Translate

Senin, 21 Desember 2015



MERAWAT DIRI SENDIRI DENGAN KEBAJIKAN (Ceramah Oleh Y.M. Bhante Sombat)

Oleh Bhikkhu Virasatiko
Minggu, 22 November 2015
********
Attānaṁ ce piyaṁ jaññā, rakkheyya naṁ surakkhitaṁ
Tiṇṇaṁ aññataraṁ yāmaṁ, paṭijaggeyya paṇḍito
Bila orang mencintai dirinya sendiri, maka ia harus menjaga dirinya dengan baik.
Orang bijaksana selalu waspada, selama tiga masa (dalam kehidupannya).
(Dhammapada, Atta Vagga; 157)
********
Dalam kehidupan ini tentu setiap orang ingin merawat diri sendiri dengan baik dan dapat memperoleh kebahagiaan, tidak mau mengalami penderitaan ataupun kesusahan. Akan tetapi, tidak semua orang mengerti cara merawat diri sendiri dan bagaimana memperoleh kebahagiaan. Jika kita melihat di dalam kehidupan masyarakat luas, tentu masih banyak orang yang melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak baik. Bahkan terhadap diri sendiri dan orang yang dicintainya.
Bahkan masih banyak orang dengan alasan untuk diri sendiri, mengatasnamakan sebagai kepentingan sendiri, demi kepuasan dan kebahagiaan diri sendiri, berpikir, berbicara, dan bertindak-tanduk dengan cara yang tidak baik. Terkadang dalam hal berbuat baik saja masih banyak orang yang menunda-nunda, bahkan masih ada seseorang yang tidak mau berbuat baik. Ada sebagian orang mengatakan “buat apa berbuat baik?”
Dalam Nidhikaṇḍa Sutta, Guru Agung Buddha Gotama sudah menjelaskan manfaat dari harta karun berupa kebajikan, yang isinya: “…Harta ini mengabulkan segala keinginan para dewa dan manusia. Pahala-pahala apapun yang dikehendaki oleh para dewa dan manusia, segala pahala itu diperoleh melalui harta karun kebajikan. Paras yang indah, suara yang merdu, perawakan yang menawan, rupa yang elok, kekuasaan dan pengikut, menjadi penguasa wilayah, kedudukan tinggi, kebahagiaan sebagai kaisar yang dicintai, dan menjadi raja para dewa di alam kedewaan. Kekayaan di alam manusia, kesenangan di alam dewa, dan pencapaian Nibbāna; segala pahala ini diperoleh melalui harta karun berupa kebajikan...” Setelah kita mengetahui manfaat dari kebajikan, hendaknya kita senantiasa selalu berbuat baik. Karena hal tersebut sangat penting bagi diri kita sendiri.
Dalam ajaran Buddha, perbuatan (tindakan) yang baik dilakukan melalui tiga pintu yaitu; pikiran, ucapan, dan perbuatan.
Seperti halnya di dalam Saṁyutta Nikāya dijelaskan bahwa; ketika Raja Pasenadi sedang sendirian muncul suatu perenungan dalam pikirannya tentang yang dikasihi, kemudian Raja Pasenadi menemui Guru Agung Buddha Gotama untuk mempertanyakan dua hal yang muncul dalam pikirannya:
1. Siapakah yang memperlakukan diri sendiri sebagai yang dikasihi?
2. Siapakah yang memperlakukan diri sendiri sebagai musuh?
Setelah Raja Pasenadi menjelaskan apa yang muncul di dalam pikirannya, kemudian Guru Agung Buddha Gotama menjelaskan demikian: “Mereka yang terlibat dalam perilaku yang salah melalui tubuh, ucapan, dan pikiran memperlakukan diri sendiri sebagai musuh. Walaupun mungkin mereka berkata: “Kami menganggap diri kami sendiri sebagai yang dikasihi.” Tetap saja mereka memperlakukan diri sendiri sebagai musuh.
Dengan alasan apa? Karena atas kemauan sendiri, mereka bertindak kepada diri sendiri dengan cara yang sama seperti yang dilakukan oleh seorang musuh terhadap musuhnya; dengan demikian mereka memperlakukan diri sendiri sebagai musuh.
Mereka yang terlibat dalam perilaku yang baik melalui tubuh, ucapan, dan pikiran memperlakukan diri sendiri sebagai yang dikasihi. Walaupun mungkin mereka berkata: “Kami menganggap diri kami sendiri sebagai musuh.” Tetap saja mereka memperlakukan diri sendiri sebagai yang dikasihi.
Dengan alasan apa? Karena atas kemauan sendiri, mereka bertindak kepada diri sendiri dengan cara yang sama seperti yang dilakukan oleh seorang yang dikasihi terhadap orang yang dikasihi; “Memang demikian, raja yang agung! Memang demikian, raja yang agung!”
Sang Buddha mengulang seluruh pernyataan Raja Pasenadi dan menambahkan syair-syair berikut:
“Jika orang menganggap dirinya sendiri sebagai yang dikasihi dia tidak seharusnya mengikatkan diri pada kejahatan, karena kebahagiaan tidaklah mudah diperoleh oleh orang yang melakukan perbuatan salah.
Baik tindakan jasa maupun kejahatan yang dilakukan makhluk hidup persis di sini: inilah yang benar-benar merupakan miliknya sendiri, inilah yang dibawanya ketika dia pergi; inilah yang terus mengikutinya bagaikan bayang-bayang yang tak pernah pergi. Oleh karena itu, seseorang seharusnya melakukan apa yang baik sebagai simpanan untuk kehidupan di masa depan. Jasa-jasa kebajikan merupakan penopang bagi makhluk hidup ketika ia muncul di dunia lain.”
Tidak hanya itu saja di dalam Dhammapada guru agung mengatakan; “Rajin di antara yang malas, sadar di antara yang mengantuk, orang bijaksana maju terus ibarat seekor kuda pacuan yang berlari kencang meninggalkan kuda-kuda yang kelelahan. Pembuat kebajikan bersuka cita di dunia ini, ia bersuka cita pada alam berikutnya; ia bersuka cita di kedua alam ini, ia bersuka cita dan ber-gembira melihat perbuatan-perbuatan baiknya.”
Dari penjelasan tersebut tentu sangat jelas ketika seseorang mencintai dirinya sendiri, maka ia harus merawat diri sendiri dengan baik melalui pikiran, ucapan, dan perbuatan yang harus dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
Menghindari perbuatan yang tidak baik, tentu kita harus memiliki persiapan timbunan kebajikan yang harus kita lakukan jika benar-benar mencintai diri sendiri. Seperti halnya Raja Pasenadi yang ingin mengetahui makna; Siapakah yang memperlakukan diri sendiri sebagai yang dikasihi? Siapakah yang memperlakukan diri sendiri sebagai musuh?
Begitupun halnya dengan diri kita hendaknya selalu merenungkan segala sesuatu yang akan kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari. Semoga apa yang telah dijelaskan dapat bermanfaat bagi kita semua.
Semoga Semua Makhluk Hidup Berbahagia
Sumber:
• Dhammapada Penerbit: Bahussuta Society
• Saṁyutta Nikāya: Wisma Sambodhi Klaten
• Nidhikaṇḍa Sutta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar