Translate

Senin, 19 Oktober 2015

DHAMMAPADA
( sabda-sabda Buddha Gotama )
part 1

Syair berpasangan

1. Pikiran adalah pelopor dan segala sesuatu, pikiran adalah pemimpin, pikiran adalah pembentuk. Bila seseorang berbicara atau berbuat dengan pikiran jahat, maka penderitaan akan mengikutinya bagaikan roda pedati mengikuti langkah kaki lembu yang menariknya.

2. Pikiran adalah pelopor dan segala sesuatu, pikiran adalah pemimpin, pikiran adalah pembentuk. Bila seseorang berbicara atau berbuat dengan pikiran baik, maka kebahagiaan akan mengikutinya bagaikan bayang-bayang yang tak pernah meninggalkan benda-Nya.

3. "Ia menghina saya, ia memukul saya, ia mengalahkan saya, ia merampas milik saya." selama seseorang masih menyimpan pikiran-pikiran semacam itu, maka kebencian tak akan pernah berakhir.

4. "Ia menghina saya, ia memukul saya, ia mengalahkan saya, ia merampas milik saya." jika seseorang tidak lagi menyimpan pikiran-pikiran semacam itu, maka kebencian akan berakhir

5. Kebencian tak akan pernah berakhir apabila dibalas dengan kebencian. Tetapi, kebencian akan berakhir bila dibalas dengan tidak membenci. Inilah hukum abadi.

6. Sebagian besar orang tidak mengetahui bahwa dalam pertengkaran mereka akan binasa; tetapi mereka yang menyadari kebenaran ini akan segera mengakhiri semua pertengkaran.

7. Seseorang yang hidupnya hanya ditujukan pada hal-hal yang menyenangkan, inderanya tak terkendali, makannya tak mengenal batas, malas serta tidak bersemangat; maka Mara akan menguasai dirinya, bagaikan angin menumbangkan pohon yang lapuk.

8. Orang yang hidupnya tidak ditujukan pada hal-hal yang menyenangkan, inderanya terkendali, sederhana dalam makanan, penuh keyakinan serta bersemangat; maka Mara tidak dapat menguasai dirinya, bagaikan angin yang tidak dapat menumbangkan gunung karang.

9. Barang siapa belum bebas dari kekotoran-kekotoran batin, tidak memiliki pengendalian diri serta tidak mengerti kebenaran, tidak patut ia mengenakan jubah kuning.

10. Tetapi, ia yang dapat membuang kekotoran-kekotoran batin, teguh dalam sila, memiliki pengendalian diri serta mengerti kebenaran, maka sesungguhnya ia patut mengenakan jubah kuning.

11. Mereka yang menggangap ketidakbenaran sebagai kebenaran, dan kebenaran sebagai ketidakbenaran,maka mereka yang mempunyai pikiran keliru seperti itu, tak akan pernah dapat menyelami kebenaran.

12. Mereka yang mengetahui kebenaran sebagai kebenaran, dan ketidakbenaran sebagai ketidakbenaran, maka mereka yang mempunyai pikiran benar seperti itu, akan dapat menyelami kebenaran.

13. Bagaikan hujan yang dapat menembus rumah beratap tiris, demikian pula nafsu akan dapat menembus pikiran yang tidak dikembangkan dengan baik.

14. Bagaikan hujan yang tidak dapat menembus rumah beratap baik, demikian pula nafsu tidak dapat menembus pikiran yang telah dikembangkan dengan baik.

15. Di dunia ini ia bersedih hati, di dunia sana ia bersedih hati; pelaku kejahatan akan bersedih hati di dua dunia itu. Ia bersedih hati dan meratap karena melihat perbuatannya sendiri yang tidak bersih.

16. Di dunia ini ia bergembira, di dunia sana ia bergembira; pelaku kebajikan bergembira di dua dunia itu. Ia bergembira dan bersukacita karena melihat perbuatannya sendiri yang bersih.

17. Di dunia ini ia menderita, di dunia sana ia menderita; pelaku kejahatan menderita di dua dunia itu. Ia akan meratap ketika berpikir, "Aku telah berbuat jahat." dan ia akan lebih menderita lagi ketika berada di alam sengsara.

18. Di dunia ini ia berbahagia, di dunia sana ia berbahagia; pelaku kebajikan berbahagia di kedua dunia itu. Ia akan berbahagia ketika berpikir,"Aku telah berbuat bajik," dan ia akan lebih berbahagia lagi ketika berada di alam bahagia.

19. Biar pun seseorang banyak membaca Kitab Suci, tetapi tidak berbuat sesuai Ajaran, maka orang yang lengah itu sama seperti gembala sapi yang menghitung sapi milik orang lain; ia tak akan memperoleh manfaat kehidupan suci.

20. Biar pun seseorang sedikit membaca Kitab Suci, tetapi berbuat sesuai Ajaran, menyingkirkan nafsu indera, kebencian dan ketidaktahuan, memiliki pengetahuan benar dan batin yang bebas dari nafsu, tidak melekat pada apa pun baik di sini maupun di sana; maka ia akan memperoleh manfaat kehidupan suci.

Kewaspadaan

21. Kewaspadaan adalah jalan menuju kekekalan; kelengahan adalah jalan menuju kematian. Orang yang waspada tidak akan mati, tetapi orang yang lengah seperti orang yang sudah mati.

22. Setelah mengerti hal ini dengan jelas, orang bijaksana akan bergembira dalam kewaspadaan dan bergembira dalam praktik Arya.

23. Orang bijaksana yang tekun bersamadi, hidup bersemangat dan selalu berusaha sungguh-sungguh, pada akhirnya akan mencapai Nibbana.

24. Orang yang penuh semangat, selalu sadar, murni dalam perbuatan, memiliki pengendalian diri, hidup sesuai dengan Dhamma dan selalu waspada, maka kebahagiaannya akan bertambah.

25. Dengan usaha yang tekun, semangat, disiplin dan pengendalian diri, hendaklah orang bijaksana membuat pulau bagi dirinya sendiri tang tidak dapat ditenggelamkan oleh banjir.

26. Orang dungu yang berpengertian dangkal terlena dalam kelengahan; sebaliknya orang bijaksana senantiasa waspada, seperti menjaga harta yang paling berharga.

27. Jangan terlena dalam kelengahan, jangan terikat pada kesenang-kesenangan indera. Orang yang waspada dan rajin bersamadi akan memperoleh kebahagiaan sejati.

28. Bilamana orang bijaksana telah mengatasi kelengahan dengan kewaspadaan, maka ia akan bebas dari kesedihan, seakan memanjat menara kebijaksanaan dan memandang orang-orang yang menderita disekelilingnya, seperti orang yang berdiri di atas gunung memandang mereka yang berada dibawah.

29. Waspada di antara yang lengah, berjaga di antara yang tertidur; orang bijaksana akan maju terus, bagaikan seekor kuda yang tangkas berlari meninggalkan kuda yang lemah dibelakang.

30. Dengan menyempurnakan kewaspadaan Dewa Sakka dapat mencapai tingkat pemimpin di antara para dewa. Sesungguhnya, kewaspadaan itu akan selalu dipuji dan kelengahan akan selalu dicela.

31. Seorang bhikkhu yang gembira dalam kewaspadaan dan melihat bahaya dalam kelengahan akan maju terus, membakar semua rintangan batin. Bagaikan api membakar kayu, baik yang besar maupun yang kecil.

32. Seorang bhikkhu yang gembira dalam kewaspadaan dan melihat bahaya dalam kelengahan tak akan terperosok lagi, ia sudah berada di dekat Nibbana.

Pikiran

33. Pikiran itu mudah goyah dan tidak tetap, sulit di jaga dan sulit dikuasai; namun orang bijaksana akan meluruskannya, bagaikan seorang pembuat panah meluruskan anak panah.

34. Pikiran itu selalu menggelepar bagaikan seekor ikan yang dikeluarkan dari air dan dilemparkan ke atas tanah. Karena dari itu, kekuasaan Mara harus dihancurkan.

35. Mengawasi pikiran yang sukar dikendalikan, binar dan mengembara sesuka hati adalah baik. Pikiran yang telah dijinakkan akan membawa kebahagiaan.

36. Pikiran itu sungguh sukar diawasi, amat halus dan senang mengembara sesuka hati. Karena itu hendaklah orang bijaksana selalu menjaganya. Pikiran yang dijaga dengan baik akan membawa kebahagiaan.

37. Pikiran itu selalu mengembara jauh, tidak memiliki wujud, dan terletak didalam hati sanubari ( gua). Mereka yang dapat menaklukkannya, akan bebas dari jeratan.

38. Orang yang pikirannya tidak teguh, tidak mengenal Ajaran Benar serta memiliki keyakinan goyah; maka orang seperti itu tidak akan sempurna kebijaksanaanya.

39. Orang yang pikirannya tidak dikuasai oleh nafsu dan kebencian, telah mengatasi keadaan baik dan buruk; maka orang yang selalu sadar seperti itu tidak ada lagi ketakutan.

40. Dengan menyadari bahwa tubuh ini rapuh bagaikan tempayan, maka hendaknya seseorang memperkokoh pikirannya bagaikan benteng kota dan menyerang Mara dengan senjata kebijaksanaan. Ia harus menjaga apa yang telah ditaklukkannya dan tidak melekat pada apapun.

41. Aduh ! Tak lama lagi tubuh ini akan terbujur diatas tanah, dibuang, serta tanpa kesadaran, bagaikan sebatang kayu yang tidak berguna.

42. Bermacam luka ( hal-hal yang menyakitkan ) dapat dibuat oleh orang-orang yang saling bermusuhan dan membenci, namun sesungguhnya pikiran yang diarahkan secara salah akan jatuh lebih berat melukai diri sendiri.

43. Bukan seorang ibu, ayah ataupun sanak keluarga lain yang dapat melakukan; melainkan pikiran sendiri yang diarahkan dengan baik yang akan dapat menggangkat derajat seseorang.

Bunga-bunga

44. Siapakah yang akan menaklukkan dunia ini beserta alam Yama dan alam Dewa? Siapakah yang akan menyelidiki Jalan Kebajikan yang telah diterangkan dengan jelas, seperti seorang perangkai bunga yang pandai memilih bunga?

45. Seorang Sekha ( siswa yang masih berlatih ) akan menaklukkan dunia ini beserta alam Yama dan alam Dewa. Seorang siswa yang masih berlatih ini akan menyelidiki Jalan Kebajikan yang telah diajarkan dengan jelas, seperti seorang perangkai bunga yang pandai memilih bunga

46. Setelah mengetahui bahwa tubuh ini bagaikan busa, dan menyadari sifat mayanya, maka hendaknya seseorang mematahkan bunga nafsu keinginan dan menghilang dari pandangan Raja Kematian.

47. Orang yang mengumpulkan bunga-bunga kesenangan indera, yang pikirannya kacau, akan diseret oleh kematian bagaikan banjir besar menghanyutkan sebuah desa yang tertidur.

48. Orang yang mengumpulkan bunga-bunga kesenangan indera, pikirannya kacau dan tak pernah puas, akan berada dibawah kekuasaan Sang Penghancur ( kematian ).

49. Bagaikan seekor kumbang mengumpulkan madu dari bunga-bunga tanpa merusak warna maupun baunya demikian pula hendaknya orang bijaksana mengembara dari desa ke desa.

50. Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah dikerjakan atau yang belum dikerjakan oleh orang lain. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh diri sendiri.

51. Bagaikan sekuntum bunga yang indah tetapi tidak berbau harum; demikian pula akan tidak bermanfaat kata-kata mutiara yang diucapkan oleh orang yang tidak melaksanakannya.

52. Bagaikan sekuntum bunga yang indah serta berbau harum; demikian pula sungguh bermanfaat kata-kata mutiara yang diucapkan oleh orang yang melaksanakan.

53. Seperti dan setumpuk bunga dapat dibuat banyak karangan bunga; demikian pula hendaknya banyak kebajikan dapat dilakukan oleh manusia di dunia ini.

54. Harumnya bunga tak dapat melawan arah angin, begitu pula harumnya kayu cendana, bunga tagara dan melati. Tetapi harumnya kebajikan dapat melawan arah angin; harumnya nama orang bajik menyebar kesegenap penjuru.

55. Harumnya kebajikan adalah jauh melebihi harumnya cendana, bunga tagara, teratai ataupun melati hutan.

56. Tidaklah seberapa harumnya bunga tagara dan kayu cendana; tetapi harumnya mereka yang memiliki sila ( kebajikan ) menyebar sampai ke surga.

57. Mara tak dapat menemukan jejak mereka yang memiliki sila, yang hidup tanpa kelengahan, dan yang terbebas melalui Pengetahuan Sempurna.

58. Seperti dari tumpukan sampah yang dibuang ditepi jalan, tumbuh bunga teratai yang berbau harum dan menyenangkan hati.

59. Begitu juga diantara orang duniawi, siswa Sang Buddha Yang Maha Sempurna bersinar menerangi dunia yang gelap dengan kebijaksanaannya.

Orang Bodoh

60. Malam terasa panjang bagi orang yang berjaga, satu yojana terasa jauh bagi orang yang lelah; sungguh panjang siklus kehidupan bagi orang bodoh yang tak mengenal Ajaran Benar.

61. Apabila dalam pengembaraan seseorang tak menemukan sahabat yang lebih baik atau sebanding dengan dirinya, maka hendaklah ia tetap melanjutkan pengembaraannya seorang diri, tanpa bergaul dengan orang bodoh.

62. "Anak-anak ini milikku, kekayaan ini milikku," demikianlah pikiran orang bodoh. Apabila dirinya sendiri sebenarnya bukan miliknya, bagaimana mungkin anak dan kekayaan itu menjadi miliknya ?

63. Bila orang bodoh dapat menyadari kebodohannya, maka ia dapat dikatakan bijaksana; tetapi orang bodoh yang menggangap dirinya bijaksana, sesungguhnya dialah yang disebut orang bodoh.

64. Orang bodoh, walaupun selama hidupnya bergaul dengan orang bijaksana, tetap tidak mengerti Dhamma bagaikan sendok yang tidak dapat merasakan rasa sayur.

65. Walaupun hanya sesaat saja orang pandai bergaul dengan orang bijaksana, namun dengan segera ia akan dapat mengerti Dhamma, bagaikan lidah yang dapat merasakan rasa sayur.

66. Orang bodoh yang dangkal pengetahuannya memperlakukan diri sendiri seperti musuh; ia melakukan perbuatan jahat yang akan menghasilkan buah yang pahit.

67. Bilamana suatu perbuatan setelah selesai dilakukan membuat seseorang menyesal, maka perbuatan itu tidak baik. Orang itu akan menerima akibat perbuatannya dengan ratap tangis dan wajah yang berlinang air mata.

68. Bila suatu perbuatan setelah selesai dilakukan tidak membuat seseorang menyesal, maka perbuatan itu adalah baik. Orang itu akan menerima buah perbuatannya dengan hati yang gembira dan puas.

69. Selama buah dan suatu perbuatan jahat belum masak, maka orang bodoh akan menggangapnya manis seperti madu; tetapi apabila buah perbuatan itu telah masak, maka ia akan merasakan pahitnya penderitaan.

70. Biarpun bulan demi bulan orang bodoh memakan makanan dengan ujung rumput kusa, namun demikian ia tidak berharga seperenam belas bagian dari mereka yang telah mengerti Dhamma dengan baik.

71. Suatu perbuatan jahat yang telah dilakukan tidak lantas menghasilkan buah, seperti air susu yang tidak langsung menjadi dadih; demikianlah perbuatan jahat ini membara mengikuti orang bodoh, seperti api yang ditutupi abu.

72. Orang bodoh mendapat pengetahuan dan kemasyuran yang menuju kepada kehancuran. Pengetahuan dan kemasyuran itu akan menghancurkan semua perbuatan baiknya dan akan membelah kepalanya sendiri.

73. Seorang bhikkhu yang bodoh menginginkan ketenaran yang keliru, ingin menonjol di antara para bhikkhu, ingin berkuasa dalam vihara-vihara, dan ingin dihormati oleh semua keluarga.

74. "Biarpun umat awam dan para bhikkhu berpikir bahwa hal ini hanya dilakukan olehku; dalam semua pekerjaan besar dan kecil mereka menunjuk diriku," demikian ambisi bhikkhu yang bodoh itu; dan keinginan serta kesombongan pun terus bertambah.

75. Ada jalan yang menuju keuntungan duniawi, dan ada jalan lain yang menuju Nibbana. Setelah menyadari hal ini dengan jelas, hendaklah seorang bhikkhu siswa Sang Buddha tidak bergembira dalam hal-hal duniawi, tetapi mengembangkan pembebasan diri.

Orang Bijaksana

76. Seandainya seseorang bertemu orang bijaksana yang mau menunjukkan dan memberitahukan kesalahan-kesalahan seperti orang yang menunjukkan harta karun, hendaklah ia bergaul dengan orang bijaksana itu. Sungguh baik dan tak tercela bergaul dengan orang yang bijaksana.

77. Biarlah ia memberi nasehat, petunjuk dan melarang apa yang tidak baik. Orang bijaksana akan dicintai oleh orang baik dan dijauhi oleh orang jahat.

78. Jangan bergaul dengan orang jahat, jangan bergaul dengan orang berbudi rendah; tetapi bergaullah dengan sahabat yang baik, bergaullah dengan orang yang berbudi luhur.

79. Ia yang mengenal dhamma akan hidup berbahagia dengan pikiran tenang. Orang bijaksana selalu bergembira dalam Ajaran yang dibabarkan para Ariya.

80. Pembuat saluran air mengalirkan air, tukang panah meluruskan anak panah, tukang kayu melengkungkan kayu, orang bijaksana mengendalikan dirinya sendiri.

81. Bagaikan batu karang tak tergoncang oleh badai, demikian pula para bijaksana tidak akan terpengaruh oleh celaan maupun pujian.

82. Bagaikan danau yang dalam, airnya jernih dan tenang; demikian pula batin para bijaksana menjadi tentram karena mendengarkan Dhamma.

83. Orang bajik membuang kemelekatan terhadap segala sesuatu; orang suci tidak membicarakan hal-hal yang berkenaan dengan nafsu keinginan. Dalam menghadapi kebahagiaan ataupun kemalangan, orang bijaksana tidak menjadi gembira atau kecewa.

84. Seseorang yang arif tidak berbuat jahat demi kepentingannya sendiri ataupun orang lain; demikian pula ia tidak menginginkan anak, kekayaan, pangkat atau keberhasilan dengan cara yang tidak benar. Orang seperti itulah yang sesungguhnya luhur, bijaksana dan berbudi.

85. Di antara umat manusia hanya sedikit yang dapat mencapai Seberang; sebagian besar hanya berjalan hilir mudik di tepi sebelah sini.

86. Mereka yang hidup sesuai Dhamma yang telah diterangkan dengan baik, akan mencapai Seberang, menyeberangi alam kematian yang amat sukar untuk diseberangi.

87. Meninggalkan rumah dan pergi menempuh kehidupan tanpa rumah, demikianlah hendaknya orang bijaksana meninggalkan keadaan gelap ( kebodohan ) dan mengembangkan keadaan terang ( kebijaksanaan ). Hendaklah ia mencari kebahagiaan pada ketidak-melekatan yang sukar didapat.

88. Dengan meninggalkan semua kesenangan indera dan kemelekatan, demikianlah hendaknya orang bijaksana membersihkan dirinya dari noda-noda pikiran.

89. Mereka yang telah menyempurnakan pikirannya dalam Faktor Penerangan, tanpa ikatan, bergembira dengan batin yang bebas, yang telah bebas dari kekotoran, bersinar, maka sesungguhnya mereka telah mencapai Nibbana dalam kehidupan sekarang juga.

Arahat

90. Orang yang telah menyelesaikan perjalanannya telah bebas dari segala hal, telah menghancurkan semua ikatan; maka dalam dirinya tidak ada lagi demam nafsu.

91. Orang yang telah sadar dan meninggalkan rumah tangga, tidak lagi terikat pada tempat kediaman. Bagaikan kawanan angsa yang meninggalkan kolam demi kolam, demikianlah mereka meninggalkan tempat kediaman demi tempat kediaman.

92. Mereka yang tidak lagi mengumpulkan harta duniawi, yang sederhana dalam makanan, yang telah mencapai Kebebasan Mutlak; maka jejak mereka tidak dapat dilacak bagaikan burung-burung diangkasa.

93. Ia yang telah memusnahkan semua kekotoran batin, yang tidak lagi terikat pada makanan, yang telah menyadari kebebasan mutlak, maka jejaknya tidak dapat dilacak, bagaikan burung-burung diangkasa.

94. Ia yang telah menaklukkan inderanya bagaikan seorang kusir mengendalikan kudanya, yang telah bebas dari kesombongan dan kekotoran batin; maka para dewa pun akan mengasihi orang suci seperti ini.

95. Bagaikan tanah, demikian pula orang suci. Tidak pernah marah, teguh pikirannya bagaikan tugu kota ( indahkhila ). Bersih tingkah lakunya bagaikan kolam tak berlumpur. Bagi orang suci seperti ini tak ada lagi siklus kehidupan.

96. Orang suci yang telah memiliki pengetahuan sejati, telah terbebas, damai dan seimbang batinnya, maka ucapan, perbuatan serta pikirannya senantiasa tenang.

97. Orang yang telah bebas dari ketahayulan, yang telah mengerti Keadaan Tak Tercipta ( Nibbana ), yang telah memutuskan semua ikatan ( tumimbal lahir ), yang telah mengakhiri kesempatan ( baik dan jahat ), yang telah menyingkirkan semua nafsu keinginan; maka sesungguhnya ia adalah orang paling mulia

98. Apakah di desa atau di dalam hutan di tempat yang rendah atau di atas bukit, dimanapun Para Arahat berdiam, maka tempat itu sungguh menyenangkan.

99. Hutan bukan tempat yang menyenangkan bagi orang duniawi, namun di sanalah orang-orang yang telah bebas dari nafsu bergembira, karena mereka tidak lagi mencari kesenangan indera.

Seribu

100. Daripada seribu kata yang tak berarti adalah lebih baik sepatah kata yang bermanfaat, yang dapat memberi kedamaian kepada pendengarnya.

101. Daripada seribu bait syair yang tak berguna, adalah lebih baik sebait yang berguna, yang dapat memberi kedamaian kepada pendengarnya.

102. Daripada seribu bait syair yang tak bermanfaat, adalah lebih baik satu kata Dhamma yang dapat memberi kedamaian kepada pendengarnya.

103. Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri.

104. Mensklukkan diri sendiri sesungguhnya lebih baik daripada menaklukkan makhluk lain; orang yang telah menaklukkan dirinya sendiri dapat mengendalikan diri.

105. Tidak ada Dewa, Mara, Gandhabba atau Brahma yang dapat mengubah kemenangan dari orang yang telah dapat menaklukkan dirinya sendiri.

106. Biarpun bulan demi bulan seseorang mempersembahkan seribu kurban selama seratus tahun, namun lebih baik jika ia menghormati orang yang memiliki pengendalian diri walaupun hanya sesaat saja.

107. Biarpun selama seratus tahun seseorang menyalakan api pemujaan di hutan, namun sesungguhnya lebih baik jika ia walaupun hanya sesaat saja, menghormati orang yang telah memiliki pengendalian diri.

108. Dalam dunia ini, pengorbanan dan persembahan apapun yang dilakukan oleh seseorang selama seratus tahun untuk memperoleh pahala dari perbuatannya itu, semuanya tidak berharga seperempat bagian pun daripada penghormatan yang diberikan kepada orang yang hidupnya lurus.

109. Ia yang selalu menghormati dan menghargai orang lebih tua, kelak akan memperoleh empat hal, yaitu : umur panjang, kecantikan, kebahagiaan dan kekuatan.

110. Walaupun seseorang hidup seratus tahun, tetapi memiliki kekakuan buruk dan tak terkendali, sesungguhnya lebih baik adalah kehidupan sehari dari orang yang memiliki sila dan tekun samadi.

111. Walaupun seseorang hidup seratus tahun, tetapi tidak bijaksana dan tak terkendali, sesungguhnya lebih baik adalah kehidupan sehari dari orang yang bijaksans dan tekun samadi.

112. Walaupun seseorang hidup seratus tahun, tetapi malas dan tidak bersemangat, maka sesungguhnya lebih baik kehidupan sehari dari orang yang berjuang dengan penuh semangat.

113. Walaupun seseorang hidup seratus tahun, tetapi tidak dapat melihat timbul tenggelamnya segala sesuatu yang berkondisi, sesungguhnya lebih baik kehidupan sehari dari orang yang dapat melihat timbul tenggelamnya segala sesuatu yang berkondisi.

114. Walaupun seseorang hidup seratus tahun, tetapi tidak dapat melihat Keadaan Tanpa Kematian ( Nibbana ) sesungguhnya lebih baik kehidupan sehari dari orang yang dapat melihat Keadaan Tanpa Kematian.

115. Walaupun seseorang hidup seratus tahun, tetapi tidak dapat melihat Kebenaran Luhur, sesungguhnya lebih baik kehidupan sehari dari orang yang dapat melihat Kebenaran Luhur.

Kejahatan

116. Bergegaslah berbuat kebajikan dan kendalikan pikiranmu dari kejahatan; barang siapa lamban berbuat bajik, maka pikirannya akan senang kejahatan.

117. Apabila seseorang berbuat jahat, hendaklah ia tidak mengulangi perbuatannya itu, dan jangan merasa senang dengan perbuatan itu; sungguh menyakitkan akibat dari memupuk perbuatan jahat.

118. Apabila seseorang berbuat bajik, hendaklah ia mengulangi perbuatannya itu dan bersukacita dengan perbuatan itu, sungguh membahagiakan akibat dari memupuk perbuatan bajik.

119. Pembuat kejahatan hanya melihat hal yang baik selama buah perbuatan jahatnya belum masak, tetapi bilamana hasil perbuatannya itu telah masak, ia akan melihat akibat-akibatnya yang buruk.

120. Pembuat kebajikan hanya melihat hal yang buruk selama buah perbuatan bajiknya belum masak; tetapi bilamana hasil perbuatannya itu telah masak, ia akan melihat akibat-akibatnya yang baik.

121. Jangan meremehkan kejahatan walaupun kecil, dengan berkata: "Perbuatan jahat tidak akan membawa akibat." Bagaikan sebuah tempayan akan terisi penuh oleh air yang dijatuhkan setetes demi setetes, demikian pula orang bodoh sedikit demi swdikit memenuhi dirinya dengan kejahatan.

122. Janganlah meremehkan kebajikan walaupun kecil, dengan berkata: "Perbuatan bajik tidak akan membawa akibat." Bagaikan sebuah tempayan akan terisi air tang dijatuhkan setetes demi setetes, demikian pyka orang bijaksana sedikit demi sedikit memenuhi dirinya dengan kebajikan.

123. Bagaikan seorang saudagar yang dengan sedikit pengawal membawa harta menghindari jalan berbahaya; demikian pula orang yang mencintai hidup hendaknya menghindari racun dan hal-hal jahat.

124. Apabila seseorang tidak mempunyai luka ditangan, maka ia dapat menggengam racun. Racun tak akan mencelakakan orang tak luka. Tiada penderitaan bagi orang tidak berbuat jahat.

125. Barangsiapa berbuat jahat terhadap orang baik, orang suci dan orang yang tidak bersalah, maka kejahatan akan berbalik menimpa orang bodoh itu, bagaikan debu yang dilempar melawan angin.

126. Sebagian orang terlahir melalui kandungan; pelaku kejahatan terlahir dialam neraka; orang yang berkelakuan baik pergi kesurga; dan orang yang bebas dari kekotoran batin mencapai Nibbana.

127. Tidak di langit, di tengah lautan, di celah-celah gunung atau di manapun dapat ditemukan suatu tempat bagi seseorang untuk dapat menyembunyikan diri dari akibat perbuatan jahatnya.

128. Tidak di langit, di tengah lautan, di celah-celah gunung atau di manapun dapat ditemukan suatu tempat bagi seseorang untuk menyembunyikan diri dari kematian.

Hukuman

129. Semua orang takut akan hukuman; semua orang takut akan kematian. Setelah membandingkan orang lain dengan diri sendiri, hendaknya seseorang tidak membunuh atau mengakibatkan pembunuhan.

130. Semua orang takut akan hukuman; semua orang mencintai kehidupan. Setelah membandingkan orang lain dengan dirinya sendiri, hendaklah seseorang tidak membunuh dan mengakibatkan pembunuhan.

131. Barangsiapa mencari kebahagiaan dari dirinya sendiri dengan jalan menganiaya makhluk lain yang juga mendambakan kebahagiaan, maka setelah mati ia tidak akan memperoleh kebahagiaan.

132. Barangsiapa mencari kebahagiaan bagi dirinya sendiri dengan tidak menganiaya makhluk lain yang juga mendambakan kebahagiaan, maka setelah mati ia akan memperoleh kebahagiaan.

133. Janganlah berbicara kasar kepada siapapun, karena mereka yang mendapat perlakuan demikian akan membalas dengan cara yang sama. Sungguh menyakitkan ucapan kasar itu, yang pada gilirannya akan melukaimu.

134. Apabila engkau dapat berdiam diri bagaikan sebuah gong pecah, berarti engkau telah mencapai Nibbana, sebab keinginan membalas dendam tak terdapat lagi dalam dirimu.

135. Bagaikan seorang pengembala menghalau sapi-sapinya dengan tongkat ke padang rumput, begitu juga umur tua dan kematian menghalau kehidupan setiap makhluk.

136. Apabila orang bodoh melakukan kejahatan, ia tak mengerti akibat dan perbuatannya. Orang bodoh tersiksa oleh perbuatannya sendiri, seperti orang yang terbakar oleh api.

137. Seseorang yang menghukum mereka yang tidak patut dihukum dan tidak bersalah, akan segera memperoleh salah satu diantara sepuluh keadaan berikut:

138. Ia akan mengalami penderitaan hebat, kecelakaan, luka, sakit berat atau bahkan hilang ingatan.

139. Ditindak oleh raja, mendapat tuduhan yang berat, kehilangan sanak saudara, atau harta kekayaannya habis.

140. Rumahnya musnah terbakar; dan setelah tubuhnya hancur, orang bodoh ini akan terlahir kembali di alam neraka.

141. Bukan dengan cara telanjang, rambut dijalin, badan kotor berlumpur, berpuasa, berbaring ditanah melumuri tubuh dengan debu, ataupun berjongkok diatas tumit seseorang yang belum bebas dari keragu-raguan dapat mensucikan diri.

142. Walau digoda dengan cara apapun, tetapi bila seseorang dapat menjaga ketenangan pikirannya damai, mantap, terkendali, suci murni dan tidak menyakiti makhluk lain, sesungguhnya ia adalah seorang brahmana, seorang samana, seorang bhikkhu.

143. Dalam dunia ini jarang ditemukan seorang yang mengendalikan diri dengan memiliki rasa malu untuk berbuat jahat, senantiasa waspada, bagaikan seekor kuda yang terlatih baik dapat menghindari cemeti.

144. Bagaikan seekor kuda terlatih baik, walaupun sekali saja merasakan cambukan lantas jadi bersemangat dan berlari cepat; demikian pula halnya dengan orang yang rajin, penuh keyakinan, memiliki sila, semangat, konsentrasi dan menyelidiki Ajaran Benar, dengan bekal pengetahuan dan tingkah laku sempurna serta memiliki kesadaran, akan meninggalkan penderitaan.

145. Pembuat saluran air mengatur jalannya air, tukang panah meluruskan anak panah, tukang kayu melengkungkan kayu; orang bijak mengendalikan dirinya sendiri.

Usia tua

146. Mengapa tertawa, mengapa bergembira kalau dunia ini selalu terbakar? Dalam Kegelapan tidakkah engkau ingin mencari terang?

147. Pandanglah tubuh yang indah ini, penuh luka, terdiri dari rangkaian tulang, berpenyakit serta memerlukan banyak perawatan. Ia tidak kekal serta tidak tetap keadaannya.

148. Tubuh ini benar-benar rapuh, sarang penyakit dan mudah busuk. Tumpukan yang menjijikkan ini akan hancur berkeping-keping. Sesungguhnya, kehidupan ini akan berakhir dengan kematian.

149. Bagaikan labu yang dibuang pada musim rontok, demikian pula halnya dengan tulang yang memutih ini. Kesenangan apakah yang didapat dari memandangnya?

150. Kota( tubuh) ini terbuat dari tulang-tulang yang dibungkus oleh daging dan darah. Di sinilah terdapat kelapukan dan kematian, kesombongan dan iri hati.

151. Kereta kerajaan yang indah sekalipun pasti akan lapuk, begitu pula tubuh ini akan menjadi tua. Tetapi Ajaran ( Dhamma ) orang suci tidak akan lapuk. Sesungguhnya, dengan cara inilah orang suci mengajarkan kebaikan.

152. Orang yang tidak mau belajar akan menjadi tua seperti sapi; dagingnya bertambah tetapi kebijaksanaanya tidak berkembang.

153. Dengan melalui banyak kelahiran aku telah mengembara dalam samsara ( siklus kehidupan ). Terus mencari, namun tak kutemukan pembuat rumah ini. Sungguh menyakitkan kelahiran yang berulang-ulang ini.

154. Pembuat rumah, engkau telah kulihat, engkau tak dapat membangun rumah lagi. Seluruh atapmu telah runtuh dan tiang belandarmu telah patah. Sekarang batinku telah mencapai Keadaan Tak Berkondisi ( Nibbana ). Pencapaian ini merupakan akhir daripada nafsu keinginan.

155. Mereka yang tidak menjalankan kehidupan suci serta tidak mengumpulkan bekal ( kekayaan ) selagi masih muda, akan merana seperti bangau tua yang berdiam di kolam yang tak ada ikannya.

156. Mereka yang tidak menjalankan kehidupan suci serta tidak mengumpulkan bekal ( kekayaan ) selagi masih muda, akan terbaring seperti busur panah yang rusak menyesali masa lampaunya.

Diri sendiri

157. Bila orang mencintai dirinya sendiri, maka ia harus menjaga dirinya dengan baik. Orang bijaksana selalu waspada selama tiga masa ( dalam kehidupannya ).

158. Hendaknya orang terlebih dahulu mengembangkan dirinya sendiri dalam hal-hal yang patut, dan selanjutnya melatih orang lain. Orang bijaksana yang berbuat demikian tak akan dicela.

159. Sebagaimana ia mengajar orang lain, demikianlah hendaknya ia berbuat. Setelah ia dapat mengendalikan dirinya sendiri dengan baik, hendaknya ia melatih orang lain. Sesungguhnya amat sukar untuk mengendalikan diri sendiri.

160. Diri sendiri sesungguhnya adalah pelindung bagi diri sendiri, karena siapa pula yang dapat menjadi pelindung bagi dirinya? Setelah dapat mengendalikan dirinya sendiri dengan baik, ia akan memperoleh perlindungan yang sungguh amat sukar dicari.

161. Kejahatan yang dilakukan oleh diri sendiri, timbul dari diri sendiri serta disebabkan oleh diri sendiri, akan menghancurkan orang bodoh, bagaikan intan memecah permata yang keras.

162. Orang yang berkelakuan buruk adalah seperti tanaman menjalar maluva yang melilit pohon sala. Ia akan terjerumus sendiri, seperti apa yang diharapkan musuh terhadap dirinya.

163. Sungguh mudah untuk melakukan hal-hal buruk dan tak bermanfaat, tetapi sungguh sulit untuk melakukan hal-hal baik dan bermanfaat.

164. Karena pandangan salah orang bodoh menghina Ajaran orang mulia, orang suci dan orang bijak. Ia akan menerima akibatnya yang buruk, seperti rumput kastha yang berbuat hanya untuk menghancurkan diri sendiri.

165. Oleh diri sendiri kejahatan dilakukan, oleh diri sendiri pula seseorang ternoda. Oleh diri sendiri kejahatan tak dilakukan, oleh diri sendiri pula seseorang menjadi suci. Suci atau tidak suci tergantung pada diri sendiri; tak seorang pun yang dapat mensucikan orang lain.

166. Janganlah karena demi kesejahteraan orang lain lalu seseorang melalaikan kesejahteraan sendiri. Setelah memahami tujuan akhir bagi diri sendiri, hendaklah ia teguh melaksanakan tugas kewajibannya.

Dunia

167. Janganlah mengejar sesuatu yang rendah; janganlah hidup dalam kelengahan; janganlah menganut pandangan-pandangan salah, dan janganlah terikat pada keduniawian.

168. Bangun! Jangan lengah! Tempuhlah kehidupan benar. Barangsiapa menempuh kehidupan benar, maka ia akan hidup bahagia di dunia ini maupun di dunia berikutnya.

169. Jalankan praktik hidup yang benar dan jangan lalai. Barangsiapa hidup sesuai Dhamma akan hidup bahagia didunia ini maupun di dunia berikutnya.

170. Barangsiapa dapat melihat dunia ini seperti halnya ia melihat busa ataupun fatamorgana, maka Raja Kematian tidak akan dapat menemukan dirinya.

171. Mari, pandanglah dunia ini seperti kereta kerajaan yang penuh perhiasan, yang membuat orang bodoh terlena di dalamnya; tetapi orang bijaksana yang menyadari hal ini, tak ada lagi kemelekatan dalam dirinya.

172. Barangsiapa yang sebelumnya pernah lengah, tetapi kemudian tidak lengah, maka ia akan menerangi dunia ini bagaikan bulan yang bebas dari awan.

173. Barangsiapa meninggalkan perbuatan jahat yang pernah dilakukan dengan jalan berbuat kebajikan, maka ia akan menerangi dunia ini bagaikan bulan yang bebas dari awan.

174. Dunia ini terselubung kegelapan dan hanya sedikit orang yang dapat melihat dengan jelas. Seperti burung-burung yang dapat melepaskan diri dari jaring, demikian pula hanya sedikit orang yang dapat pergi kealam surga.

175. Kawanan angsa terbang menuju matahari, orang-orang yang memiliki kekuatan gaib terbang di udara. Orang bijaksana berjalan menuju kesucian setelah menaklukkan Mara beserta bala tentaranya.

176. Orang yang melanggar salah satu Dhamma ( sila keempat, yakni selalu berkata bohong ), yang tidak mempedulikan dunia mendatang, maka tak ada kejahatan yang tidak dilakukannya.

177. Sesungguhnya orang kikir tidak dapat pergi ke alam dewa. Orang bodoh tidak memuji kemurahan hati. Akan tetapi orang bijaksana senang dalam memberi, dan karenanya ia akan bergembira dialam berikutnya.

178. Ada yang lebih baik daripada kekuasaan mutlak atas bumi, daripada pergi ke surga atau daripada memerintah seluruh dunia, yakni hasil kemuliaan dari seorang suci yang telah memenangkan arus ( sotapattiphala ).

Buddha

179. Beliau yang kemenangannya tak dapat dikalahkan lagi, yang nafsunya telah diatasi dan tidak mengikutinya lagi, Sang Buddha yang tiada bandingnya, yang tanpa jejak nafsu, dengan cara apa kau goda Beliau ?

180. Beliau yang terjerat dan terlibat nafsu keinginan yang menyebabkan kelahiran, Sang Buddha yang tiada bandingnya, yang tanpa jejak nafsu, dengan cara apa akan kau goda beliau ?

181. Orang bijaksana yang tekun bersamadi, yang gembira dalam kedamaian pelepasan, yang memiliki kesadaran sejati dan telah mencapai Penerangan Sempurna, akan dicintai oleh para dewa.

182. Sungguh sulit untuk dapat dilahirkan sebagai manusia, sungguh sulit kehidupan manusia, sungguh sulit untuk dapat mendengarkan Ajaran Benar, begitu pula sungguh sulit munculnya seorang Buddha.

183. Tidak melakukan segala bentuk kejahatan, mengembangkan kebajikan dan membersihkan batin; inilah Ajaran Para Buddha.

184. Kesabaran adalah praktik bertapa yang paling tinggi. "Nibbana adalah yang tertinggi," begitulah sabda Para Buddha. Dia yang masih menyakiti orang lain sesungguhnya bukanlah seorang petapa ( samana ).

185. Tidak menghina, tidak menyakiti, dapat mengendalikan diri sesuai dengan peraturan, memiliki sikap madya dalam hal makan, berdiam di tempat yang sunyi serta giat mengembangkan batin nan luhur; inilah Ajaran Para Buddha.

186. Bukan dalam hujan uang emas dapat ditemukan kepuasan nafsu indera. Nafsu indera hanya merupakan kesenangan sekejap yang membuahkan penderitaan. Bagi orang bijaksana yang dapat memahami, hal itu tidak membuatnya bergembira bila mendapat kesenangan surgawi sekalipun. Siswa Sang Buddha Yang Maha Sempurna bergembira dalam penghancuran nafsu-nafsu keinginan.

187. Karena rasa takut, banyak orang pergi mencari perlindungan ke gunung-gunung, ke asrama ( hutan-hutan ), ke pohon-pohon dan tempat -tempat pemujaan yang dianggap keramat.

189. Tetapi itu bukan perlindungan yang aman, bukan perlindungan utama. Dengan mencari perlindungan seperti itu, orang tidak akan bebas dari penderitaan.

190. Ia yang betlindung pada Buddha, Dhamma dan Sangha, dengan bijaksananya dapat melihat Empat Kebenaran Mulia, yaitu :

191. Dukkha, sebab dari dukkha, akhir dari dukkha serta Jalan Mulia Berfaktor Delapan yang menuju pada akhir dukkha.

192. Sesungguhnya, itulah perlindungan utama. Dengan pergi mencari perlindungan seperti itu, orang akan bebas dari segala penderitaan.

193. Sukar untuk berjumpa dengan manusia yang mempunyai kebijaksanaan Agung. Orang seperti itu tidak akan dilahirkan di sembarangan tempat. Tetapi di mana pun orang seperti itu dilahirkan, maka keluarganya akan hidup bahagia.

194. Kelahiran Para Buddha merupakan sebab kebahagiaan. Pembabaran Ajaran Benar merupakan sebab kebahagiaan. Persatuan Sangha merupakan sebab kebahagiaan. Dan usaha perjuangan mereka yang telah bersatu merupakan sebab kebahagiaan.

195. Ia yang menghormati mereka yang patut dihormati, yakni Para Buddha atau siswa-siswaNya yang telah dapat mengatasi rintangan-rintangan, akan bebas dan kesedihan dan ratap tangis.

196. Ia yang menghormati orang-orang suci yang telah menemukan kedamaian dan telah bebas dari ketakutan; maka jasa perbuatannya tak dapat diukur dengan ukuran apapun.

Kebahagiaan

197. Sungguh bahagia jika kita hidup tanpa membenci diantara orang-orang yang membenci; diantara orang yang membenci kita hidup tanpa membenci.

198. Sungguh bahagia kita hidup tanpa penyakit diantara yang berpenyakit; diantara orang-orang yang berpenyakit kita hidup tanpa penyakit.

199. Sungguh bahagia kita hidup tanpa keserakahan diantara orang-orang yang serakah, diantara orang-orang yang serakah kita hidup tanpa keserakahan.

200. Sungguh bahagia hidup kita ini apabila sudah tidak terikat lagi oleh rasa ingin memiliki. Kita akan hidup dengan bahagia bagaikan dewa-dewa dialam yang cemerlang.

201. Kemenangan menimbulkan kebencian, dan yang kalah hidup dalam penderitaan. Setelah dapat melepaskan diri dari kemenangan dan kekalahan, orang yang penuh damai akan hidup bahagia.

202. Tiada api yang menyamai nafsu, tiada kejahatan yang menyamai kebencian, tiada penderitaan yang menyamai kelompok ( khanda ), dan tiada kebahagiaan yang lebih tinggi dari kedamaian abadi.

203. Kelaparan merupakan penyakit yang paling berat. Segala sesuatu yang berkondisi merupakan penderitaan yang paling besar. Setelah mengetahui hal ini sebagaimana adanya, orang bijaksana memahami bahwa Nibbana merupakan kebahagiaan tertinggi.

204. Kesehatan adalah keuntugan yang paling besar. Kepuasan adalah kekayaan yang paling berharga. Kepercayaan adalah saudara yang paling baik. Nibbana adalah kebahagiaan tertinggi.

205. Setelah mencicipi rasa penyepian dan ketentraman, maka ia akan bebas dari duka-cita dan tidak ternoda serta meneguk kebshagiaan dalam Dhamma.

206. Bertemu dengan Para Ariya adalah baik, tinggal bersama mereka merupakan suatu kebahagiaan, orang akan selalu berbahagia bila tak menjumpai orang bodoh.

207. Seseorang yang sering bergaul dengan orang bodoh pasti akan meratap lama sekali. Karena bergaul dengan orang bodoh merupakan penderitaan seperti tinggal bersama musuh. Tetapi, siapa yang tinggal bersama orang bijaksana akan berbahagia, sama seperti sanak keluarga yang kumpul bersama.

208. Karena itu :
Ikutilah orang yang pandai, bijaksana, terpelajar, tekun, patuh dan mulia; hendaklah engkau selalu dekat dengan orang yang bajik dan pandai seperti itu, bagaikan bulan mengikuti peredaran bintang.

Kecintaan

209. Orang yang memperjuangkan apa yang seharusnya dihindari, dan tidak memperjuangkan apa yang seharusnya diperjuangkan; melepaskan apa yang baik dan melekat pada apa yang menyenangkan, akan merasa iri terhadap mereka yang tekun dalam latihan.

210. Janganlah melekat pada apa yang dicintai atau yang tidak dicintai. Tidak bertemu dengan mereka yang dicintai dan bertemu dengan mereka yang tidak dicintai, keduanya merupakan penderitaan.

211. Oleh sebab itu janganlah mencintai apapun, karena berpisah dengan apa yang dicintai adalah menyedihkan. Tiada lagi ikatan bagi mereka yang telah bebas dari mencintai dan tidak mencintai.

212. Dari yang disayangi timbul kesedihan, dari yang disayangi timbul ketakutan; bagi orang yang telah bebas dari yang disayangi, tiada lagi kesedihan maupun ketakutan.

213. Dari cinta timbul kesedihan, dari cinta timbul ketakutan: bagi orang tang telah bebas dari rasa cinta, tiada lagi kesedihan maupun ketakutan.

214. Dari kemelekatan timbul kesedihan, dari kemelekatan timbul ketakutan; bagi orang yang telah bebas dari kemelekatan, tiada lagi kesedihan maupun ketakutan.

215. Dari nafsu timbul kesedihan, dari nafsu timbul ketakutan; bagi orang yang bebas dari nafsu, tiada lagi kesedihan maupun ketakutan.

216. Dari keinginan timbul kesedihan, dari keinginan timbul ketakutan; bagi orang yang telah bebas dari keinginan, tiada lagi kesedihan maupun ketakutan.

217. Barangsiapa sempurna dalam sila dan mempunyai pandangan terang, teguh dalam Dhamma, selalu berbicara benar dan memenuhi segala kewajibannya, maka semua orang akan mencintainya.

218. Barangsiapa bermaksud ingin mencapai Yang Tak Dinyatakan ( Nibbana ), yang batinnya tidak lagi terikat oleh kesenangan indera, orang seperti itu disebut "yang telah pergi ke hilir arus kehidupan".

219. Setelah lama seseorang pergi jauh dan kemudian pulang ke rumah dengan selamat, maka keluarga, kerabat dan sahabat akan menyambutnya dengan senang hati.

220. Begitu juga, perbuatan-perbuatan baik yang telah dilakukan akan menyambut pelakunya yang telah pergi dari dunia ke dunia selanjutnya, seperti keluarga yang menyambut pulangnya orang tercinta.

Kemarahan

221. Hendaklah orang menghentikan kemarahan dan kesombongan, hendaklah ia mengatasi semua belenggu. Orang yang tidak terikat pada batin dan jasmani, yang telah bebas dari nafsu-nafsu, tak akan menderita lagi.

222. Barangsiapa dapat menahan kemarahannya yang memuncak seperti menahan kereta yang sedang melaju, ia patut disebut sais sejati. Sedangkan sais lainnya hanya sebagai pemegang kendali belaka.

223. Kalahkan kemarahan dengan cinta kasih dan kalahkan kejahatan dengan kebajikan. Kalahkan kekikiran dengan kemurahan hati, dan kalahkan kebohongan dengan kejujuran.

224. Hendaknya orang berbicara benar, hendaknya orang tidak marah; hendaknya orang memberi walaupun sedikit kepada mereka yang membutuhkan. Dengan tiga cara ini, orang dapat pergi kehadapan para dewa.

225. Orang-orang suci yang tidak menganiaya makhluk lain selalu terkendali jasmaninya, akan sampai pada Keadaan Tanpa Kematian ( Nibbana ); dan setelah sampai pada keadaan itu, kesedihan tak ada lagi dalam dirinya.

226. Mereka yang senantiasa sadar, tekun melatih diri siang dan malam, selalu mengarahkan batin ke Nibbana, maka semua kekotoran batin dalam dirinya akan musnah.

227. O Atula, hal itu telah ada sejak dahulu dan bukan baru saja ada sekarang, di mana mereka mencela orang yang duduk diam, mereka yang mencela orang yang banyak berbicara, mereka juga mencela orang yang sedikit berbicara. Tak ada seorangpun di dunia ini yang tidak dicela.

228. Tidak pada jaman dahulu, waktu yang akan datang ataupun waktu sekarang, dapat ditemukan seseorang yang selalu dicela maupun yang selalu dipuji.

229. Setelah memperhatikan secara seksama, orang bijaksana memuji ia yang menempuh kehidupan tanpa cela, pandai serta memiliki kebijaksanaan dan sila.

230. Siapakah yang layak merendahkan orang yang tanpa cela seperti sepotong emas murni? Para dewa akan selalu memujinya, begitu pula para brahmana.

231. Hendaklah orang selalu menjaga rangsangan jasmani, hendaklah ia selalu mengendalikan jasmaninya. Setelah menghentikan perbuatan-perbuatan jahat melalui jasmani, hendaklah ua giat melakukan perbuatan-perbuatan baik melalui jasmani.

232. Hendaklah orang selalu menjaga rangsangan ucapan, hendaklah ia mengendalikan ucapannya. Setelah menghentikan perbuatan-perbuatan jahat melalui ucapan, hendaklah ua giat melakukan perbuatan-perbuatan baik melalui ucapan.

233. Hendaklah orang selalu menjaga rangsangan pikiran, hendaklah ia mengendalikan pikirannya. Setelah menghentikan perbuatan-perbuatan jahat melalui pikiran, hendaklah ia giat melakukan perbuatan-perbuatan baik melalui pikiran.

224. Para bijaksana terkendali perbuatan, ucapan dan pikirannya. Sesungguhnya, mereka itu benar-benar telah dapat menguasai diri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar