Translate

Jumat, 23 Oktober 2015

Sepotong daging penuh ikatan karma

Paristong
Kasih Alam Centre

• Pribahasa berbunyi : Tiada makan siang yang gratis. Setiap potong daging yang dimakan akan diperhitungkan secara seksama dan dibayar tuntas. Ibarat tabungan bank, setelah sekian lama, dapat kita ambil berikut bunganya. Sebaliknya, kalau kita meminjam dari bank, suatu saat harus kita bayar semua berikut bunganya ! Inilah Hukum Kebenaran Sebab Akibat. Banyak menanam, banyak menerima. Sedikit menanam, sedikit menerima. Siapa menanam, siapa menerima. Siapa menanam kepahitan akan menerima kepahitan. Siapa menanam kebahagiaan akan menerima kebahagiaan. Utang uang, bayar uang. Utang darah, bayar darah. Utang nyawa, bayar nyawa. Sejuta alasan apapun tidak dapat mengubah kebenaran ini ! Tiada satupun yang bisa menghindar dari buah karma perbuatan sendiri atau usaha yang dijalani.

• Kesaktian ( Abhinna/ Kekuatan Batin ) Maudgalyayana adalah yang terhebat diantara semua murid Buddha Sakyamuni. Di masa Sang Buddha hidup, pernah terjadi demikian : Di tempat asal Sang Buddha, Bangsa Sakya sebagai Kerajaan Jiabiluo akan diserang oleh Raja Lazuli dari Kerajaan Qiaoshamiluo. Sang Buddha tiga kali mencoba untuk mencegah tragedi yang akan terjadi dengan cara duduk ditengah jalan yang akan dilalui pasukan Raja Lazuli. Sekalipun sudah tiga kali Raja Lazuli memutar balik haluan gerakan pasukannya, namun kebencian untuk membalas dendam masih belum padam. Sang Buddha menyadari tentang kepastian pembalasan karma, semua hal harus ada penyelesaiannya. Setelah memenuhi kewajiban kasihnya untuk menyelamatkan negara, Sang Buddha pun harus menerima kenyataan yang akan terjadi.

Tetapi, Maudgalyayana tetap berniat ingin mencegah tragedi ini dengan menggunakan kesaktiannya. Setelah mendapat berita bahwa Kerajaan Jiabiluo telah dikepung oleh tentara Raja Lazuli, maka Ia menghadap Gurunya, "Oh Buddha, Kerajaan Jiabiluo segera akan diserang oleh tentara musuh, kita harus melakukan sesuatu untuk menolong mereka ! ." Sang Buddha memperhatikan muridnya sejenak, lalu dengan suara kasih menanggapinya, "Maudgalyayana ! Bangsa Sakya pernah melakukan karma buruk, ini adalah pembalasan karma kolektif, kamu tidak bisa mewakili mereka. Selagi mereka tidak bertobat, masih terus berbuat seenak hati, tak memperbaiki diri, maka bagaikan rumah yang sudah lapuk, akhirnya akan roboh juga." Setelah mendengar penjelasan dari Gurunya, Maudgalyayana dapat mengerti fakta ini. Namun karena dirinya memiliki kekuatan sakti terbesar, ia tetap ingin mencoba menyelamatkan karma Bangsa Sakya dengan kesaktiannya.

Pasukan Raja Lazuli bagai lautan semut mengepung ketat kerajaan Jiabiluo, tiada orang yang mampu keluar dan masuk. Maudgalyayana dengan kesaktiannya terbang diudara dan masuk ke dalam kota. Di antara penduduk Bangsa Sakya yang kalang kabut, lalu Maudgalyayana memasukkan mereka ke dalam mangkok pertapa, kemudian terbang meninggalkan kota. Dengan senang, Ia datang menghadap Sang Buddha yang sedang mengalami sakit kepala tiga hari. Ia membuka penutup mangkok, dan terpana, karena orang-orang yang tadi ia selamatkan ke dalam mangkok pertapa telah berubah menjadi cairan darah ! Ia tidak mengerti mengapa bisa demikian, lalu memohon wejangan Sang Buddha.

Sang Buddha pun menyampaikan, "Dahulu kala, disebuah kerajaan yang saya tempati, ada sebuah danau besar. Untuk merayakan pesta dihari besar, penduduk sana menggali saluran untuk menguras air danau, lalu melahap habis semua ikan yang hidup disana ! Diantaranya terdapat seekor ikan raksasa. Ada seorang anak yang tidak suka makan ikan, dengan keheranan mengambil sepotong ranting lalu mengetuk kepala ikan itu sebanyak 3 kali. Ikan raksasa inilah Raja Lazuli sekarang, pasukan tentaranya adalah kawanan ikan-ikan di danau tersebut. Anak itu adalah aku. Sakit kepalaku tiga hari adalah pembalasan karma mengetuk kepala ikan sebanyak 3 kali. Sedangkan bangsaku melahap habis ikan-ikan danau dimasa lalu. Akhirnya harus menerima tragedi pembalasan dimasa ini !."

Dapatlah kita pahami ketegasan dan keadilan Hukum Sebab dan Akibat. Sekalipun kesaktian Maudgalyayana terhebat , walaupun Sang Buddha telah mencapai kesempurnaan, tetap tiada yang mampu menghapus pembalasan Hukum Karma. Apalagi kalau tidak insyaf  untuk bertobat dan membina diri, tentu harus membayar tuntas semua utang karma yang pernah dilakukan. Utang nyawa maka harus bayar nyawa. Kesaktian apapun tidak bisa mencampuri apalagi menyelesaikan masalah. Demikianlah jalinan kekuatan dahsyat yang penuh ikatan karma, tercipta dari sepotong demi sepotong daging makhluk dibunuh, diolah atau dimakan oleh siapapun juga, akan menciptakan malapetaka yang sungguh mengerikan !

• Dalam kitab Hukum Karma, Sang Buddha bersabda : Sesungguhnya, semua makhluk bertumimbal lahir dari dulu hingga sekarang, mereka satu sama lainnya pernah menjadi sanak-famili. Karena itu, semua daging janganlah dimakan !

• Dalam Kitab Jalinan Jodoh Pembalasan, Sang Buddha bersabda : Penyebab dari dibunuh dan dimakan adalah berasal dari orang makan kambing. Kambing yang dibunuh dan dimakan, Roh-nya terlahir sebagai manusia. Sedangkan orang yang bunuh atau makan kambing, Roh-nya terlahir sebagai kambing. Begitulah terus-menerus terjadi berulang-ulang, lahir-mati, masing-masing saling bunuh, saling makan, Hukum Karma terus berlaku tiada henti.

• Y.A. Master Kao San :

Ada sebab, pasti ada akibat. Semua akibat bermula dari sebab.

Semua pembalasan karma, bagai bayangan yang mengikuti bendanya.

Yang bajik mendapat balasan bajik, berupa berkah dan rejeki. Yang jahat mendapat balasan jahat, berupa kemalangan dan sengsara. Pahamilah Hukum Karma maha adil dalam pembalasan. Amalkan kebajikan, jauhi kejahatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar