Wanita dengan bentuk poni terbelah di tengah atau memperlihatkan dahi cenderung lebih aktif dalam komunikasi. Karena sangat agresif dalam membangun sebuah percakapan, wanita tipe ini seringkali dianggap terlalu banyak bicara atau cerewet.
Namun, hal itu malah membuatnya terlihat menarik di depan lawan jenis. Sayangnya, wanita tipe ini sangat lemah pada pujian dan sanjungan. Dia mudah jatuh ke dalam pelukan pria yang menghujaninya dengan kata-kata manis dan pujian.
Bagi Anda yang tidak suka mengubah bentuk poni selama bertahun-tahun, enam deskripsi di atas mungkin akan akurat dalam menggambarkan kepribadian Anda. Sebaliknya, bagi Anda yang suka bergonta-ganti gaya rambut, terutama bentuk poni, hasil di atas mungkin akan sama sekali tidak akurat.
Permasalahan dg semut:
Semut benci timun.
TARUH kulit ketimun di dkt tempat2 yg ada semut atw di lubang semut.

Utk mengkilapkan kaca:
"Bersihkan dg Sprite"

Utk melepas permen karet dari baju:
"Taruh bajunya di dlm freezer selama satu jam"

Utk memutihkan baju:
"Rendam baju putih di dalam air hangat bersama dg seiris lemon selama 10 menit"

Utk menghasilkan rambut yg berkilau:
"Beri satu sendok teh cuka (vinegar) ke rambut kemudian cuci rambutnya"

Utk mendapatkan jus perasan sebanyak2nya dari lemon:
"Rendam lemon di air hangat selama sejam kemudian baru diperas"

Utk menghindari bau kol ketika memasak:
"Taruh sepotong roti di atas kol di dlm wadahnya ketika memasak"

Menghilangkan tinta dari baju:
"Kasih odol 🍥agak banyak di bagian bertinta dan biarkan sampai bnr2 mengering, baru setelah itu dicuci"

Utk menyingkirkan tikus:
"Tabur lada hitam di tmpt2 yg ada tikusnya. Mereka akan kabur"

Minum air putih sblm tidur..
"Sekitar 90% dari serangan jantung terjadi di dini hari dan resiko ini bs dikurangi dg meminum satu atau dua gelas air putih sblm tidur di malam hari"

Kita tahu air itu penting tp kita tdk pernah tahu ttg saat2 tertentu kita harus minum..
Meminum air di waktu-waktu yg tepat ⏰ memaksimalkan khasiatnya utk tubuh manusia :
1. 1 gelas air putih ketika bangun tidur - 🕕⛅ membantu mengaktifkan organ2 dalam..
2. 1 gelas air putih 30 menit 🕧 sblm makan - membantu pencernaan..
3. 1 gelas air putih sblm mandi 🚿 - membantu menurunkan tekanan darah.
4. 1 gelas air putih sblm tidur - 🕙 menghindarkan dari stroke dan serangan jantung.

Pepatah Cina mengatakan:
'Ketika seseorang berbagi sesuatu yg bermanfaat dan kamu mendptkan manfaat dari itu maka kamu punya obligasi moral utk membagi hal itu juga ke org lain.'

Rabu, 25 November 2015

APANNAKA-JATAKA


Kisah ini  disampaikan oleh  Sang Guru saat Beliau berdiam di sebuah arama di Jetawana (Jetavana), di dekat Kota Sawatthi mengenai  lima  ratus  orang  teman  dari seorang hartawan dan juga merupakan murid dari penganut ajaran sesat3.

Suatu hari, Anāthapiṇḍika, sang hartawan, mengajak teman-temannya, kelima ratus murid dari kelompok lain ke Jetawana, ia membawa untaian kalung bunga, wewangian dan obat-obatan dalam jumlah banyak, di samping itu, terdapat juga minyak, madu, sari gula, kain dan jubah. Setelah memberikan penghormatan kepada Sang Guru, ia mempersembahkan untaian kalung bunga dan sejenisnya kepada Beliau, menyerahkan obat- obatan, barang-barang lainnya, beserta kain kepada Bhikkhu Sanggha (Saṅgha).


Setelah itu, ia duduk di satu sisi agar tidak melanggar enam tata cara dalam memilih tempat duduk. Demikian juga kelima ratus murid dari kelompok lain itu, setelah memberikan penghormatan kepada Buddha, mereka mengambil tempat duduk di dekat Anāthapiṇḍika, menatap ketenangan wajah Sang Buddha, yang bersinar laksana cahaya purnama; keberadaan Beliau  diliputi  tanda-tanda Kebuddhaan,  gemilang bagai cahaya yang menerangi hingga jarak satu depa jauhnya; kecemerlangan agung yang menandai seorang Buddha, laksana untaian bunga yang muncul sepasang demi sepasang.


Kemudian, walaupun dengan nada gemuruh laksana deram singa muda di Lembah Merah, seperti awan badai di musim hujan yang turun bagai Sungai Gangga dari surga5 [96] dan terlihat seperti untaian batu permata; namun ketika menyuarakan    delapan    tingkatan    kesucian    yang    sangat memukau, Beliau membabarkan Dhamma dengan sangat merdu dan dengan berbagai keindahan yang cemerlang kepada mereka.


Setelah mendengarkan Dhamma yang dibabarkan oleh Sang Buddha,   mereka   bangkit   dengan   niat   untuk   mengubah keyakinan mereka. Dengan memberi penghormatan kepada Yang   Maha tahu,   mereka   meninggalkan   keyakinan   mereka sebelumnya dan berlindung kepada Buddha. Sejak itu, dengan tanpa henti mereka selalu pergi bersama Anāthapiṇḍika, membawa wewangian, untaian bunga dan sejenisnya di tangan mereka; mendengarkan Dhamma di wihara; mereka melatih kemurahan hati, menjaga sila dan menjalankan puasa pada hari- hari uposatha.


Kemudian Sang Buddha meninggalkan Sawatthi untuk kembali ke Rājagaha. Segera setelah Beliau pergi, mereka pun meninggalkan   perlindungan   terhadap   Buddha   dan   kembali berlindung pada ajaran yang semula mereka anut.


Setelah menetap di Rājagaha selama tujuh hingga delapan bulan lamanya, Sang Buddha kembali ke Jetawana. Sekali lagi Anāthapiṇḍika bersama teman-temannya mengunjungi Sang Guru, memberikan penghormatan, mempersembahkan wewangian dan sejenisnya, dan mengambil tempat duduk di satu sisi. Teman-temannya juga memberikan penghormatan kepada Beliau dan mengambil tempat duduk dengan cara yang sama. Kemudian Anāthapiṇḍika memberitahukan kepada Sang Buddha bagaimana teman-temannya meninggalkan perlindungan kepada-Nya, kembali menganut keyakinan mereka yang lama pada saat Buddha melakukan perjalanan pindapata (piṇḍapāta, menerima derma makanan).


Setelah membuka mulut-Nya yang bagaikan seroja, laksana peti harta karun, diliputi semerbak aroma bunga yang amat wangi dan diliputi oleh harumnya kebajikan yang telah Beliau perbuat selama berkalpa-kalpa6 lamanya, dengan suara yang merdu Sang Buddha bertanya, “Benarkah kalian, para Siswa- Ku, meninggalkan Tiga Perlindungan 7 untuk berlindung pada ajaran yang lain?”

Karena sudah tidak dapat menutupi kenyataan tersebut, mereka pun mengakuinya dan berkata, “Hal itu benar adanya, Sang Buddha.” Mendengar hal tersebut, Sang Guru berkata, “Para Siswa, kemuliaan yang timbul dari menjalankan sila dan melaksanakan perbuatan baik lainnya, bukan di antara batasan neraka8 terendah dan surga tertinggi, bukan pula di semua alam tanpa batas yang membentang ke kanan maupun ke kiri, melainkan yang setara, atau sedikit berkurang kemuliaannya dalam hal keunggulan seorang Buddha.”


Lalu Beliau menyampaikan keunggulan dari Tiga Permata sebagaimana telah tercantum dalam kitab suci kepada mereka. Beberapa diantaranya adalah : “Wahai Bhikkhu, semua makhluk, yang tidak berkaki, dan seterusnya, di antara semuanya Buddhalah yang menjadi pemimpin.”; “Kekayaan apapun yang ada, baik di alam ini maupun di alam lainnya dan seterusnya.”;  dan  “Sesungguhnya pemimpin  dari  orang  yang berkeyakinan dan seterusnya.” 


Beliau berkata lebih lanjut, “Tidak ada siswa, baik pria maupun wanita, yang berlindung pada Tiga Permata yang diberkahi dengan keunggulan tiada taranya, yang akan dilahirkan kembali di alam neraka maupun alam sejenis lainnya; melainkan mereka akan terbebaskan dari kelahiran di alam yang menderita, terlahir di alam dewa dan menikmati kejayaan di sana. Karena itulah, jika meninggalkan perlindungan demikian untuk mengikuti ajaran lain, maka kalian telah berjalan ke arah yang salah.”


Berikut adalah kutipan dari kitab suci yang perlu dilantunkan untuk menjelaskan bahwa tiada seorang pun yang mencari pembebasan dan kebahagiaan tertinggi, akan terlahir kembali di alam yang menderita setelah berlindung pada Tiga Permata :


Mereka yang berlindung pada Buddha, tidak akan terlahir ke alam yang menderita; segera setelah mereka meninggalkan alam manusia, wujud Deva kan didapatkannya. 

Mereka yang berlindung pada Dhamma, tidak akan terlahir ke alam yang menderita; segera setelah mereka meninggalkan alam manusia, wujud Deva akan didapatkannya. 

Mereka yang berlindung pada Sangha, tidak akan terlahir ke alam yang menderita; segera setelah mereka meninggalkan alam manusia, wujud Deva akan didapatkannya. 

Berbagai perlindungan yang dicari oleh manusia,

Puncak gunung, keheningan hutan, (dan seterusnya hingga )

Ketika perlindungan demikian telah ia cari dan temukan, ia akan terbebaskan dari segala penderitaan.)


Namun Sang Guru tidak mengakhiri khotbah-Nya sampai di sini. Beliau menambahkan, “Wahai Bhikkhu, meditasi dengan objek renungan terhadap Buddha, Dhamma ataupun Sanggha, akan membawa kita mencapai tingkat kesucian Jalan maupun Buah dari Sotāpanna, Sakadāgāmi, Anāgāmi, dan Arahat .” Setelah selesai membabarkan Dhamma kepada mereka dengan menggunakan berbagai cara, Beliau berkata lebih lanjut, “Jika meninggalkan perlindungan demikian, maka kalian telah berjalan ke arah yang salah.”


Beberapa tingkatan kesucian yang dapat dicapai melalui meditasi dengan objek perenungan Buddha, dan seterusnya; diperjelas lagi melalui beberapa kitab, seperti :  “Wahai Bhikkhu, ada satu hal yang pasti, jika dipraktikkan dan dikembangkan akan menimbulkan rasa tidak suka terhadap kesenangan duniawi, berhentinya nafsu, berakhirnya proses kelahiran,  ketenangan,  menuju  pandangan  terang,  mencapai penerangan sempurna, nibbana. Apakah satu hal itu? —Meditasi  dengan menggunakan objek perenungan terhadap Buddha.”) Ketika Beliau memberikan nasihat kepada para bhikkhu,


Sang Buddha berkata, “Wahai Bhikkhu, di masa lampau, mereka yang berkesimpulan salah, berpandangan bahwa dengan tidak berlindung merupakan perlindungan yang sesungguhnya, akan menjadi  mangsa  dan  dibinasakan  oleh  yaksa  buas  di  hutan belantara berpenghuni siluman; sementara itu, mereka yang yakin terhadap kebenaran sejati tanpa keraguan, mampu bertahan di hutan belantara itu.” Setelah mengucapkan ini, Beliau berdiam diri.


Lalu sambil bangkit dan memberikan hormat kepada Sang Buddha, Upasaka Anāthapiṇḍika mengutarakan pujian, dengan kedua tangan dirangkupkan dengan penuh penghormatan hingga ke dahinya, ia berucap, “Jelas bagi kami, Sang Guru, bahwa saat ini para bhikkhu berjalan ke arah yang salah dengan meninggalkan perlindungan tertinggi. Namun kehancuran yang sudah terjadi bagi mereka yang berpendirian keras di hutan belantara berpenghuni siluman, dan keberhasilan dari mereka yang yakin akan kebenaran, tidak diketahui oleh kami dan hanya diketahui oleh Sang Guru.Semoga Sang Buddha, laksana menerbitkan purnama ke langit, menjelaskan hal ini kepada kami.”


Kemudian Sang Buddha bertutur, “Semata-mata untuk mengatasi persoalan-persoalan       keduniawian, dengan  melaksanakan Sepuluh Kesempurnaan (Dasa Parami) selama berkalpa-kalpa, segala pengetahuan menjadi jelas bagi-Ku. Simak dan dengarkanlah, secermat seperti kalian mengisi sumsum seekor singa ke dalam tabung emas.”


Setelah mendapatkan perhatian penuh dari hartawan, Sang Buddha menjelaskan hal yang selama ini tidak mereka ketahui dikarenakan kelahiran kembali, seolah-olah  Beliau membebaskan purnama dari udara bebas yang tinggi, tempat terbentuknya salju.


Suatu ketika di masa lampau Brahmadatta terlahir sebagai seorang raja di Benares, negeri Kāsi, Bodhisatta terlahir dalam sebuah keluarga saudagar. Setelah dewasa, ia senantiasa melakukan perjalanan untuk berdagang dengan membawa lima ratus buah gerobak, menempuh perjalanan dari timur ke barat dan sebaliknya. Di Kota Benares juga terdapat seorang saudagar muda lainnya yang dungu dan pendek akal.


Kembali ke kisah ketika Bodhisatta yang siap untuk memulai perjalanannya setelah mengisi kelima ratus buah gerobaknya dengan barang-barang bernilai tinggi yang dihasilkan oleh penduduk Benares. Sama halnya dengan saudagar muda yang dungu itu. Saat itu Bodhisatta berpikir, “Jika si dungu ini berjalan bersamaku sepanjang perjalanan, akan ada seribu gerobak yang beriringan di jalan yang sama. Jalanan akan penuh sesak oleh iringan gerobak. Sulit untuk mendapatkan baik kayu, air dan lainnya yang cukup untuk semua orang, maupun rumput untuk sapi-sapi. “Salah seorang dari kami harus berangkat terlebih dahulu.” Bodhisatta mendatangi dan menyampaikan pandangannya kepada saudagar dungu itu, dengan berkata, “Kita tidak dapat berangkat bersamaan; kamu memilih berangkat terlebih dahulu atau belakangan?” 


Saudagar dungu itu berpikir, “Akan ada banyak keuntungan yang bisa saya peroleh dengan berangkat terlebih dahulu. Jalanan masih bagus dan sapi-sapi akan mendapatkan rumput yang cukup. Para pelayanku akan mendapatkan rempah-rempah untuk kari, air yang masih jernih, dan yang terakhir, sayalah yang menentukan harga saat tukar menukar barang dilakukan.” Maka ia menjawab, “Saya akan berangkat terlebih dahulu, Saudaraku.”


Di sisi lain, Bodhisatta melihat banyak keuntungan dengan berangkat belakangan, Bodhisatta berkata pada dirinya sendiri, “Mereka yang berangkat terlebih dahulu akan meratakan jalan yang berpermukaan tidak rata, barulah saya akan menempuh jalan yang telah mereka lewati; sapi mereka akan memakan rumput tua yang kasar, barulah sapi-sapi saya dapat menikmati rumput muda yang baru tumbuh di sepanjang jalan; para pengikut saya akan mendapatkan rempah-rempah segar yang baru tumbuh setelah tanaman tua dipetik oleh mereka; jika tidak ada sumber air, mereka harus menggali sumur untuk mendapatkan air dan kami dapat minum air dari sumur yang telah ada. Tawar menawar adalah pekerjaan yang sangat melelahkan, dengan berangkat belakangan, saya dapat menukar barang bawaan saya dengan harga yang telah mereka sepakati sebelumnya.”   Dengan   pertimbangan   tersebut,  ia   berkata, “Engkau dapat berangkat terlebih dahulu, Saudaraku.”


“Baiklah, saya akan segera berangkat,” jawab saudagar dungu itu. Ia mempersiapkan gerobak sapinya dan segera memulai perjalanan. Setelah berjalan beberapa saat, ia telah meninggalkan daerah tempat tinggal manusia dan mencapai daerah pinggiran hutan. (Hutan di sini terbagi menjadi lima jenis : —Hutan Perampok, Hutan Binatang Buas, Hutan Tandus, Hutan Siluman dan Hutan Kelaparan. 

Jenis hutan yang pertama adalah hutan yang di sepanjang jalannya ditunggui oleh para perampok; 

Jenis yang kedua adalah hutan yang dihuni oleh singa dan binatang buas lainnya; yang ketiga adalah hutan yang tidak terdapat air untuk mandi maupun minum barang setetes pun; yang keempat adalah hutan yang dihuni oleh siluman di sepanjang jalannya; dan jenis yang kelima adalah hutan dimana akar tanaman maupun makanan lainnya tidak dapat ditemukan. 


Dari kelima jenis hutan di atas, dua jenis yang menjadi masalah besar adalah Hutan Tandus dan Hutan Siluman). Karena itulah si saudagar muda membawa banyak kendi air besar di gerobaknya. Setelah kendi-kendi itu diisi penuh dengan air, ia mulai bergerak melintasi padang tandus selebar enam puluh yojana yang terbentang di hadapannya. Saat ia mencapai jantung hutan, yaksa yang menghuni hutan itu berkata kepada dirinya sendiri, “Saya akan membuat orang-orang ini membuang persediaan air mereka, dan melahap mereka semua saat mereka jatuh pingsan.” Maka  dengan menggunakan kekuatan sihirnya ia menciptakan sebuah kereta megah yang ditarik oleh sapi jantan muda berwarna putih bersih. Yaksa itu bergerak menuju tempat saudagar dungu berada, bersama rombongan yang terdiri dari sekitar sepuluh hingga dua belas yaksa lainnya yang menyandang busur dan tempat anak panah serta membawa pedang dan perisai. 


Ia bertingkah seakan-akan ia adalah seorang raja yang sangat berkuasa di kereta itu, dengan untaian seroja biru dan teratai putih melingkari kepalanya, pakaian dan rambut yang basah, serta roda kereta yang berlepotan lumpur. Para pengawalnya, yang berada di barisan depan dan belakang, juga berada dalam keadaan pakaian dan rambut yang basah, dengan untaian seroja biru dan teratai putih di kepala mereka, membawa rangkaian teratai putih di tangan mereka sambil mengunyah batang bunga segar yang masih berteteskan air dan lumpur. Pemimpin kereta ini mempunyai kebiasaan sebagai berikut: Ketika angin bertiup ke arah mereka, mereka mengendarai kereta di depan dengan para pengawal mengelilingi mereka agar terhindar dari debu; saat angin bertiup searah mereka, mereka berpindah ke bagian belakang jalur. Saat itu, angin berhembus berlawanan arah dengan mereka, dan saudagar dungu itu mengendarai di depan. Yaksa yang telah mengetahui kedatangan saudagar muda tersebut, mendekatkan keretanya ke samping gerobak saudagar itu dan menyapanya dengan ramah sambil bertanya kemana saudagar itu akan pergi. Saudagar dungu membiarkan rombongan gerobak yang lain melewatinya terlebih dahulu, sementara dia menghentikan gerobaknya dan menjawab, “Kami baru saja meninggalkan Benares, Tuan. Saya melihat ada seroja dan teratai di kepala dan tangan Anda, para pengawal Anda juga mengunyah batangan bunga. Selain itu, Anda semuanya berlepotan lumpur dan basah kuyup. Apakah hujan turun selama perjalanan Anda, atau Anda baru saja keluar dari kolam yang dipenuhi oleh seroja dan teratai?”


Yaksa  itu  berseru,  “  Apa  maksudmu  dengan  berkata demikian?  Oh,  di  sebelah  sana,  di  bagian  hutan  yang  agak dalam, air berlimpah-limpah. Di sana, hujan turun sepanjang waktu, sehingga kolam-kolam meluap; dan setiap sudut kolam dipenuhi oleh seroja dan teratai.” 


Setelah rombongan kereta melewati mereka, yaksa itu menanyakan tujuan saudagar itu.   “Ke tempat   seperti   itu,”   jawabnya.   “Apa   saja   barang bawaanmu di gerobak-gerobak itu?” “Ini dan itu.” “Apa yang engkau muat di gerobak terakhir ini karena kelihatannya gerobakmu membawa muatan yang berat sekali?” “Oh, gerobak ini berisi air” “Engkau memang perlu membawa air di sepanjang jalan yang telah engkau lalui. Namun, untuk sisa perjalanan yang belum engkau tempuh, tidak perlu melakukan hal itu lagi, ada persediaan air yang berlimpah di depan sana. Karena itu, pecahkan dan buang saja kendi air itu agar engkau bisa bergerak lebih cepat.” 


Kemudian yaksa itu menambahkan, “Kita telah berhenti cukup lama, sekarang lanjutkanlah perjalananmu.” Setelah  itu,  ia  bergerak  maju  secara  perlahan,  hingga  tidak kelihatan lagi, kemudian kembali ke perkampungan para yaksa, tempat dimana ia tinggal.


Saudagar dungu tersebut benar-benar melakukan apa yang dikatakan oleh yaksa itu, ia memecahkan dan membuang kendi-kendi air itu tanpa menyisakan air setetes pun. Setelah selesai, ia memerintahkan gerobaknya untuk segera melanjutkan perjalanan.  Tidak  setetes  air  pun  yang  mereka  temukan  di

sepanjang  jalan  yang  mereka  lalui,  sementara  itu,  rasa  haus yang teramat sangat mendera, melelahkan mereka. Mereka berjalan terus hingga matahari terbenam. Saat senja tiba, mereka melepaskan sapi dari gerobak, membentuk formasi gerobak untuk membentengi mereka dan menambatkan sapi- sapi itu pada roda gerobak. 


Sapi-sapi tidak mendapatkan air untuk minum, demikian pula saudagar serta para pengikutnya tidak dapat menanak nasi karena tidak ada air; para rombongan yang telah kelelahan itu akhirnya tersungkur ke tanah dan tertidur. Begitu malam tiba, para yaksa muncul dan memangsa mereka semuanya, baik manusia maupun sapi. Setelah melahap habis semua daging hingga yang tersisa hanyalah tulang belulang, para yaksa segera meninggalkan tempat itu. Demikian kedunguan saudagar muda itu menjadi satu-satunya penyebab binasanya rombongan tersebut, sedangkan kelima ratus gerobaknya tak tersentuh di sana.


Enam minggu setelah keberangkatan saudagar dungu itu, Bodhisatta memulai perjalanan-Nya. Ia meninggalkan kota bersama kelima ratus gerobaknya dan dalam sekejap ia telah tiba di pinggir hutan. Sebelum memasuki hutan, ia mengisi kendi- kendi airnya hingga penuh, kemudian dengan bunyi genderang ia mengumpulkan semua pengikutnya di perkemahan itu, ia berkata kepada mereka semuanya, “Jangan sampai ada penggunaan air setetes pun tanpa persetujuan saya. Ada beragam tanaman beracun di hutan ini, jadi jangan ada satu orang pun yang memakan baik daun, bunga maupun buah yang belum pernah dimakan sebelumnya, tanpa menanyakan terlebih dahulu kepada saya.” Setelah menyampaikan hal tersebut, ia masuk ke dalam hutan bersama kelima ratus buah gerobaknya.


Saat ia mencapai jantung hutan, yaksa itu muncul di jalan yang dilalui oleh Bodhisatta dengan cara yang sama seperti sebelumnya. Namun segera setelah Beliau menyadari keberadaan yaksa itu, Bodhisatta mengetahui maksud yaksa tersebut; karenanya beliau menimbang, “Tidak ada setetes air pun di sini, di Hutan Tandus ini. Orang yang bermata merah dan bersikap agresif ini tidak memantulkan bayangan. 


Besar kemungkinan ia telah membujuk saudagar dungu yang berangkat sebelum saya untuk membuang persediaan airnya, menunggu hingga mereka kelelahan, lalu memangsa mereka semuanya. Ia tidak tahu kalau saya lebih pintar dan lebih cerdik darinya.” Ia menghardik yaksa itu, “Pergilah! Kami ini pedagang, kami tidak akan membuang persediaan air kami sebelum kami melihat sendiri sumber air yang kamu katakan itu. Jika sumber air itu telah terlihat, mungkin kami mau membuang persediaan air untuk meringankan beban gerobak kami.”


Yaksa itu bergerak maju hingga tidak kelihatan lagi, kemudian kembali ke perkampungan para yaksa, tempat dimana ia tinggal. Setelah yaksa itu pergi, para pengikut Bodhisatta berkata, “Tuanku, kami dengar dari rombongan itu bahwa di depan sana hujan selalu turun. Mereka memakai untaian seroja dan teratai di kepala mereka, mengunyah batangan bunga yang masih segar, dan pakaian serta rambut mereka basah kuyup dengan air yang masih menetes. Mari kita buang persediaan air kita dan bergerak lebih cepat dengan gerobak yang lebih ringan.” Mendengar kata-kata itu, Bodhisatta meminta mereka untuk berhenti dan mengumpulkan mereka semuanya lagi. “Katakan padaku,” ia berkata, “sebelum hari ini adakah di antara kalian yang pernah mendengar adanya kolam atau danau di Hutan Tandus ini?” “Tidak, Tuanku,” jawab para pengikutnya. Bodhisatta berkata lagi, “Itulah sebabnya hutan ini dikenal dengan sebutan Hutan Tandus.”


“Kita baru saja diberitahukan oleh orang-orang bahwa hujan baru saja turun di depan sana, di jalur besar hutan; seberapa jauhkah angin dapat membawa hujan?” “Sekitar satu yojana, Tuan.” “Adakah di antara kalian yang terkena hujan?” “Tidak, Tuan” “Seberapa jauhkah puncak awan topan dapat terlihat?” “Sekitar satu yojana, Tuan.” “Adakah di antara kalian, orang yang melihat adanya puncak awan topan dari sini?” “Tidak, Tuan.” “Seberapa jauhkah kilatan halilintar dapat terlihat?” “Sekitar empat sampai lima yojana, Tuan.” “Apakah ada orang yang melihat kilatan halilintar walaupun hanya seberkas dari sini?” “Tidak, Tuan.” “Seberapa jauhkah gemuruh  petir dapat terdengar?” “Antara dua atau tiga yojana, Tuan.” “Adakah di antara kalian yang mendengar gemuruh petir dari sini?” “Tidak, Tuan.” “Mereka bukanlah manusia, melainkan yaksa. Mereka akan kembali lagi dengan harapan untuk memangsa kita saat kita lemah dan pingsan setelah persediaan air kita buang sesuai dengan bujukan mereka. Karena saudagar muda yang berangkat terlebih dahulu bukanlah orang yang pintar, besar kemungkinan ia telah ditipu untuk membuang persediaan air mereka dan telah dimangsa saat keletihan melanda mereka. Kita mungkin bisa menemukan lima ratus buah gerobak milik saudagar itu di tempat mereka  ditinggalkan  pada  hari  ini  juga.  Mari  kita  teruskan perjalanan  ini  secepat  mungkin,  tanpa  kehilangan  setetes  air pun.”


Dengan menyemangati orang-orangnya dengan kata- kata tersebut, ia meneruskan perjalanan hingga tiba di tempat kelima ratus gerobak yang masih sarat muatan berada, dengan tulang belulang manusia dan sapi tergeletak bertebaran di segala penjuru. Ia melepaskan sapi dari gerobaknya, kemudian menbentuk formasi besar gerobak untuk membentengi mereka; setelah mereka menikmati makan malam mereka, sapi-sapi ditempatkan di tengah lingkaran dengan para pengikutnya mengelilingi sapi-sapi itu; ia sendiri bersama dengan pemimpin rombongannya berdiri berjaga-jaga, dengan pedang di tangan, melewati tiga waktu jaga sampai hari menjelang fajar. 


Keesokan dini hari, setelah sapi-sapi diberi makan dan semua kebutuhan lainnya telah terpenuhi, ia menukar gerobaknya yang telah usang dengan gerobak yang lebih kuat, menukar barang-barangnya dengan barang-barang yang lebih berharga dari gerobak yang telah ditinggalkan itu. Setelah selesai, ia segera meneruskan perjalanan hingga tiba di tempat tujuannya, menukarkan barang- barang muatannya dengan nilai yang berlipat ganda, kemudian pulang kembali ke Benares tanpa kehilangan satu orang pengikut pun.


Saat kisah ini berakhir, Guru berkata, “Wahai Siswa, demikianlah yang  terjadi di kelahiran lampau, ia yang penuh kedunguan menyebabkan terjadinya kebinasaan, sementara ia yang yakin pada kebenaran, lolos dari genggaman yaksa, mencapai tujuannya dengan selamat dan pulang kembali ke rumah mereka.” 

Buddha kemudian mempertautkan kedua kisah itu, lalu mengucapkan syair Dhamma berikut ini

Saat satu-satunya kebenaran yang tiada bandingnya dibabarkan, mereka yang berpandangan salah akan berbicara sebaliknya.

Ia yang bijak mendapat hikmah dari yang didengarnya, menggenggam satu-satunya kebenaran yang tiada taranya.


Demikianlah tuturan Dhamma tentang Kebenaran yang diajarkan oleh Sang Buddha. Beliau berkata lebih lanjut, “Yang disebut hidup sesuai Dhamma tidak hanya diberkahi tiga alam kebahagiaan, enam Alam Kāmaloka, dan alam brahma yang lebih tinggi, namun mencapai tingkat kesucian Arahat [106]; sedangkan hidup tidak sesuai Dhamma menyebabkan kelahiran kembali di empat alam neraka atau lahir menjadi manusia dengan kasta yang paling rendah.” Sang Buddha kemudian menguraikan lebih terperinci mengenai enam belas jalan tentang Empat Kebenaran Mulia13, pada akhir khotbah kelima ratus siswa tersebut mencapai tingkat kesucian Sotāpatti-Phala14.

Setelah Dhamma selesai dibabarkan,Sang Buddha menjelaskan pertautan kedua kisah kelahiran tersebut, “Devadatta adalah saudagar muda yang dungu itu, para pengikut saudagar dungu itu merupakan pengikutnya; pengikut saudagar yang cerdik itu adalah pengikut Buddha, dan saudagar yang cerdik itu adalah Saya sendiri.”

Senin, 23 November 2015

VANNNUPATHA-JATAKA



Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru mengenai seorang bhikkhu yang menyerah dalam daya upaya pelatihan dirinya.
Suatu waktu, saat Buddha menetap di Sawatthi, datanglah seorang keturunan keluarga Sawatthi ke Jetawana. Sewaktu mendengarkan khotbah Sang Buddha, ia menyadari bahwa nafsu keinginan merupakan sumber penderitaan, jadi ia memutuskan untuk menjadi seorang samanera. Selama lima tahun lamanya ia mempersiapkan diri untuk menjadi seorang bhikkhu  , ia mempelajari dua rangkuman dan melatih diri dengan menggunakan metode Vipassana, ia mendapatkan petunjuk dari Guru mengenai objek meditasi yang sesuai untuknya. Ia pun masuk ke dalam hutan untuk melatih diri, melewati musim hujan di hutan itu.

Namun setelah berupaya dalam latihan selama tiga bulan, ia tidak memperoleh kemajuan apapun. Keraguan  menyerangnya,  “Guru  berkata  ada  empat jenis manusia di dunia ini, saya pasti jenis terendah dari semuanya. Tidak akan ada hasil yang dapat saya capai, baik tingkat kesucian Jalan maupun Buah dari Sotāpanna dalam kelahiran kali ini. Apa gunanya saya tinggal di hutan? Saya akan kembali ke sisi Guru untuk menyaksikan keagungan Beliau dan mendengarkan Dhamma-Nya yang indah.” Maka ia pun kembali ke Jetawana.

Semua teman dan kerabatnya berkata, “Awuso (Āvuso), bukankah  engkau  telah  mendapatkan objek  pelatihan  yang diberikan oleh Guru dan telah pergi untuk berlatih dalam penyepian diri sebagai orang bijak? Sekarang engkau kembali untuk bergabung bersama para bhikkhu lainnya. Apakah engkau telah berhasil mencapai tingkat kesucian Arahat dan tidak akan mengalami kelahiran kembali lagi?”

“Awuso, saya tidak berhasil mencapai apa pun, baik tingkat kesucian Jalan maupun Buah dari Sotāpanna, saya merasa telah gagal, jadi saya memutuskan untuk menyerah dan kembali lagi ke tempat ini.”

“Awuso, engkau telah melakukan kesalahan, berputus asa di saat engkau telah bertekad untuk melaksanakan ajaran dari seorang Sang Guru. Mari, kami akan membawamu menemui Sang Guru untuk meminta petunjuk-Nya.” Lantas mereka membawanya menemui Sang Guru.

Saat Sang Guru mengetahui kedatangan mereka, Beliau berkata, “Wahai Bhikkhu, kalian membawa seorang bhikkhu yang datang bukan atas kehendaknya. Apa yang telah ia lakukan?”

“Bhante, setelah bertekad melaksanakan ajaran kebenaran  sejati,  bhikkhu  ini  menyerah  dalam  daya  upaya melatih diri hidup menyepi sebagai orang bijak, dan telah kembali ke sini.”

Sang Guru bertanya kepadanya, “Apakah benar, sebagaimana yang mereka katakan, engkau menyerah berdaya upaya dalam pelatihanmu?”
“Hal itu benar adanya, Bhante.”
“Bagaimana hal itu dapat terjadi? Setelah engkau bertekad melaksanakan ajaran ini, mengapa engkau tidak menunjukkan pada dirimu sendiri bahwa engkau adalah orang dengan sedikit keinginan, penuh rasa puas, hidup dalam penyepian dan penuh tekad, melainkan menjadi orang yang kurang berdaya upaya? Bukankah engkau begitu berani di kehidupan lampau? Bukankah berkat kegigihanmu, engkau seorang diri, saat berada di padang pasir bersama para pengikut dan sapi-sapi dari lima ratus buah gerobak, berhasil mendapatkan air dan menerima sorakan kegembiraan? Bagaimana mungkin engkau menyerah sekarang?” Ucapan Guru menyentuh hati bhikkhu itu.

Mendengar perkataan itu, para bhikkhu bertanya pada Sang Buddha, “Bhante, kami tahu jelas keputusasaan bhikkhu pada saat ini; namun kami tidak mengetahui bagaimana berkat kegigihan satu orang, para pengikut dan sapi-sapi mendapatkan air di padang pasir dan akhirnya ia menerima sorakan kegembiraan. Hal ini hanya diketahui oleh Sang Guru, Yang Mahatahu; berkenanlah untuk menceritakan kejadian itu kepada kami.”

“Wahai Bhikkhu, dengarkanlah” tutur Sang Buddha, setelah mereka bersemangat dalam perhatian penuh, Beliau menyampaikan hal yang selama ini tidak mereka ketahui dikarenakan kelahiran kembali.

Suatu ketika di masa lampau, Brahmadatta terlahir sebagai seorang raja di Benares, Negeri Kāsi, Bodhisatta terlahir dalam sebuah keluarga saudagar. Setelah dewasa, ia selalu melakukan perjalanan untuk berdagang dengan lima ratus buah gerobaknya. Pada suatu kesempatan, ia tiba di sebuah padang pasir yang terbentang sepanjang enam puluh yojana, pasir yang demikian halus, sehingga saat digenggam, mereka dapat melewati sela-sela jari yang paling rapat sekalipun. Sesaat setelah matahari terbit, bentangan pasir itu menjadi  sepanas bara arang yang terbakar, tidak ada seorang pun yang mampu berjalan melintasinya.

Dengan demikian, gerobak-gerobak yang membawa kayu bakar, air, minyak, beras dan sebagainya melintasi dan hanya dapat menempuh perjalanan di kala malam hari. Saat fajar tiba, mereka menyusun gerobak-gerobak dengan membentuk formasi di sekeliling sebagai benteng, memasang tenda di atasnya. Setelah menikmati santapan pagi, mereka senantiasa duduk di bawah tenda sepanjang hari.

Saat matahari terbenam, mereka menikmati santapan malam dan segera setelah permukaan pasirnya lebih dingin, mereka segera mempersiapkan gerobak dan bergerak melintasi padang pasir itu. Menempuh perjalanan di padang pasir seperti itu sama halnya dengan berlayar mengarungi laut; seorang ‘pemandu- gurun’, begitu ia disebut, harus mengiringi mereka dengan cara melihat posisi bintang. Dengan cara demikian juga saudagar kita melintasi padang pasir tersebut.

Saat berada sekitar tujuh mil atau lebih dari padang pasir tersebut, ia berpikir, “Malam ini kami akan keluar dari padang pasir ini.” Jadi setelah selesai menikmati santapan malam, ia memerintahkan para pengikutnya untuk membuang persediaan air dan kayu mereka, mempersiapkan gerobak dan segera memulai perjalanan. Di barisan gerobak terdepan, duduk seorang pemandu, melihat posisi bintang di langit dan memberikan petunjuk arah sesuai dengan pengamatannya.

Namun, karena telah lama tidak tidur, pemandu itu kelelahan dan jatuh tertidur, akibatnya ia tidak mengetahui bahwa sapi telah berjalan memutar arah dan menapaki arah dari mana mereka datang. Sepanjang malam sapi-sapi itu berjalan. Saat fajar, pemandu itu terbangun dan mengamati posisi bintang di atas, kemudian berteriak, “Putar arah gerobaknya! Putar arah gerobaknya!” Saat gerobak-gerobak diputar dan kembali berbaris, hari sudah pagi. “Ini adalah tempat dimana kita berkemah semalam,” teriak orang-orang dalam rombongan itu. “Tidak ada air dan kayu lagi. Kita telah tersesat.”

Selesai berkata, mereka melepaskan sapi dari gerobak, menyusun gerobak dengan membentuk formasi membentengi sekeliling dan memasang tenda di atasnya; kemudian dengan keputusasaan, mereka menghempaskan diri di bawah gerobak masing-masing.

Bodhisatta berpikir, “Jika saya menyerah saat ini, maka semua orang akan kehilangan nyawa.” Ia berjalan ke sana kemari saat hari masih pagi dan permukaan pasir masih dingin, akhirnya ia menemukan serumpun rumput kusa. “Rumput ini,” pikirnya, “hanya bisa tumbuh jika ada air di bawah permukaannya.” Ia memerintahkan mereka mengambil sekop dan menggali sebuah lubang di tempat itu. Setelah menggali hingga mencapai kedalaman enam puluh hasta, sekop berantuk dengan bebatuan; mereka kembali  kehilangan  harapan.

Namun  Bodhisatta  yang merasa yakin akan adanya aliran air di bawah bebatuan, turun masuk ke dalam lubang dan berdiri di atas bebatuan itu. Ia menunduk ke bawah, menempelkan telinganya ke bebatuan dan mendengarkan dengan teliti. Saat telinganya mendengar bunyi aliran air di bawah batu, ia keluar dan berkata  kepada pelayannya yang masih muda, “Anakku, jika engkau menyerah saat ini, kita semua akan kehilangan nyawa. Tunjukkan keyakinan dan keberanianmu. Turunlah ke dalam lubang dengan membawa palu besi besar ini dan hancurkan bebatuan itu.”

Karena patuh pada perintah tuannya, anak laki-laki itu berbulat tekad turun ke dasar sumur dan mulai menghancurkan bebatuan itu, sementara yang lain telah patah semangat. Batu yang membendungi aliran air itu hancur dan jatuh ke dalam lubang. Air menyembur dari lubang itu hingga setinggi pohon lontar. Setiap orang minum dan mandi. Setelah membelah poros roda cadangan gerobak, kayu tengkuk sapi dan perlengkapan lain yang berlebih, mereka menanak nasi dan menghabiskan makanan kemudian memberi makan sapi-sapi.

Begitu matahari terbenam, mereka menancapkan bendera di salah satu sisi sumur dan melanjutkan perjalanan mereka. Sesampai di tempat tujuan, mereka menukar barang-barang muatan mereka dua hingga empat kali lipat dari harga semula. Dengan membawa hasil penukaran itu, mereka pulang ke rumah, tempat dimana mereka menghabiskan sisa hidup mereka dan setelah meninggal, mereka terlahir kembali di alam yang sesuai dengan perbuatan mereka. Demikian juga halnya dengan Bodhisatta, setelah menghabiskan hidupnya dengan kemurahan hati dan perbuatan baik lainnya, ia terlahir kembali di alam sesuai dengan apa yang telah ia perbuat.

Setelah menyampaikan kisah ini, Buddha,  Yang Maha tahu mengucapkan syair berikut ini:
Tanpa mengenal lelah, semakin dalam mereka menggali di tempat berpasir;
sekop demi sekop, sampai akhirnya air ditemukan. Semoga orang bijak, tekun dalam daya upaya; tidak kehilangan semangat maupun merasa letih, hingga kedamaian ditemukan.
Di akhir uraian ini,  Beliau membabarkan Empat Kebenaran Mulia. Pada akhir khotbah, bhikkhu yang putus asa itu mencapai tingkat kesucian tertinggi, Arahat.

Setelah menceritakan kedua kisah itu, Sang Buddha menjelaskan pertautan keduanya dan memperkenalkan kisah kelahiran itu dengan mengucapkan : — “Bhikkhu yang putus asa ini adalah pelayan muda di masa itu, yang dengan segala daya upaya menghancurkan batu dan mempersembahkan air kepada mereka; para pengikut Buddha adalah anggota rombongan lainnya; Saya sendiri adalah pemimpin mereka.”

Sabtu, 21 November 2015

SERIVANIJA-JATAKA

Kisah ini diceritakan oleh Sang Buddha ketika Beliau berada di Sawatthi, juga mengenai seorang bhikkhu yang menyerah dalam daya upaya pelatihan dirinya.
Maka, pada saat dibawa oleh para bhikkhu seperti halnya dalam kisah sebelumnya, Sang Guru berkata, “Engkau, bhikkhu yang telah bertekad untuk melaksanakan ajaran yang begitu mulia, yang memungkinkan pencapaian kesucian, hendak menyerah berdaya upaya dalam pelatihan, hal ini akan membuahkan penderitaan panjang seperti seorang pedagang di Seri yang kehilangan sebuah mangkuk emas bernilai seratus ribu keping uang.”

Para bhikkhu memohon Sang Buddha menjelaskan maksud perkataan Beliau kepada mereka. Beliau kemudian menjelaskan hal yang selama ini tidak mereka ketahui dikarenakan kelahiran kembali.
Suatu ketika pada masa lima kalpa yang lampau di Kerajaan Seri, Bodhisatta berdagang belanga dan tembikar, ia dikenal dengan sebutan ‘Serivan’. Bersama seorang pedagang keliling lainnya yang tamak, dengan barang dagangan yang sama, juga dikenal dengan sebutan ‘Serivan’, melintasi Sungai Telavāha  dan  memasuki  Kota  Andhapura.  Mereka  membagi daerah  dagang  dengan  kesepakatan  bersama  dan  masing-masing mulai berkeliling menjajakan dagangannya.

Di kota itu terdapat sebuah keluarga yang sangat miskin. Awalnya mereka adalah keluarga saudagar yang kaya, namun saat kisah ini terjadi, mereka telah kehilangan semua anak laki- laki dan saudara laki-laki beserta semua harta kekayaan mereka. Yang tersisa dalam keluarga itu hanyalah seorang anak gadis bersama neneknya, mereka bertahan hidup dengan menerima pekerjaan upahan. Tanpa menyadari bahwa mereka masih mempunyai sebuah mangkuk emas yang dulunya dipakai oleh saudagar kaya, kepala keluarga itu untuk menyantap makanan.
Akan tetapi karena sudah lama tidak dipergunakan, mangkuk emas itu tersaput kotor dengan debu dan ditempatkan di antara tumpukan belanga dan tembikar. Saat itu, pedagang keliling yang tamak sedang berada di depan rumah mereka menjajakan barang dagangannya. Ia berteriak, “Kendi untuk dijual! Kendi untuk dijual!”

Ketika gadis muda itu melihat ada seorang pedagang keliling di depan pintu rumah mereka, ia berkata kepada neneknya, “Ayolah, Nek, belikan saya  sebuah perhiasan.”
“Kita sangat miskin, Sayang; apa yang dapat kita tukarkan untuk mendapatkan perhiasan?”
“Masih ada sebuah mangkuk yang tidak pernah kita gunakan, mari kita tukarkan dengan perhiasan untukku.”

Wanita tua itu mempersilakan pedagang keliling tersebut masuk dan duduk, kemudian memberikan mangkuk itu kepadanya  dan  berkata,  “Ambillah  ini,  Tuan.  Berbaik  hatilah dengan menukarkan sesuatu untuk saudarimu ini.”

 Pedagang tamak itu mengambil mangkuk tersebut dan membalikkannya. Ia memperkirakan mangkuk itu terbuat dari emas, dengan menggunakan sebatang jarum ia menggores bagian belakang mangkuk dan yakin itu adalah sebuah mangkuk emas. Sambil memikirkan cara mendapatkan mangkuk tersebut tanpa memberikan apapun kepada wanita tua itu, ia berteriak, “Memangnya berapa harga mangkuk ini? Bahkan tidak bernilai seperdelapan sen!”

Seraya bangkit dari tempat duduknya, ia melemparkan mangkuk itu ke lantai dan pergi dari rumah itu. Sesuai kesepakatan mereka, setelah seorang pedagang selesai menjajakan dagangannya di suatu tempat, pedagang yang lain boleh mencoba peruntungannya di tempat yang telah ditinggalkan temannya; maka Bodhisatta datang ke jalan yang sama, berhenti di depan rumah tersebut dan berteriak, “Kendi untuk dijual!” Sekali lagi gadis muda itu mengulangi permintaannya. Wanita tua itu menjawab, “Sayangku, pedagang keliling sebelumnya telah melemparkan mangkuk ini ke lantai dan meninggalkan rumah kita. Barang apa lagi yang bisa kita tukarkan untuk mendapatkan perhiasan untukmu?”

“Pedagang tadi seorang yang kasar dalam berkata-kata, Nek. Sementara yang ini terlihat baik dan berbicara dengan ramah. Sepertinya ia akan menerima tawaran kita.” “Kalau begitu, panggillah ia kemari.” Maka pedagang itu pun masuk ke dalam rumah, setelah dipersilakan duduk, mereka menyerahkan mangkuk itu kepadanya. Melihat bahwa mangkuk itu terbuat dari emas, ia berkata, “Ibu, mangkuk ini bernilai seratus ribu keping uang. Saya tidak mempunyai uang sebanyak itu.”

 “Tuan, pedagang yang kemari sebelum kedatanganmu mengatakan bahwa nilai mangkuk ini tidak melebihi seperdelapan sen. Ia melemparkan mangkuk ke lantai dan pergi dari rumah ini. Kemuliaan hatimu telah mengubah mangkuk ini menjadi emas. Ambillah mangkuk ini, berikan sesuatu barang atau yang lainnya kepada kami, dan lanjutkan perjalananmu.”

Saat itu Bodhisatta memiliki lima ratus keping uang dan barang dagangan dengan nilai yang lebih besar. Ia memberikan semuanya kepada mereka dan berkata, “Saya akan menyisakan timbangan, tas dan delapan keping uang untuk saya simpan.” Atas persetujuan mereka, ia menyimpannya, kemudian dengan cepat berlalu ke pinggir sungai, memberikan delapan keping uang tersebut kepada tukang perahu dan naik ke perahu. Tidak lama kemudian, pedagang yang tamak itu kembali ke rumah tersebut, meminta mereka mengeluarkan mangkuk itu untuk ditukar dengan sesuatu barang atau yang lain. Wanita tua itu menemuinya dan berkata, “Engkau mengatakan mangkuk emas kami yang bernilai seratus  ribu keping uang itu tidak bernilai bahkan seperdelapan sen. Namun datang seorang pedagang jujur (saya duga tuanmu) yang memberikan kami seribu keping uang, kemudian membawa mangkuk itu bersamanya.”

Mendengar hal tersebut ia berteriak, “Ia telah merampok sebuah mangkuk emas yang bernilai seratus ribu keping uang dariku; ia telah menyebabkan aku menderita kerugian besar.” Kesedihan yang teramat sangat menderanya, ia kehilangan kendali dan terlihat seperti orang yang terganggu pikirannya. Uang dan barang dagangan dicampakkannya di depan pintu rumah itu; ia melepaskan pakaiannya; dengan membawa lengan timbangan sebagai alat pemukul, ia menyusul Bodhisatta sampai ke pinggir sungai.

Melihat perahu telah berlayar, ia menjerit agar tukang perahu kembali ke pinggir sungai, namun Bodhisatta meminta tukang perahu untuk melanjutkan pelayaran tersebut. Ia berdiri di pinggir sungai, hanya bisa memandang Bodhisatta yang semakin jauh darinya, penderitaan yang amat sangat melandanya. Hatinya diliputi oleh kemarahan; darah mencurat dari bibirnya; jantungnya retak seperti lumpur di dasar permukaan tangki yang kering oleh sinar matahari.

Karena memikul kebencian terhadap Bodhisatta, ia meregang nyawa di tempat itu pada saat itu juga. (Inilah saat pertama Devadatta menaruh dendam terhadap Bodhisatta). Bodhisatta yang menjalankan hidup dengan kemurahan hati dan perbuatan baik lainnya, terlahir kembali di alam sesuai dengan apa yang telah ia perbuat.

Setelahmenyampaikan kisah ini,Buddha,Yang Maha tahu mengucapkan syair berikut ini:
Jika dalam keyakinan ini, engkau lengah dan gagal untuk mencapai tujuan sebagaimana yang diajarkan,maka, seperti ‘Serivan’ si penjaja keliling, sepanjang masa meratap sesal imbalan yang hilang akibat kedunguannya.
 Setelah menguraikan Dhamma dengan cara yang dapat membimbing mereka pada pencapaian tingkat kesucian Arahat, Sang Guru memaparkan Empat Kebenaran Mulia secara terperinci. Di akhir khotbah, bhikkhu yang (tadinya) putus asa itu mencapai tingkat kesucian tertinggi, Arahat.

Setelah menceritakan kedua kisah itu, Sang Buddha menjelaskan pertautan keduanya dan memperkenalkan kisah kelahiran itu dengan menuturkan kesimpulan, “Saat itu, Devadatta adalah penjaja keliling yang tamak, dan Saya sendiri adalah penjaja keliling yang bijaksana dan baik itu.”

Kamis, 19 November 2015

"RENUNGAN MASA TUA"

∵ Sisα hidup semakin pendek,
yang bisa dan baik kita makan, makanlah;
yang bisa dan baik kita pakai, pakailah;
yang baik dan ingin kita beli, belilah;
kalau masih bisa memberi, berilah;
masih bisa berbagi, berbagilah.

∵Karena semua yang ada tidak bisa kita bawa ke kubur. Jangan khawatir dengan ahli waris, Tuhan yang akan mengatur rezeki selagi mereka berusaha. Nikmatilah hidup ini dengan pasangan kita selagi masih ada.

∵ Dulu berusaha keras untuk memiliki yang kita cintai. Saatnya berusaha keras untuk ikhlas melepas yang kita cinta. Karena pada akhirnya harta, tahta, Anak, Istri akan kembali kepada NYA. Percayalah kebahagian tidak akan kita rasakan tanpa ke ikhlasan.

∵ Sehari berlalu, umur berkurang sehari. Bila kita lewati hari ini dengan berbahagia kita sangat beruntung, berbuat baiklah & selalu mengucap syukur, karena kita tidak tahu kapan kita akan dipanggil.

∵ Waktu cepat berlalu, hidup itu sangat singkat dan susah. Dalam sekejap kita kini memasuki masa tua, dan dalam sekejap nanti kita berada di Pusara. Itu PASTI !

∵ Bila membandingkan ke atas kita akan selalu merasa kurang; membandingkan ke bawah kita merasa lebih; bila kita bisa merasa cukup dan mensyukuri apa yang kita punya, kita pasti bahagia. Bersyukurlah dengan apa yang kita punya.

∵ Harta, kekayaan, kedudukan, jabatan, kehormatan --- semua itu hanyalah sementara, hanya titipan. Yang terbaik dan terpenting adalah Perilaku yang Baik, bisa membantu orang, tidak berbuat hal2 tercela, kontrol diri. Jangan MENYAKITI hati orang lain dan melatih diri agar selalu sehat lahir dan bathin. Karena KESEHATAN adalah KEKAYAAN kita dan modal utama menikmati kebahagiaan hidup ini.

∵ Kasih orang tua kepada anak tidak ada batasnya ! Kasih anak terhadap orang tua ada batasnya. Sadarlah ! Anak sakit, hati orang tua teriris; orang tua sakit anak cuma nengok dan bertanya2. Anak2 memakai uang orang tua sudah seperti keharusan, tetapi orang tua memakai uang anak pasti tidak bisa leluasa ! Oleh karena itu CUKUPILAH diri sendiri dan berikanlah pada anak seBIJAKSANA mungkin.

∵ Rumah orang tua adalah rumah anak, tetapi rumah anak bukanlah rumah orang tua. Orang tua selalu memberi tanpa pamrih. Tetapi tidak semua anak akan berbakti kepada orang tua.

∵ Orang tua selalu mendoakan anak, Tetapi anak karena kesibukannya tidak selalu mendoakan orang tua. Maka bekali kubur anda dengan amal yang banyak, tidak hanya bergantung pada doa anak.

∵ Kebaikan dan keburukan akan selalu datang sebagai ujian tidak akan berakhir sampai mati. Maka sikapi dengan syukur dan sabar. Semoga Hari Tua kita Bahagia.

"SELAMAT BERBAHAGIA DIMASA TUA.
Pedang Sang Ksatria

Pada zaman kekaisaran heiko di jepang, sistem pemerintahan dipegang oleh orang orang pribumi negara itu sendiri, militer saat itu dimana kita tau semuanya menggunakan pedang, atau yg kita sebut dengan samurai
Musim panas tahun ini tampak sangat mengkhawatirkan, ntah dari segi pangan, maupun sosial di kala itu. Kaisar Tenno Heika mengalami depresi yg amat berat, kritik datang silih berganti,ntah dari kalangan rakyat maupun dari kalangan menteri menteri.
Saat itu jepang masih dalam perebutan wilayah kekuasaan dengan negara barat. Serangan yg di lancarkan di darat maupun udara oleh pihak sekutu sangatlah meresahkan kaisar Heika, apalagi pada saat sekutu mulai menduduki Hiroshima,pusat perdagangan pada saat itu di Jepang.
Kaisar yg bingung akhirnya tak tinggal diam ,dia mengutus seluruh kesatria nya untuk maju ke medan perang. Jiwa kesatria sangatlah erat dengan pedangnya, pedangnya menunjukan kekuatan sang kesatria, maka tak tanggung tanggung, kaisar meminta seorang pandai besi terkemuka pada saat itu, dia di suruh membuatkan 5 pedang terbagus, yang nantinya akan dipilih oleh seorang Jendral.
Mulailah sang pandai Besi berkerja, Dipanaskanya besi pilihan, dileburkanya bersama intan,di bakar lagi dengan suhu lebih dari 200 derajat celcius, Dituangkannya kedalam cetakan,Dibakar lagi, Di dinginkan saat dalam keadaan panas, setelah itu di bakar lagi, di pukul pukul hingga menjadi pipih, setelah rampung, di ukir nya kembali dengan pahatan pahatan khusus
Akhirnya semua pedang telah selesai di buat oleh sang pandai besi. dia Segera membawa pedang tersebut dan melapor kepada kaisar
"Lapor, hamba telah membuat seperti apa yg anda pesan tuanku" kata sang pandai besi
"Bawa kemari, sekalian panggilkan Jendral ku, akan ku suruh ia memilih pedang pedang ini"
Sang Jendral, akhirnya memasuki ruangan dimana kaisar dan pandai besi tersebut ada, dia di suguhkan 5 pedang yg berbeda.
Kesatria tersebut sangatlah teliti, ia memilih secara pelan pelan, melihat gagangnya,mengukur ketajamannya, dirasakan besi nya,dilihat pula sarung pedangnya. tampak teliti sekali
akhirnya sang kesatria tersebut memilih pedang yg paling bagus, indah,tajam,terbungkus dengan sarung yg kokoh, dengan gagang yg nyaman untuk di pegang.
Dinamailah pedang itu dengan nama " Kenjutsu " , salah satu pedang terbaik masa itu.
Teman teman sekalian
kita sebagai umat Tuhan Yg Setia, harusnya selalu berserah diri kepada Tuhan, walaupun Masalah terus saja Menghadang kita, tak seharusnya kita berputus asa. kita dalam berserah diri di umpamakan sebuah pedang, sama seperti cerita di atas. sebelum kita menjadi sebuah pedang, Kita di terpa segala macam musibah, mungkin ada yg sangat menyakitkan, tapi semua rasa sakit dan perih saat itu Seakan sirna saat kita menjadi seseorang yg Berhasil, yg berdiri tegak di atas bukit kehidupan ini.
Tajamkan lah pedang itu, baguskan lah, tambahi gagang yg cantik agar kesatria yg di suguhkan dengan beberapa pedang lainya akan memilih pedang itu
Ibaratkan anda pedang itu dan kesatria itu adalah Tuhan, hiasi lah hidup anda dengan hal hal yg baik dan indah di mata Tuhan, sehingga tuhan akan lebih melihat anda di banding yg lainya.
"Ikan Kecil Dan Air"

Suatu hari seorang ayah dan anaknya sedang duduk berbincang-bincang di tepi sungai. Sang Ayah berkata kepada anaknya, “Lihatlah anakku, air begitu penting dalam kehidupan ini, tanpa air kita semua akan mati.”

Pada saat yang bersamaan, seekor ikan kecil mendengar percakapan itu dari bawah permukaan air, ikan kecil itu mendadak gelisah dan ingin tahu apakah air itu, yang katanya begitu penting dalam kehidupan ini. Ikan kecil itu berenang dari hulu sampai ke hilir sungai sambil bertanya kepada setiap ikan yang ditemuinya, “Hai tahukah kamu dimana tempat air berada? Aku telah mendengar percakapan manusia bahwa tanpa air kehidupan akan mati.”

Ternyata semua ikan yang telah ditanya tidak mengetahui dimana air itu. Si ikan kecil itu semakin kebingungan. Lalu ia berenang menuju mata air untuk bertemu dengan ikan sesepuh yang sudah berpengalaman, kepada ikan sesepuh itu ikan kecil ini menanyakan hal yang sama, “Dimanakah air?”

Ikan sesepuh itu menjawab dengan bijak, “Tak usah gelisah anakku, air itu telah mengelilingimu, sehingga kamu bahkan tidak menyadari kehadirannya. Memang benar, tanpa air kita semua akan mati.”

"Manusia kadang-kadang mengalami situasi yang sama seperti ikan kecil, mencari kesana kemari tentang kehidupan dan kebahagiaan, padahal ia sedang menjalaninya, bahkan kebahagiaan sedang melingkupinya sampai-sampai ia sendiri tidak menyadarinya. "

Terkadang kita tidak sadar bahwa apa yang kita miliki saat ini sudah cukup membuat kita bahagia.

Apa sih yang kita cari di kehidupan ini? Hidup adalah pilihan.

Jangan juga pernah mengira bahwa orang lain lebih bahagia dari kita.. Karena apa yang kita lihat dari orang lain itu hanya luarnya saja.. Dalamnya? Tidak ada yg tahu. Tapi kita seharusnya lebih tahu apa yang ada pada kita dan yang disekitar kita.
So, enjoy ur life
Toko Suami

Sebuah toko yang menjual suami dibuka di pusat kota New York, dimana para wanita dapat memilih calon suami sesuai seleranya.

Di pintu masuk toko terdapat instruksi2 yang menunjukkan bagaimana aturan main untuk masuk toko tersebut.

"Anda hanya dapat mengunjungi toko ini SATU KALI …!!"

Toko tersebut terdiri dari 6 lantai dimana setiap lantai akan menunjukkan kwalitas tertentu, semakin tinggi lantainya maka semakin tinggi pula kwalitas pria tersebut. Anda dapat memilih pria dilantai tertentu atau jika belum puas dapat ke lantai berikutnya tetapi dengan syarat tidak bisa turun ke lantai sebelumnya kecuali keluar dari toko.

Suatu saat ada seorang wanita pergi ke toko "suami" untuk memilih dan membeli suami…

Di lantai 1 terdapat tulisan seperti ini :
Lantai 1 : Pria di lantai ini memiliki pekerjaan dan taat pada Tuhan.

Di lantai 2 terdapat tulisan seperti ini :
Lantai 2 : Pria di lantai ini memiliki pekerjaan, taat pada Tuhan, dan senang anak kecil.

Di lantai 3 terdapat tulisan seperti ini :
Lantai 3 : Pria di lantai ini memiliki pekerjaan, taat pada Tuhan, senang anak kecil dan
tampan.

"Wow", pikirnya tapi dia masih penasaran untuk terus naik.

Lalu sampailah wanita itu di lantai 4 dan terdapat Tulisan :
Lantai 4 : Pria di lantai ini yang memiliki pekerjaan, taat pada Tuhan, senang anak kecil, sangat tampan dan suka membantu pekerjaan istri di rumah.

"Ya ampun !" Dia berseru, ‘Aku hampir tak percaya’… !!.

Dia tetap melanjutkan ke lantai 5 dan terdapat tulisan seperti ini :
Lantai 5 : Pria di lantai ini memiliki pekerjaan, taat pada Tuhan, senang anak kecil, sangat tampan, suka membantu pekerjaan istri dirumah, dan sangat romantis.

Dia pun merasa puas dan ingin tetap di lantai 5, tetapi kemudian dia melanjutkan melangkah ke lantai 6 dan dilantai ini terdapat tulisan sbb:
Lantai 6 : Anda adalah pengunjung yang ke 108.234.588. Tidak ada pria dilantai ini!, Terima kasih telah berkunjung di “Toko Suami". Hati-hati ketika keluar toko ini, dan semoga anda menikmati hari yang indah.
-2 EKOR RAJAWALI-

Suatu hari seorang Raja mendapatkan hadiah 2 ekor anak rajawali.
Raja senang sekali & selalu memamerkan anak rajawalinya.
Lalu dia berpikir, akan bagus sekali jika rajawali ini dilatih untuk terbang tinggi.
Tentu akan lebih indah lagi.
Ia memanggil pelatih burung yang tersohor di negerinya untuk melatih 2 rajawali ini.

Setelah beberapa bulan, pelatih burung ini melapor kepada Raja.
Seekor rajawali telah terbang tinggi & me layang² di angkasa.
Namun seekor lagi tidak beranjak dari pohonnya sejak hari pertama ia tiba.

Raja pun memanggil semua ahli hewan & para tabib sakti untuk memeriksa rajawali kesayangannya ini.
Namun tidak ada yang berhasil untuk "MENYEMBUHKAN" &"MEMBUAT RAJAWALI INI TERBANG"

Berbagai usaha telah dilakukan rajawali ini tidak kunjung bergerak dari dahannya.

Kemudian Raja mendapat ide untuk memanggil orang yang biasa "MELIHAT" rajawali.

Kemudian ia bertemu dengan petani yang sangat mengenal akan sifat rajawali & Raja meminta bantuan petani itu.

Keesokan harinya ketika Raja mengunjungi rajawali ini, ia kaget melihat rajawali ini sudah terbang tinggi.

Dengan penuh penasaran Raja bertanya kepada petani, apa yang ia lakukan.
Petani menjawab, "SAYA HANYA MEMOTONG CABANG POHON YANG SELAMA INI DIHINGGAPINYA SAJA yaitu DAHAN YANG MEMBUATNYA NYAMAN".

Sahabatku,
kita dilahirkan untuk sukses,
kita ditakdirkan untuk Terbang tinggi.
Namun, ada yang :
• memegang erat ketakutannya,
• tidak mau melepaskan ketakutannya
• dan tidak beranjak dari posisinya.

Atau kadang kita TERLALU MEMEGANG ZONA KENYAMANAN KITA,
hingga kita takut & tidak mau melepaskannya,
• takut gagal,
• takut kecewa,
• takut capek,
• takut malu,
• takut ini dan itu, dll.

Sahabat, satu-satunya cara UNTUK BISA MEMBUBUNG TINGGI adalah :
- KELUAR DARI ZONA NYAMAN,
- TIDAK ADA JALAN PINTAS.

Hanya ada 2 pilihan :
1. Tetap bergantung di dahan selamanya atau
2. Membubung ke angkasa.
Lelaki seperti apa, menghasilkan istri seperti apa.

Seorang teman merasa istrinya semakin lama semakin egois dan kasar. Karena itu, mereka bertengkar setiap hari.
Saking seringnya bertengkar, lelaki ini memiliki selingkuhan.
Akhirnya, mereka bercerai dan sang suami menikah lagi dengan selingkuhannya. Sang mantan istripun tak lama kemudian menikah lagi.
Mereka masih belum dikaruniai anak. pernikahan baru keduanya masing masing berjalan dengan sangat lancar.
Tetapi setelah menikah, istri baru dari lelaki ini semakin lamapun kelembutannya semakin pudar.
Rumah tangga mereka berakhir sama seperti yg dulu, sedikit sedikit bertengkar.
Istri barunya bahkan tidak mau mengerjakan pekerjaan rumah, teman saya terpaksa membersihkan rumah sendiri.
Teman saya merasa nasib dia tidak baik, mengapa ia selalu memilih istri yg kurang baik, setiap hari ia mengeluh.
Sampai suatu hari, di suatu acara makan malam ia secara kebetulan bertemu dengan suami baru mantan istrinya.
Pada awalnya kedua lelaki ini tidak berbicara apa apa, tetapi setelah saling menyapa merekapun minum bersama.
Akhirnya teman saya tak bisa menahan diri lagi dan bertanya bagaimana keadaan rumah tangga mereka. Suami baru mantan istrinya ini tidak tampan, tetapi sangat teliti dalam berbicara.
Ia berkata, “Istri saya adalah wanita yg sangat hebat, sangat perhatian dan lembut, ia mengerjakan seluruh pekerjaan rumah tanpa mengeluh. Juga sangat menyayangi saya, ia selalu bersikap baik ke orangtua, saudara, dan teman teman saya. Saatnya jujur dia akan jujur, saatnya butuh perhatian, dia akan memberi perhatian penuh. Wanita seperti ini, sudah sedikit sekali.”
Teman saya setelah mendengarnya merasa bingung, dan berpikir apa dia memang sebaik itu?. Mengapa dulu dia sama sekali tidak menyadarinya?. Pasti ini semua cuma bualan suami baru istrinya ini untuk membuat saya bingung.
Tak lama kemudian, kebetulan sekali, teman saya pergi berbelanja ke supermarket dan melihat mantan istri dan suami barunya sedang berbelanja.
Ia bersembunyi di samping dan memperhatikan, akhirnya ia menyadari pasangan itu benar benar bahagia.
Kebahagian itu bisa ia lihat dari senyuman mantan istrinya yg selalu bermekaran. Juga bisa dilihat dari pelukan lembut yg diberikan oleh lelaki di sampingnya itu.
Sebenarnya, di bermacam situasi, istri berubah menjadi malaikat atau berubah menjadi nenek sihir, semua tergantung pada lelaki.
Didetik wanita memutuskan untuk menikah, ia juga memutuskan untuk menjalani hidup dengan baik bersama suaminya.
Walaupun dalam pernikahan, kesabaran merupakan suatu kebajikan, tetapi jika ada cinta maka ada toleransi.
Saat anda merasa tidak puas dengan wanita anda, wanita pun tidak peduli lagi.
Jadi, jika anda menginginkan wanita baik seperti malaikat, terlebih dahulu perlakukan dia sebagai malaikat.
Karena semua wanita di dunia yang sudah menjadi “istri seseorang” memiliki potensi menjadi malaikat.
Saat anda bisa melakukannya dengan baik, anda akan menyadari bahwa perubahan sikap anda dapat membentuk sesosok malaikat yg sempurna.
Cinta wanita muncul karena kasih sayang pria, Kebencian wanita muncul karena kebohongan pria; Keluhan wanita muncul karena kedinginan pria. Kebahagiaan wanita muncul karena kehangatan pria. Kecantikan wanita muncul karena dimanjakan pria. Kerusakan wanita adalah hutang pria.
Wanita adalah sebuah piano, jika bertemu dengan seorang pianis handal, suara yg dihasilkan adalah lagu kelas dunia, jika dimainkan oleh orang biasa, maka akan menghasilkan lagu pop, tetapi apabila dimainkan oleh orang sembarangan, pasti tidak akan membentuk sebuah lagu.