Translate

Senin, 21 Maret 2016

Legowo itu wajar (Melepas yang bukan milik)

LEGOWO ITU WAJAR
(MELEPAS YANG BUKAN MILIK)
-
Ada salah satu nasihat Sang Buddha. 'Apapun yang bukan milikmu, maka lepaskanlah.' -
Ajaran ini sering juga dianalogikan seperti air yang tidak bisa digenggam. Dalam bahasa Jawa, ketidakbisaan digenggam ini disebut 'mrucut'. °

Air sebanyak apapun bisa kita tadah dengan kedua telapak tangan, namun segera saja air itu mengalir keluar melalui sela-sela tangan kita dan akhirnya menjadi tak tersisa. °

Sama halnya dengan apa yang kita alami. Semuanya hanya datang dan pergi. Bertemu dan berpisah. Hanya lewat sesuai dengan keadaan alaminya masing-masing.

Jika dihubungkan dengan kepemilikan, maka kita sebenarnya tidak pernah memiliki apa-apa. Apa yang dianggap milik itu juga numpang lewat. Tanpa ada perkecualian.

Kita suka melekati sesuatu yang bukan milik itu. Sesuatu yang numpang lewat dijadikan obyek kemelekatan. Hasilnya tentu saja penderitaan. Suka atau tidak suka, apa yang kita jumpai itu akan pergi.
Dalam falsafah Jawa, kata 'legowo' menjadi kata kunci. Legowo artinya lego ing nyowo atau lega dalam bathin. °

Sifat bathin yang lega artinya memahami adanya sifat kesementaraan, karena itu tidak perlu digenggam dan dijadikan masalah ketika tiba waktunya pergi. °

Setiap keadaan selalu akan tiba waktu kadaluarsanya. Tidak ada hal yang perlu didramatisir, karena hal itu hanya fenomena biasa yang alami.

Umumnya orang beranggapan bahwa jika melepas itu akan kehilangan. Atau ada yang mempertanyakan seperti ini: 'Jika semuanya dilepas, lalu apa yang kita dapatkan?'
-
Jika kita cermati dengan baik, maka kita akan paham bahwa sejak awal kita tidak bisa memiliki apapun. Jika memang tidak memiliki, maka tentu menjadi pertanyaan yang lebih mendalam: 'Lalu apa yang sesungguhnya kita lepas?'

Nasihat Sang Buddha agar melepas apa yang bukan milik, artinya adalah melepas anggapan/asumsi kepemilikan kita.
Bendanya atau sesuatu yang kita inginkan/sukai itu sudah berubah, sudah pergi. Namun kita masih menganggapnya berada 'disini'. Kita melekati sesuatu yang sebenarnya tidak ada. Lebih tepatnya, kita mengada-ngada dalam memiliki sesuatu.
Melepas bukanlah melepas sesuatu, tetapi lebih pada melepas anggapan kita yang sudah tidak sesuai dengan keadaan.

Pelepasan seperti ini juga berarti kita kembali pada keadaan alami kita sendiri (natural state). Pelepasan adalah fase untuk menyadari pada titik awal bahwa pada hakikatnya kita tidak memiliki sesuatu apapun, maka melepas anggapan kepemilikan itu sudah merupakan hal yang wajar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar